| 3 |

1.1K 99 12
                                    

Yess double up gaisss!!!
Jangan bosan ya hehehe...
Terus jangan lupa berikan vote nya juga^^

Tanpa banyak kata, selamat menikmati!!!







































~JanganLupaFollowAkunSaya~
~HappyReading~














































"Kau tidak bisa menyerah begitu saja, kita akan mulai pembersihan Kanker dengan kemoterapi. Kau akan mulai melakukannya besok!" Ken berucap tajam, alis Fang naik sebelah. Kenapa yang semangat malah dokternya?

"Hm, Kemo ya, dokter itu pengobatan mahal lah! Aku rasa uangku tak cukup, kalau minta Abangku... Ya mana mungkin!"

.
.
.

Ken menatap pemuda di depannya ini datar, dan yang di tatap pun tak merasa bersalah. Ia menghela nafas. Ken menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Hei Fang, katakan kalau kau ingin hidup?"

Fang diam dan berpikir keras, ada sebuah pertarungan antara otak serta hatinya. Tentu saja Otaknya memilih untuk mati sedangkan hatinya memilih untuk hidup. Tak dapat di sangkal jika Fang juga takut akan kematian.

"Aku... Tidak tahu," balas Fang dengan tertunduk, Ken menghembuskan nafas.

"Kau masih ingin hidup Fang," kali ini Ken menatap pasiennya lekat, ia bahkan memotong jarak diantara wajah keduanya agar lebih dekat. Fang merasa sedikit terintimidasi dan serba salah.

"Uhh y-ya itu.. Aku tak larat lah Dok dengan biaya nya!" seru Fang yang sebenarnya tidak juga, kekayaan yang ditinggalkan kedua orangtuanya lumayan banyak. Tapi ya sekali lagi, itu di pegang oleh Kaizo.

"Aku bisa membantumu dalam masalah Biaya, asal kau berkata ingin hidup!"

"Hahh... Kalau pun Leukimia ku sembuh, bagaimana dengan Alzheimernya? Itu akan membuatku tersiksa dok," Ken diam, memang ucapan Fang ada benarnya.

"Aku akan menyembuhkannya juga, sekali lagi ku tanya, kau masih ingin hidup?!"

Lagi-lagi Fang terdiam ragu, namun sedetik kemudian bayangan gadis berkacamata dengan gaun kuning bercorak biru melintas.

"Ying," lirih Fang yang baru ingat, Ken mengerutkan dahinya.

"Kalau aku mati nanti Ying pasti dengan orang lain kan!" Fang setengah menjerit, sebuah seringai mampir di bibir milik Ken.

"Heh, kau mau wanita tersayangmu ada di pelukan orang lain?" Ken berusaha memanas-manasi, tabiat dokter ini memang agak berbeda dengan yang lain.

"Tentu saja tidak!" tidak bisa terbayangkan kalau Ying berada di altar dengan lelaki lain, Fang pasti akan hancur meski sudah ada di bawah tanah.

"Kalau begitu, Hiduplah!" seru Ken dengan sedikit menekan bahu Fang, memberikan semangat kuat yang membara.

"Baiklah, aku akan hidup demi Ying!" seru Fang lantang, Ken mengulum senyumnya. Setidaknya, saat ini pasien keras kepalanya memiliki alasan hidup.

Tapi muncul sebuah kekhawatiran dalam diri Ken, kalau anak ini sampai melupakan gadis itu juga, apakah dia masih ingin bertahan?

"Kalau begitu dokter berikan aku obatnya," ucap Fang lantas sang dokter pun mulai menulis beberapa nama obat di kertas.

Just a MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang