𝐈𝐈𝐈 - 𝐀𝐧 𝐒𝐞𝐢𝐧𝐞𝐫 𝐒𝐞𝐢𝐭𝐞 (𝐄𝐍𝐃)

1.4K 282 124
                                    

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"... Der Wald steht schwarz und schweiget... Und aus den Wiesen steiget...."

Gadis itu bergeming.

Mata sekelam langit terpaku pada siluet yang memainkan piano di ujung ruangan. Angin dingin membelai lembut helai pirangnya yang berayun.

"Der weiße Nebel wunderbar...."

(Name) sendiri tak terlalu ingat, malah bingung untuk bereaksi. Ketika kesadarannya kembali dan ia mendapati ruangan hangat dengan bias cahaya bulan merayap ke seluruh tubuhnya―(Name) sempat khawatir dan takut. Beruntung pria itu mengakui jika perawatnya adalah wanita. Ia benar-benar lega. Menakutkan sekali membayangkan seorang pria mengambil kesempatan darinya, terutama seseorang seperti Johan Liebert.

"... Wo ihr des Tages Jammer... Verschlafen und vergessen sollt..."

"Mengapa Anda menyimpulkan kalau saya ingin perhatian Anda?"

Alunan piano lambat laun berhenti. Sebelum keheningan mengisi, pria di seberang sana berpaling padanya.

"Setelah mempertaruhkan nyawa dan berusaha keras untuk menemuiku, adakah alasan lain seorang wanita melakukannya?"

(Name) merasakan wajahnya memanas, "Tapi...! Uh, bukan berarti aku memiliki perasaan romantis padamu."

"Aku tidak berharap, tapi sejujurnya ini membuatku gugup karena semua orang di Fakultas Hukum membicarakanmu," ada kekeh kecil dalam suara itu.

"A-aku tak mengira akan menjadi pusat perhatian."

Johan tertawa, menyangga dagunya dengan senyum mencapai mata, "Itu mengejutkan. Kau mendatangi seluruh kelas tanpa kenal lelah. Anak-anak tampaknya puas menggodaku belakangan ini."

"Aku pikir... menanyakan keberadaan seseorang bukan sesuatu yang bisa dibesar-besarkan," sahutnya kelu.

"Maksudku, Nona ini bahkan sangat mudah menarik perhatian."

(Name) mengerjab bingung. Kok bisa? Padahal ia bukan mahasiswi yang genius atau terkenal di kampus. Mungkinkah karena jurusan gilanya? Atau―

"Lagi pula kau menguntitku."

"Apa?!"

"Pf...!"

Pria yang memalingkan wajahnya berusaha menahan tawa sampai-sampai membuat (Name) merasa malu.

"Itu fitnah! Kau tidak boleh menuduh seorang muslimah!"

Johan mengangkat alisnya, matanya menyala dan terlihat agak... geli?

"Muslimah?"

Terdengar dengusan pelan, "Kau tidak akan tahu-"

"Tahu kok."

𝐍𝐈𝐇𝐈𝐋𝐈𝐒𝐌 ☘ johan liebert ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang