Detak Jantung

1.4K 114 27
                                    

-BEHIND THE DEATH-

°


"Maaf ya selama ini udah repot-repot buat ngurusin aku."

Suasana saat itu canggung, sebuah kabel opname terhubung ke tangan kanan Sucipto. Tak terhitung hari sudah berapa lama ia dirawat di Rumah Sakit ini. Ia kerap kali tak enak hati dengan sang adik yang selalu merawatnya sepanjang waktu di bongkahan ranjang nan putih tempat ia tergeletak tersebut.

"Udah gapapa mas, kamu itu kakak ku satu-satunya. Udah kewajiban ku buat ngurus kamu. Walaupun istri sama anakmu udah ninggalin kamu, setidaknya masih ada aku disini," timpal Suharto.

"Semua karena hobi klenik yang aku tekunin dari dulu. Pas dulu aku jadi dukun profesional, semua orang nganggep aku gila. Sampe istri dan anak pun minta pisah rumah, hahaha!" Sucipto resmi mentertawakan dirinya sendiri.

Suharto ikut tertawa, sampai-sampai kamar sebelah pun ikut terkena dampak cekikikan mereka.

Sucipto menghela nafas, berusaha menghilangkan gelak tawa yang mengitari seisi ruangan. "Oh iya har, coba panggil anakmu kesini. Aku mau baca nasib anakmu dimasa depan lewat telapak tangannya. Bisa jadi, ini ramalan terakhirku karena penyakitku semakin parah aja rasanya."

"Ferry, sini dulu nak. Kamu dipanggil pakde," panggil Suharto kepada anak cilik yang memojok di ruangan.

Seorang anak kecil yang sedang bermain mobil-mobilan itu langsung beranjak dan menemui Sucipto yang sedang berbaring.

"Coba sini tangannya pakde liat.."

Sepersekian detik Sucipto meraba garis tangan bocah itu, saat itu juga Sucipto terkaget. "Kabar buruk har! Seminggu kedepan anakmu bakal ketemu sama kembarannya!"

Sucipto langsung menggeret tangan Suharto juga lalu sekilas membacanya, saat itu pula ia terkaget kaget. "Kamu juga har! Kamu juga bakal ketemu kembaranmu dalam waktu dekat. Kalian harus hati-hati!"

"Opo maksudmu mas? Kembaran apa yang kamu maksud?!" Suharto bertanya dengan disertai kepanikan.

Sucipto lalu menghela nafas, mengatur aliran udara yang masuk dihidungnya secara berkala. Lalu ia menjelaskan..

"Seumur hidupku di dunia perdukunan, cuma satu hal yang belum aku temui atau kupecahkan kebenarannya. Yaitu keberadaan kembaran kita atau orang orang menyebutnya dopplegenger."

"Terus, apa hubungannya dopplegenger itu dengan aku dan anakku?" Suharto bertanya lagi.

"Selama aku belajar ilmu dukun, dalam kitab dukun yang ku baca.. orang yang bertemu dengan dopplegengernya, akan mati setelah itu."

*Click!

Suster membuka pintu disaat mereka sedang mengobrol genting-gentingnya. "Bapak Suharto bisa ikut saya sebentar? Bapak perlu menyiapkan beberapa dokumen untuk memenuhi persyaratan rawat inap untuk pasien. Mari, saya tunggu dibagian administrasi."

Suharto lalu keluar, ia menuju administrasi untuk memperlengkap beberapa fotokopi dokumen yang belum ia beri.

"Boleh saya minta fotokopi KTPnya pak?" Tanya suster.

"Iya sus, sebentar.." Suharto merogoh sakunya, mengeluarkan beberapa kertas fotokopi kartu identitasnya yang ada disana, ketika ia hendak memberikannya kepada suster.

"TOLONGGGGG!"

Suara anak kecil terdengar keras dari kamar Sucipto, Suharto dan sang suster lalu bergegas lari menuju kamar tersebut. Ketika mereka membuka pintu, Ferry sedang menangis kejar berteriak histeris sambil ketakutan setengah mati. Disisi lain, ada Sucipto yang kejang kejang di ranjangnya. Ia seperti kesakitan, sesak nafas serta penyakit asmanya sudah tak terbendung lagi. Saat Ferry masih histeris melihat kematian pakdenya didepan matanya sendiri, Sucipto lambat laun menghembuskan nafas terakhir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BEHIND THE DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang