Jangan

55 7 0
                                    

Kun bangun lagi di ruang kesehatan, dia buka mata itu perlahan, Kun berusaha bernapas sedalam-dalamnya, kembali ia tutup mata itu, dia ingat.

Dia ingat apa yang terjadi sebelum dia masuk ke ruang kesehatan untuk yang kedua kalinya. Kun kembali menangis mengingat itu, dia takut, sangat ketakutan, Kun masih trauma dengan kejadian yang menimpanya selagi ia duduk di bangku SMP. Kun tahu bahwa ia tidak pernah diobati, di terluka mental maupun fisiknya, namun tak ada satu orang pun yang paham akan kondisi Kun.

Ibunya selalu memaksa Kun untuk menjadi juara kelas, sedangkan sang ayah memaksanya untuk menjadi anak yang kuat, tangguh dan tidak feminin. Sedangkan Kun, dia hanya anak biasa yang bahkan tidak tahu bagaimana caranya menjadi seperti yang orang tua nya inginkan.

Kun ingin jujur, namun kalimatnya selalu dipotong oleh kedua orang tuanya ketika dia meminta sesuatu. Jadi pada dasarnya Kun tidak pernah didengar walau itu hanya sebatas meminta perhatian atas seluruh perjuangan-perjuangannya untuk mendapatkan sesuatu. 

Kun tidak pernah dihargai di keluarganya, itu kenapa Kun sangat sulit untuk menerima dirinya sendiri, dia selalu merasa minder, malu dan penakut, dia tidak pernah dipercayai, itu kenapa Kun takut untuk mengemukakan pendapat.

Kun selalu dibentak, dimaki, dibenci, dan dibuli hanya karena dia terlihat berbeda dalam bersikap, tidak seperti lelaki pada umumnya. Kun takut untuk berinteraksi dengan orang lain karena dia kerap kali mendapat tindasan dan penolakan dari pihak-pihak yang dia ajak bersosialisasi. Itu sebabnya Kun selalu menutup diri.

Kun masih menangis di ranjang ruang kesehatan, seorang perawat menghampirinya, hanya melihat sebentar lalu mengatakan, "diamlah ada anak kelas bakat yang sedang istirahat, jangan sampai kau mengganggu nya, mengerti?" Kun sontak menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, menahan isakan yang sedari tadi keluar dari belah bibirnya, Kun mengangguk pada perawat tersebut, dan kemudian perawat itupun pergi.

Kun semakin menangis sejadi-jadinya, tidak ada yang peduli dengan dirinya disini, maka dari itu Kun keluar dari ruang kesehatan setelah menghapus air matanya, Kun membungkuk seraya berkata terimakasih kepada perawat tadi, dan perawat itu membalasnya dengan sebuah dehaman, bahkan si perawat tidak sama sekali menatap Kun yang membungkuk sopan padanya.

Dia berjalan keluar dari ruang kesehatan, gedungnya terlihat rapi, bersih dan mewah, Kun yakin ini pasti gedung utama, terlihat dari interior sepanjang koridor yang terlihat mewah dan sangat elit, berbanding terbalik dengan gedung kelasnya, maka dari itu Kun pergi secepatnya dari gedung itu, menuju gedung paling belakang sekolah mewah tersebut, yup.. kelas buangan.

.

.

.

Kun berlari setelah ia sudah berhasil keluar dari gedung tersebut, dia pergi ke arah ruang penyimpanan alat olah raga yang dia ingat kotak makannya tertinggal disana, dan benar saja kotak makan itu masih ada di tempat sebelumnya. Kun buru-buru mengambil kotak makan itu lalu pergi ke kelas.

Saat ia sampai di kelas ternyata ada guru yang sedang menerangkan, karena tadi Kun sempat mengintip kelasnya dan ketahuan oleh guru yang mengajar, Kun akhirnya di panggil oleh guru tersebut, "Siapa nama mu?". Kun menatap resah guru tersebut, jantungnya berpacu sangat kuat.

"Kau bahkan tidak memakai pin namamu di seragam, bagaimana orang akan mengenalimu." Guru itu bertukas tegas kepada Kun, anak itu hanya mampu menunduk dalam, "m-maaf pak."

"Jadi karena tadi kau tidak ada saat perkenalan diri, maka kini kenalkan dirimu di depan kelas kepada seluruh teman-temanmu, cepat!" Kun terhentak saat mendengar guru itu bernada keras, Kun buru-buru berdiri di depan kelas. "P-p-perkenalkan n-na-nama-k-ku Qi-Qi-Qian K-K-Kun," dan Kun menunduk sedalam-dalamnya, kelas pun menghening.

Guru itu menatap Kun malang, "Baiklah kalau begitu kau boleh duduk." Kun membungkuk hormat beberapa kali kepada guru itu sebelum dia kemudian berjalan cepat menuju meja dan kursinya. Kun menyembunyikan kotak makannya di bawah kolong meja. Tanpa ia sadari seseorang tersenyum tipis, melihat Kun yang sedang memasukan kotak makannya ke bawah kolong meja. 

Pelajaran bahasa pun dimulai. Kun memperhatikan dengan seksama, dan mencatat beberapa poin-poin penting yang dibutuhkan. Walau ia terlihat acuh namun percayalah Kun tahu ada seseorang yang memperhatikannya sedari awal ia masuk. Tapi Kun hanya berpura-pura bodoh, berharap bahwa orang tersebut akan melupakan keberadaannya.

Namun Kun salah, orang itu terus memperhatikan gerak-gerik Kun dengan senyum tipis yang sangat mengganggu, karena Kun merasa sangat terganggu akhirnya ia beranikan menatap orang itu, tapi ternyata orang yang ia curigai sedang menatapnya sedang menghadap kedepan. Namun entah kenapa setiap kali Kun menunduk menatap bukunya ia merasakan bahwa orang tersebut menatapnya. 

Kun akhirnya hanya mengabaikan itu walau harus menahan debaran jantungnya mati-matian.

.

.

.

Setelah beberapa lama akhirnya kelas pun berakhir, hari kedua yang sangat melelahkan bagi Kun, apalagi dengan fakta bahwa sekarang ia satu sekolah dengan San. 

Dilangkahkannya kaki itu menuju gerbang sekolah, disana terlihat banyak anak-anak murid yang baru saja keluar gerbang, ada yang dijemput, atau ada yang pulang bersama dengan teman yang lain, Kun hanya menatap miris apa yang dia lihat. 

Dia langkahkan kaki itu menuju halte, Kun menunggu bus diujung halte, dia benar-benar menjauhi kerumunan, bahkan dia biarkan semua orang masuk terlebih dahulu sebelum dia akhirnya masuk ke dalam bus. Kun menunduk dan menjauhi kerumunan, dia berdiri karena seluruh kursi duduk yang ada di bus sudah di tempati.

Kun melihat bahwa bus sudah mulai jalan meninggalkan halte sekolah, namun kemudian dia teringat sesuatu, kotak makannya! 

Buru-buru Kun menarik tali untuk menandakan bahwa bus harus berhenti, dan bus itupun berhenti setelah berlaju sepuluh meter dari halte.

Kun meminta maaf kepada orang-orang disana yang terganggu olehnya, namun dia langsung melesat saat pintu bus terbuka, langsung saja ia langkahkan kakinya menuju gedung sekolah, dia lari begitu cepat menuju gedung kelasnya.

Kun sampai di gerbang utama, untung saja gerbang itu belum tertutup sempurna, akhirnya Kun pun meminta si petugas sekolah agar tidak dulu mengunci gerbang utama, Kun kembali berlari sekuat tenaga untuk sampai ke gedung belakang sekolahnya secepatnya.

Kun terus berlari dan berlari, hingga sampai lah ia di gedung kelasnya, kembali lagi dia berlari menuju kelasnya yang berada di bagian ujung gedung, dekat dengan danau. Dia berlari kesana, napasnya benar-benar memburu, Kun sampai harus meraup napas sedalam-dalamnya sesaat ketia ia tiba di depan kelasnya. Setelah dirasa napasnya sudah lebih baik Kun pun mendorong pintu kelasnya yang sudah tertutup.

Kun terdiam saat matanya menangkap segerombolan anak laki-laki sedang menggerombol di sekitar mejanya, mereka tertawa entah mentertawakan apa, Kun masih diam di tempat dia takut mendekat, namun sial matanya menatap salah satu orang dari mereka yang sedang tertawa, seketika wajah orang itu terlihat terkejut, namun dibuat-buat, orang itu tidak benar-benar terkejut.

Lalu kemudian orang itu tertawa terbahak-bahak, "Hei.. sepertinya dia kembali." Mereka semua menatap Kun, Kun membeku ketika ia melihat San disana sedang menggenggam kotak makannya. Kun membelalak lebar dibuatnya.




TBC

CandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang