Kisah ini tentang seorang gadis manis bersurai hitam gelap sebahu yang sangat menyukai suasana matahari terbenam seperti namanya, Senja. Gadis dengan warna mata hazel ini seorang penulis novel historial fanfiction, novelnya lumayan populer, mengusung tema kerajaan zaman dulu ternyata lumayan menarik banyak peminat. Sebelum mengenal tokoh utama ini lebih dalam, ada satu hal yang harus diingat mengenainya, Ia sangat membenci topik mengenai keluarga. Ia sudah cukup mati rasa untuk itu.
Pagi ini, disebuah apartemen sederhana, Senja nampak sangat kacau. Mendapat panggilan mendadak di minggu pagi oleh pihak penerbit yang mengontraknya setahun yang lalu, katanya ada hal mendadak yang perlu di bicarakan.
Senja bahkan tidak sempat mandi, hanya mencuci muka dengan terburu-buru, memakai kaos putih oversize dan celana kulot. Ia buru-buru memasukan dompet, handphone, naskah novel terbaru yang belum terlalu rampung dan notebooknya ke dalam toteback.
"Sial, Kak Juna emang mines akhlak, kan aku udah minta ke dia tiap hari minggu jangan ganggu, ini malah nelpon pagi-pagi disuruh dateng gak pake lama, awas aja kalo gak penting." Senja menggerutu pelan, Ia sudah duduk di dalam taxi, biasanya Ia akan menggunakan bus, tapi kali ini Ia memilih taxi, karena sedang terburu-buru.
15 menit waktu yang diperlukan untuk sampai ke kantor penerbit. Senja menyapa dengan terburu resepsionis depan. Setelah sampai ke depan pintu ruangan Arjuna, editor naskah sekaligus yang mengatur terbitan karyanya itu. Senja kemudian mengatur napasnya yang terburu, baru setelahnya mengetuk pintu.
"Masuk." Setelah dipersilahkan masuk, Senja dihadapkan oleh Arjuna dan seorang Pria yang sepertinya seumuran dengan Arjuna.
"Selamat Pagi kak Juna, tumben kak Juna hubungin Senja di minggu pagi yang cerah ini," ucap Senja dengan nada mengandung sarkas, Ia menekankan kata minggu pagi dengan maksud menyindir Arjuna tentunya.
Arjuna terkekeh pelan, Ia tahu bahwa dirinya sudah mengganggu hari libur gadis itu, "Kak Juna minta maaf yah, mending kamu duduk dulu kita omongin baik-baik."
Senja duduk di kursi samping pria yang entah mengapa sejak dirinya tiba menatap Senja datar hingga membuat dirinya enggan menyapa.
"Pak Surya, ini Eros. Dewa cinta kesayangan penerbit kami, ah bukan dia dewi cinta. Nama aslinya Senja." Arjuna memperkenalkan Senja kepada sosok pria yang masih menatapnya datar tanpa senyum ramah yang biasanya orang lain berikan saat berjumpa dengan orang lain.
"Jadi gini Senja, Euforia novel pertama kamu itu mau dijadikan film. Dan yang disamping kamu ini, Pak. Surya Putra. Pemilik rumah produksi StarLight. Beliau ini yang mau kontrak novel kamu." Terang Arjuna dengan senyum 1000 Watt yang menular kepada Senja. Kaget tapi juga bahagia, tidak menyangka anak pertamanya mau dijadikan film.
Senja menoleh kearah pria disampingnya masih dengan senyum yang tak luput dari dirinya. Namun sedetik kemudian menggeleng kuat. Tidak. Jangan Euforia, novel itu adalah mimpi buruknya. Mimpi buruk secara harfiah.
"K-kak Juna, Senja senang novel Senja akan dijadikan film, tapi Senja mohon jangan Euforia, Senja masih punya Eve yang Bestsaller bulan lalu kan? Atau mungkin Kuma Atdja yang seri nya modern, Euforia ter-"
"Kalau bukan Euoforia, saya tidak mau memfilmkan yang lain," Surya menatap Arjuna, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Senja yang kini menunduk kecil khawatir.
"Nona Senja, Euforia adalah Novel pertama yang saya angkat menjadi bagian dari karya saya di dunia perfilman, Euforia sudah menarik minat saya, melebihi banyak novel karya Nona Senja yang lain. Saya sudah membaca Euforia sejak anda menerbitkanya di platform baca online. Euforia juga memiliki banyak pembaca, lebih banyak dari Eve bahkan Kuma Atdja. Euforia bahkan sudah dilirik beberapa rumah produksi maupun sutradara besar lain kan? Saya sudah menghalalkan banyak cara agar tidak banyak orang yang merebut Euforia dari saya. Namun saya tidak ingin membeli hak paten Euforia, saya hanya ingin melebarkan sayap Euforia." Surya berterus terang mengenai niat dan usahanya demi Euforia. Namun bagi Senja sendiri, Euforia tidak akan di filmkan, apapun alasannya.
