PROLOG

239 29 0
                                    

Arkana Narendra adalah seorang laki-laki manis yang berusia 16 tahun. Kana adalah anak yang polos dan juga ceria.

Hidup Kana tidak seberuntung orang-orang diluaran sana. Kana hidup diatas kebencian keluarganya. Tiada hari tanpa adanya makian dan juga kekerasan dari orang-orang sekitarnya. Tapi, kana tidak dendam. Kana tetap tersenyum.

Itulah Kana, bocah manis yang polos dan juga ceria. Nasibnya sangat buruk, ia harus menanggung segala kebencian dari semua orang karena sebuah kesalahpahaman dahulu yang tak sempat diluruskan. Berkali-kali Kana menjelaskan bahwa ia bukan pelakunya namun, tidak ada yang percaya dengan dirinya.

Makian, bentakan, pukulan, semuanya sudah Kana rasakan.

Hingga ia berada dititik dimana ia sudah sangat lelah menghadapi semuanya.

Kana pasrah.

Pasrah akan maut yang sudah ada didepan mata.

Didepannya kini ada seorang pria paruh baya yang membawa cambuk dan juga besi panas.

Pria itu melangkah berjalan kearah Kana yang bergetar ketakutan.

Ctar

Ctar

Ctar

Bugh

"Dasar anak tidak berguna! Bagaimana bisa nilaimu begitu jelek, hah?! Apa kamu semalam tidak belajar?" Bentak ayahnya.

Kana tidak menangis, dirinya sudah terlanjur terbiasa dengan semuanya.

Kana hanya menutup matanya erat-erat menahan sakit dipunggungnya. Mulutnya tak berhenti untuk meminta maaf namun, selalu dihiraukan oleh sang ayah.

"M-maaf, t-tolong maafin Kana, ayah! A-ampun. Aghhh."

"Maaf kamu bilang? Dalam mimpimu! Aku benar-benar tidak akan berhenti menyiksamu, bocah sial! Aku benar-benar muak melihat wajahmu. Enyah kau dari sini!"

"Istriku mati karena mu, jika saja waktu itu kamu tidak mendorongnya dari atas tangga dia pasti masih hidup sampai sekarang. Kenapa tidak kamu saja yang mati, hah? Kenapa harus istri saya? Jawab, sialan!!"

Ctar

Ctar

Ctar

Seakan masih belum puas, pria itu mengambil besi yang sudah ia panas kan terlebih dahulu lalu menempalkannya dipunggung serta kakinya Kana.

Teriakan serta raungan dari Kana tak membuat ayahnya iba, justru sang ayah malah semakin semangat untuk menyiksa anaknya.

Kana terus-menerus memohon ampun hingga suaranya serak.

Tubuhnya perlahan merosot dan terjatuh, matanya kian memberat hingga benar-benar tertutup sempurna. Namun, sepertinya ayahnya masih terus menyiksanya tak memperdulikan Kana yang sudah pingsan atau bahkan mati dengan darah yang terus merembes keluar dari punggung.

"Brengsek! Apa yang kau lakukan dengan adikku, sialan!" Teriak seseorang yang tampak begitu marah saat melihat kondisi adiknya yang sudah pingsan dengan luka disekujur tubuh.

"Apa lagi? Tentu saja menyiksanya!" Jawab ayahnya dengan santai membuat pemuda dihadapannya ini menggeleng tak percaya.

"Dek, bangun! Jangan tinggalin abang. Abang tau abang salah tapi, jangan hukum abang seperti ini" pria itu menangis meraung menggucangkan tubuh Kana berharap tuhan masih berbaik hati kepadanya untuk mengembalikan nyawa adiknya yang sudah mati.

"Tidur yang nyenyak adiknya abang, abang janji akan meluruskan semua kesalahpahaman yang tidak pernah adek perbuat. Maafin abang ya, dek?" Lion--nama pemuda itu. ia mengecup kening adiknya dengan lembut lalu menatap nyalang ayahnya yang sedang duduk bersantai, seperti tidak merasa bersalah sekali sudah menghilangkan nyawa anaknya.

"Bajingan! Anda tidak pantas disebut seorang ayah, kelakuan anda sama sekali tidak mencerminkan seorang ayah. Saya benar-benar bersumpah tidak akan menganggap anda sebagai ayah saya lagi!"  Lion melempar sebuah map dan juga beberapa gambar serta sebuah flashdick berisikan rekaman.

Ayahnya yang bingung tentu mengambil itu semua, ia juga penasaran dengan isinya.

Ia membaca sederet kalimat demi kalimat dan terus mengulanginya. Sungguh, dirinya masih tidak percaya dengan hal itu namun, bukti sudah ada didepan mata. Mengelak pun percuma.

"Bodoh! Jika anda masih tidak percaya, putarlah rekaman itu dan buka mata anda lebar-lebar. Saya harap anda tidak buta dengan semua informasi yang saya berikan" ucap Lion lalu menggendong tubuh tak bernyawa adiknya keluar dari Gudang. Meninggalkan sang ayah yang termenung menyesali semua perbuatannya.





Halo ini cerita kedua gue, gimana pada suka gak?

Tolong divote ya, jangan jadi silders!

See you.




FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang