Prolog

27 2 2
                                    

"Kalau pun kata semesta gue harus pergi, gue gak bisa. Karena sejauh apapun pergi, lo tetap jadi rumah ternyaman gue untuk pulang"

Gerimis turun perlahan, rintiknya mulai membasahi batuan di tepi pantai tempat Nacita duduk. Matanya melirik Lelaki yang hanya duduk diam di sebelahnya.

"Gue itu luka dan gak bisa jadi rumah buat lo, Ta"

Hening kembali menyelimuti, tidak ada percakapan lagi setelahnya. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing, semesta itu terlalu rumit jika harus diterka.

Nacita menatap sendu guratan jingga yang sudah mulai menampakkan diri, matahari sudah akan beristirahat pun dengan Nacita, jika boleh memaksa semesta, dirinya ingin sekali istirahat. Dari semuanya. Bedanya matahari pulang dengan membawa keindahan, tapi dirinya terlalu banyak luka, bahkan yang dulu katanya adalah rumah, sudah tidak bisa lagi menjadi tempatnya pulang. Lalu kemana dia harus pulang?

"Semesta itu suka banget becanda ya, Ka?"

Helaan nafas panjang keluar dari rongga hidung lelaki di sebelah Nacita, dia tersenyum samar saat melihat wajah teduh Nacita. Bohong, jika ia berkata baik-baik saja tanpa Nacita.

"Semesta gak pernah salah, Ta. Kita yang selalu gagal memahami maksud semesta"

Lagi, rintik gerimis semakin memperlihatkan keberadaannya, tetesnya sudah mulai membasahi rambut hitam Nacita, namun tidak ada tanda-tanda gadis itu akan beranjak dari tempatnya duduk.

"Hujan, Ta."

Nacita melirik sekilas lelaki di sebelahnya, senyuman tipis terpatri dibingkai wajahnya. Ucapan lelaki itu sama seperti dulu, saat pertama kali mereka sepakat untuk saling mendekap luka.

Ingatannya jatuh saat pertama kali lelaki itu membawanya pada pengalaman tak terlupakan, menatap surya yang tenggelam di tepi pantai dengan gerimis yang menemani keduanya. Nacita yang suka hujan, tak mau di ajak berteduh, dia sangat menikmati senja saat itu.

Tapi lagi-lagi itu hanya akan menjadi sebuah cerita, meskipun hanya Nacita yang mengingat, karena Nacita yakin lelaki itu tidak mengingatnya,

"Gue udah kebuang jauh di ingatan lo ya, Ka? Bahkan lo lupa kalau gue suka hujan" tanya Nacita yang kini sudah mulai berani menatap lekat lelaki di sampingnya, ada sesuatu yang berubah dari mata teduh milik lelaki itu, mata penuh luka dengan lingkar hitam yang mengelilinginya.

Lelaki itu tertawa, namun terasa hambar, "Lo yang lupa, Ta. Kalau gue punya ingatan kuat."

Kini matanya berpindah menatap lurus hamparan air yang sudah mulai terlihat gelap, karena matahari sudah semakin menarik diri dari hamparan langit.

"Gue lagi mencoba mengulang obrolan saat kita pertama kali datang ke sini. Saat lo cerita tentang banyak hal, terutama saat lo bilang suka hujan" lelaki itu menjeda ucapannya dan menatap Nacita, "Gue  gak lupa Ta"

"Kalau boleh minta, gue mau kita kayak dulu, tapi lagi-lagi, kita harus mengikuti takdir-Nya. Karena semua sudah diatur semesta, bahkan pertemuan kita hari ini. Kita hanya berjalan kata semesta."

______________________________________

To be continued ....

Jangan lupa meninggalkan jejak saat singgah❤️

Aku menyukai kamu yang menyukai ceritaku✌️

Terimakasih banyak.....

Kata Semesta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang