pénte

177 13 2
                                    

Dari kejauhan Rafa melihat binar cahaya di mata sang Ibunda yang telah lama hilang. Benar, mereka tidak menjadi pribadi yang berbeda. Hangat seperti sebelumnya. Namun tetap saja, bagi keluarga yang memang memiliki keterikatan batin pasti merasakan sebuah perbedaan. Baik dari binar cahaya di mata yang menghilang. Senyum yang tidak seceria dan setulus biasanya. Suara lembut yang terkesan dingin.

Semua berubah saat kejadian itu. Rumah semakin terasa hambar membuat mereka menyibukkan diri. Kumpul keluarga yang biasa terjadi secara rutin sekarang tidak terjadi kecuali ada acara penting.

Dia merindukan adik bungsunya. Permata nya. Jiwa nya.

Rafa pun berjalan mendekati dua orang yang berbeda gender dan usia itu. Terlihat sangat asik seakan mereka sudah lama kenal. Bahkan banyak yang menganggap jika mereka adalah sepasang anak dan ibu.

"Asik bener diliat-liat ngobrol nya ya." Ucap Rafa mengambil duduk dipinggir El. Sedangkan Buna duduk didepan Rafa dan juga El.

"Habisnya El lucu sekali. Liatt dia cantik tapi tidak mau disebut cantik."

"Ish, Tante El itu tampan sepelti boyglup kolea yang punya loti sobek, otot kuat bukan cantik. Yang cantik itu Tante." Ucap El dengan muka kesal. Membuat Buna dan Rafa yang melihat dan mendengar hal itu tertawa.

Apa katanya? Roti sobek? Otot? Liat saja perut nya one pack begitu, belum lagi otot yang tidak terlihat (?) Tampan? Wajah manis dan cantik seperti itu tampan?

Baik, jika kalian lupa ku deskripsikan ulang. Wajah yang katanya tampan itu memiliki pupil mata berwarna biru laut, dengan bentuk mata yang cantik, ditambah dengan bulu mata yang lebat dan lentik seperti wanita (bahkan wanita pun kalah). Belum lagi kulit putih dan halus meski tidak terawat. Sayang pipi yang dia miliki tirus.

Jadi dimana letak tampan dari muka tersebut?

"Ugh."

"Eh eh jangan menangis adik tampan." Ucap Rafa saat melihat El yang matanya sudah berkaca-kaca siap untuk menangis. Buna pun berhenti tertawa ketika melihat mata itu akan mengeluarkan air mata.

"Kenapa teltawa. Apa El sejelek itu sampai di teltawakan?" Tanya nya dengan nada lirih sambil menundukkan kepalanya.

"Tidak, tidak. Kami tertawa karena kamu lucu bukan jelek. El adalah cowo tertampan dan terlucu sedunia." Ucap Rafa yang disetujui oleh Buna. Rafa pun sudah menundukkan El dipangkuannya agar bisa dengan leluasa membujuk si anak kecil ini.

"Benalkah?" Tanyanya dengan mata berbinar menatap Rafa. Sedangkan Rafa yang ditatap seperti itu hanya bisa menggigit bibir nya agar tidak kelepasan mencubit pipi tirus anak ini.

"Aduh! El lupa halus segela pulang. Nanti ibu mencali." Ucap El kepada dua orang tersebut. Padahal didalam hati El mana mungkin nenek lampir itu mencariku yang ada mencari uang disaku ku. Aku harus segera pulang jika tidak, aku akan dicincang oleh nenek lampir itu.

"Kita antar ya nak? Sekalian Tante mau kenalan dengan Ibu kamu." Ucap Buna membuat El bingung dan panik.

Waduh jangan sampe mereka ketemu. Nanti gimana kaya di cerita-cerita aku bakal lebih di siksa karena bawa orang asing ke rumah. Tidak tidak. Aku masih mau hidup.

"Gausah Tante. El bisa sendili. Lain kali saja ya?" Tolak El secara halus, jujur saja dia takut menyinggung hati seorang wanita didepannya ini.

"Yasudah ini uang nya karena tadi kamu udah mau bantu Tante dan ini uang karena kamu mau Tante ajak bicara disini. Terima kasih ya semoga kita bisa bertemu kembali." Ucap Buna Navya dengan tidak ikhlas begitu pula dengan Rafa. Dia tidak berbicara apapun namun jelas terlihat dari matanya, dia tidak ingin anak itu jauh darinya.

"Wahhh banyak sekali. Telima kasih banyak Tante cantik dan baik hati. Papaayy Tante dan kakak baik." Ucap El sambil berlari kecil menjauhi sepasang ibu dan anak itu.

Dalam hati kecil nya pun El tidak mau pulang ke rumah. Dia sudah muak dengan sikap wanita tua di rumah itu.

Apa dia harus kabur? Ah ide yang menarik karena dia bisa tidur dimanapun daripada harus dirumah wanita itu.

metanástefsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang