0.5- Panick attack

13 2 0
                                    

One and only
-
BoyNextDoor

Jay menghembuskan napasnya beberapa kali, hal itu tentu saja membuat Monday yang berada disebelahnya terganggu.

"Lo kenapa sih?" tanya Monday agak kesal.

Jay diam tak menjawab, ia malah merebahkan kepalanya diatas lipatan tangan.

"Jay Rajendra, kalau ada yang nanya tuh dijawab bukan diem aja."

"Gue lagi bingung Day," Jay menjawab juga.

Monday mengerutkan keningnya, "Kenapa?"

"Bu Irene nyuruh gue buat cepet-cepet ketemu sama bokap, beliau bilang kalau gue harus minta maaf." jelas Jay.

"Terus? Kan tinggal ketemu aja Jay, gue yakin deh bokap lu juga pasti kangen sama lu."

Jay menggeleng, "Masalahnya gue belum siap Monday. Gue gak siap harus berhadapan sama bokap yang udah nyakitin gue, udah ngusir gue."

Monday menepuk bahu Jay menguatkan lelaki itu. "Kalau lo bilang gak siap terus, gak akan ada kemajuan Jay. Jadi mending lo lakuin dari sekarang, lo ngobrol pelan-pelan sama bokap lo. Kalau lo ngerasa gak nyaman, lo ajak tante Irene, beliau pasti bantuin lo Jay. Semangat, gue yakin banget lo pasti bisa."

Jay yang mendengarnya langsung tersenyum, ia sangat bersyukur bisa mengenal Monday dan menjadi kawan baiknya. Gadis tomboy itu memang tempat curhat terbaik sejak dulu.

"Makasih ya Monday, gue gak tau harus cerita ke siapa kalau gak ada lo. Mau bilang sama Zafan, gue gak mau bikin dia stres."

"Sama-sama Jay, kalau ada apa-apa lo bisa cerita ke gue. Selama gue bisa ngasih saran dan masukan ya, dan buat Zafan gue harap kita gak nyusahin dia dulu deh." ucap Monday.

"Iya, btw lo kalau mau mesen makanan lagi sana mesen aja. Ntar gue yang bayarin," kata Jay seraya menatap bekas makanan mereka.

"Asyik, makasih Jay. Lo terbaik,"

Monday mencubit pipi Jay, membuat lelaki itu tertawa. Dan tanpa keduanya sadari, ada Kyungjun yang melihat itu. Dan terlihat jelas tatapannya menunjukkan rasa cemburu.

"Awas aja lo Jay," geramnya.

⭐⭐⭐

Zafan membereskan barangnya dan memasukkannya kedalam ransel, mata kuliahnya baru saja berakhir. Ia hari ini berniat untuk langsung pulang, karena nanti sore dirinya harus bekerja.

"Zafan,"

Seseorang memanggil namanya, Zafan menoleh dan menemukan seorang lelaki berkacamata dan dimple manisnya.

"Iya, ada apa?" tanya Zafan.

"Tugas kelompok dari bu Yoona, mau dikerjain kapan?"

"Deadline nya minggu depan ya? Kalau ngerjain sekarang gue bisa sih," jawab Zafan.

"Jadi mau sekarang aja? Mau ngerjain dimana?"

"Di cafe temen gue aja yuk," ajak Zafan.

Lelaki itu alias Tere mengangguk setuju. "Yaudah boleh, lo bawa motor atau gimana?"

"Enggak, gue kesini bareng temen."

"Gue bawa, yuk nebeng gue aja."

Zafan mengangguk, keduanya lalu bergegas dan menuju cafe Cloud 9.

⭐⭐⭐

"Hai kak Yunho," sapa Zafan pada Yunho yang tengah mengelap meja.

Yang disapa sedikit terkejut, "Loh udah disini? Bukannya shift lo entar sore ya?" tanyanya.

"Mau nugas dulu kak sama temen," jawab Zafan.

"Ahh gitu, yaudah mau mesen apa? Gue bikinin," tanya Yunho lagi.

