Serphine, Bag. I
"Kayu yang Telah Lapuk"
—Suara angin tak ada yang tahu.
Kehidupan yang tertinggal menyisakan lumut hijau di dalam rumah.
Hujan telah berhenti dan matahari datang.
Awan tak lagi bergemuruh karna peradaban baru telah dimulai.Matahari begitu terik sampai rasanya akan membakar penduduk padang pasir saat itu juga. Memang beruntung hari ini badai pasir tidak menerjang, tapi panasnya matahari adalah masalah yang kedua setelahnya.
Tidak ada pilihan dari mereka untuk berhenti melakukan aktivitas demi memperjuangkan mimpi bergelimang harta. Hei, siapa yang tidak ingin kaya raya dan tidur di atas jutaan mora?
Hal pertama yang paling terkasih di dunia ini adalah uang. Mulut siapa itu yang bilan Archon? Archon adalah dewa yang harus disembah dan dihormati, tapi sejatinya dalam lubuk hati, mora tetaplah yang utama.
Kau tidak bisa hidup tanpa berkat Archon, ini adalah contoh kalimat yang salah.
Kau tidak bisa hidup tanpa mora, dan ini adalah contoh kalimat yang benar.
Untuk kaya dan sukses kita harus bekerja. Tidak bisa secara instant mendapatkan apa yang kita mau. Kecuali jika kau mencurinya dari seseorang.
"Kakak!"
"Bisakah membantuku? Layanganku tersangkut di atas menara!"
Ketika ada seseorang yang meminta pertolongan- terutama anak kecil, kamu harus membantunya. Membantunya menangis.
"Satu langkah 1000 mora."
Perkenalkan, [Fullname] namanya. Habitatnya di Desa Aasu— Aaru, dan memiliki cita-cita ingin menjadi penguasa padang pasir dengan ribuan gelar.
Dia adalah gadis yang penuh perhitungan. Setiap ada kesempatan akan dia manfaatkan untuk mendapatkan cuan. Santai dulu gk sih, 🥦.
Ada rumor tentangnya sebagai gadis terpelit di desa Aaru, yakni bahwa dia adalah seorang penyihir yang suka menculik anak-anak. Itu karna hampir setiap hari di mana ada anak kecil, disitu ada [Name]. Sontak warga di sana mencurigainya, sempat ingin dibawa ke kapolsek tapi gajadi.
Singkat latar belakangnya, anak kecil itu menangis kencang. Hal itu mengundang tatapan para warga dan mereka menatap [Name] penuh ancaman.
"Wesh masbro, nani? Nani? Kok kalian natap saya kayak gitu-"
Tuing! Bugh!
Lemparan kerikil diarahkan padanya. [Name] berusaha menghindari serangan mereka dan menjauh dari sana.
"Pergi dari desa kami!"
"Dasar penyihir!"
"Kau apakan anakku? Gadis sial!"
'Phanes lihatlah ciptaanmu,' batin [Name].
Dia kesal, tapi tidak bisa marah. Karna apa? Karna dia masih belum mengerti bagaimana cara mengekspresikan emosinya. Jelasnya- [Name] bukanlah manusia yang real manusia. Dia masih berusaha untuk mempelajari mereka dimulai dari dasar.
Ia pun memutuskan untuk pergi dari tempat keramat itu. Satu-satunya yang waras hanyalah Candace di sana. Bisa dibilang, teman yang siap menampungnya saat ia sedang berada di keadaan gembel segembel gembelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
- 'GENSHIN IMPACT
FanfictionManusia itu bodoh. Berbeda dengan monster yang memang tak memiliki akal. Mereka selalu menyebutku penyihir. Para gumpalan dengan warna yang berbeda-beda itu menyebalkan, dan aku tidak menyukainya. Karna mereka berada disatu pikiran yang sama saat me...