"Mohon maaf Pak Surya, jujur saja Euforia adalah karya yang paling saya kasihi sekaligus paling tidak saya sukai. Euforia memberi saya beban yang begitu berat saat Euforia mulai menjadi bagian dari pikiran saya. 2 minggu, saya mengalami mimpi buruk paling buruk selama 2 minggu sejak Euforia hadir. Saya hanya tidak ingin sakit kembali. Lagi pula tidak akan ada satu orangpun yang bisa menjadi Ranjas dan Erlinda didunia nyata. Tidak pula akan ada Aeri maupun Kaisar Surya. Saya terlalu mengasihi Karya saya yang satu ini."
Senja mengangkat kepalanya menatap Arjuna.
"Pak Arjuna, Bapak belum menandatangani apapun kan?"
Arjuna menghela menelan ludahnya gugup. Dan raut wajah itu dapat dengan mudah di lihat oleh Senja.
"Pak Arjuna sudah menandatangani kontrak dengan saya, pertemuan ini hanya ingin memberitahu Nona Senja mengenai isi kontrak, juga ingin meminta Nona senja menyeleksi beberapa aktor dan aktris yang sudah terlebih dahulu saya seleksi. Para aktor dan aktris ini sekiranya dapat melakonkan tokoh dari Euforia. Namun, saya ingin Nona Senja, selaku Apolo penulis Euforia yang menyeleksi mereka." Ucapan Surya membuat Senja tergugu ditempatnya.
Senja tidak menyangka sudah sejauh ini, kemudian menatap Arjuna terluka merasa dikhianati.
"Apa kontrak itu bisa di batalkan saja?" Senja berharap masih ada harapan agar Euforia tidak difilmkan.
Surya mengerutkan alisnya kecil, "Tentu bisa, namun Pihak ke dua, penerbit ini harus membayar pinalti yang sudah tertera di kontrak. Apalagi project film ini sudah berjalan. Film ini memuat banyak fasilitas dan tentunya dana yang saya dan investor keluarkan tidak sedikit. Anda bisa membaca kontrak tersebut. Jumlah pinaltinya tertera disana."
Senja terburu membuka Kontrak yang baru diserahkan Arjuna kepadanya. Matanya terbelak kaget dengan nominal pinalti yang mesti dibayar. Meskipun dirinya sudah bertekat untuk membayar pinalti dengan seluruh uang yang Ia miliki, pada akhirnya kandas kala melihat jumlah yang harus penerbitnya bayar.
"I-ini?" Senja tersendat, seumur hidup dirinya tidak pernah memiliki jumlah uang sebanyak ini. Bagaimana dirinya bisa membayar kembali.
"Benar, itu jumlah yang harus dibayar apabila melanggar kontrak, anda bisa membaca lebih lanjut. Dihalaman berikut juga tertera Royalti yang akan kami bayarkan untuk paten film ini." Surya menatap Senja lekat. Meneliti tiap ekspreksi yang ditunjukan oleh Senja.
Senja kembali dikagetkan dengan royalti yang akan Ia dapatkan. Ini banyak sekali. Dan royalti yang Ia dapatkan dipisah dari penerbit. Artinya ia memiliki Royalti sendiri, tidak dipotong persenan dari penerbit.
"Bagaimana Nona Senja? Apakah anda memilih membayar pinalti atau bergabung dengan project film ini?"
Senja kalut, Euforia memang akan sangat luarbiasa apabila dijadikan film, namun Euforia juga menyakitkan bagi Senja secara pribadi. Tapi bagaimana dengan pinaltinya?
Senja menatap Arjuna, Ia tahu penerbitnya akan mendapatkan kerugian besar apabila ia memaksa kontrak terhadap Euforia dibatalkan. Sembari menahan sesak yang entah mengapa hadir kembali, rasa sesak yang sama seperti saat Ia menahan diri untuk tidak menulis Euforia 3,5 tahun yang lalu.
"Baik, saya bersedia" Senja pada akhirnya menyetujuinya.
Setelah itu, tanpa berbasa basi lagi Senja menarik diri untuk pulang. Sesak tanpa alasan yang jelas itu membuat dirinya tanpa sadar menitikan air mata.
Arjuna sendiri ingin mengejar, namun ditahan oleh Surya.
"Sebaiknya anda membiarkan Nona Senja menenangkan diri terlebih dahulu."
Pada akhirnya mereka kembali larut dalam perbincangan mengenai Euforia sebelum Surya kemudian beranjak diri.
TO BE CONTINUE...
Cerita ini dibuat secara spontan, tidak ada yang tau pasti akan jadi seperti apa kisah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUFORIA
FantasyKatanya ketika kita yakin dengan apa yang akan terjadi nanti, semesta dengan cara ajaibnya akan menjadikan itu nyata. "Bahwasanya kau hanya perlu meyakini, menekuni dan melakukannya sebaik yang kau bisa. Kau akan menuai baik apa yang kau tabur baik...