"Gue pesen biasa aja kak, Ter lo mau pesen apa?"

"Gue es cappuccino aja," jawab Tere.

"Mau mesen makan gak?" tanya Yunho.

"Gak usah kak, Tere lo kalau pesen makan bilang aja." jawab Zafan.

Tere menggeleng kecil, "Udah itu aja. Kalau mau makan bisa nanti," ujarnya.

Yunho mengangguk, ia kembali ke dapur untuk membuatkan pesanan. Sementara Tere dan Zafan duduk disalah satu tempat dekat jendela, mereka akan mulai mengerjakan tugas.

"Gue yang ngetik, lo yang nyari referensi, gimana Za?" tanya Tere mengeluarkan laptop yang dibawanya.

"Boleh," jawab Zafan.

Keduanya kini sibuk mengerjakan tugas, diselingi obrolan ringan. Tak lama minuman mereka juga datang, saat asyik mengerjakan tugas, tiba-tiba.

BRAK!!!

Meja digebrak dengan kencang oleh seorang lelaki, ia terlihat marah seraya menunjuk wanita didepannya. Semua pengunjung kaget, termasuk Tere dan Zafan yang kebetulan duduk sangat dekat dengan mereka.

"GUE GAK MAU PUTUS!!" Teriak si lelaki marah.

Beberapa orang yang ada disana termasuk karyawan berusaha melerai si lelaki yang makin emosi, sedangkan Zafan kini merasakan dadanya sesak dan nafasnya mulai tak beraturan.

Tere yang melihat itu panik dan berusaha menangkan Zafan. "Za, lo gapapa?" tanyanya cemas.

Zafan menggeleng ribut dengan tangan yang mencengkram kuat kemeja bagian dadanya.

"R-re s-sakit, g-gue gak bisa napas." ujar Zafan putus-putus.

Tere yang mendengar itu makin panik, ia langsung menarik Zafan ke pelukannya dan mengelus punggung gadis itu seraya membisikkan kata-kata penenang.

"Tenang Za, tenang. Nafas yang teratur, inhale-exhale tenang ya tenang." bisik nya.

Perlahan namun pasti, nafas Zafan kembali teratur dan dirinya mulai sedikit tenang. Namun rasanya ia sangat lemas, kepalanya ia sandarkan di bahu Tere.

"Udah tenang?" tanya Tere lembut. Zafan hanya mengangguk kecil, ia tak sanggup berbicara.

"Oke, oke, masih lemes ya? Senderan dulu aja gapapa," ucap Tere dengan tangan yang masih mengelus rambut Zafan.

Zafan diam, ia merasa nyaman, sangat nyaman. Wangi tubuh Tere sangat memabukkan sekali, wangi yang berbeda dibanding dengan kedua mantannya yang sudah tiada dulu.

"Tere," panggil seseorang.

"Bang Sanbin?"

Orang itu ternyata Sanbin, si presma anak Hukum. Zafan yang sudah merasa mendingan juga langsung melepaskan diri dari pelukan Tere, kembali duduk tegap menatap Sanbin yang juga menatapnya.

"Zafan? Kalian berdua lagi ngapain?" tanya Sanbin.

"Biasa bang nugas, cuman barusan Zafan nya kecapean jadi ya gitu, charger tenaga dulu di gue." jelas Tere dengan candaan.

Zafan yang mendengarnya mencubit pelan lengan Tere, membuatnya meringis.

"Haduh, dasar anak muda. Yaudah lanjutin aja nugas nya ya, gue kesana dulu." ujar Sanbin.

"Lo kok bisa kenal kak Sanbin?" tanya Zafan.

"Kita satu kosan Za, kalau lo kenal dia dimana?" jawab dan tanya Tere.

"Dia temennya kakak gue, jadi kenal."

Tere mengangguk paham. "Mau dilanjut lagi? Lo masih lemes gak?"

"Lanjut aja ayo, keburu sore. Gue harus kerja," jawab Zafan.

𝑁𝑒𝑣𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑆𝑡𝑜𝑟𝑦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang