Naruto berlari meninggalkan aula perjamuan pesta tersebut. Ia akan merasa sesak jika terlalu lama berada di tempat yang memuakkan itu. Kakinya membawa dirinya semakin menjauh dari kerumunan banyak orang. Ia berhenti di sebuah taman kota yang tidak terlalu begitu ramai akan orang-orang.
Ia mendudukkan diri di sebuah kursi besi taman yang terasa begitu dingin. Udara di sini sedikit mengurangi rasa sesak yang mengganjal di dalam dirinya, untuk saat ini. Naruto mencoba menetralkan perasaannya yang campur aduk akan kejadian memalukan yang harus dialaminya.
Helaan napas terus menderu. Naruto menatap dengan putus asa ke arah taman kota. Air matanya mulai mengering setelah perjalanan yang dilaluinya dengan cara berlari. Ia sedikit meringis saat merasakan rasa sakit di bagian kakinya.
Naruto membungkuk, mengamati kakinya yang terlihat lecet karena sepatu hak tingginya. Tubuhnya mendadak bergetar secara bertahap. Bahkan hal buruk selalu mengikutinya. Tangisnya pun kembali pecah. Naruto benar-benar lelah hari ini. Ingin sekali ia menyerah dan mengakhiri hidupnya saat ini juga.
.
Pagi hari, pukul enam, di kamar Naruto.
Ia memaksa tubuhnya untuk bangun dari tempat tidurnya. Naruto merasa berat hanya untuk membuka kelopak matanya. Ia benar-benar lelah. Dengan sekuat tenaga, Naruto mencoba mengumpulkan tenaganya. Kedua kelopak mata terbuka sempurna. Jam yang berada di nakas, samping tempat tidurnya menarik perhatiannya.
Tubuhnya berusaha untuk bangun. Naruto mendudukkan diri di atas tempat tidur untuk barang sejenak, sebelum ia beranjak untuk segera bersiap pergi ke kampus.
Hari ini, Naruto memilih mengenakan sepatu selama kakinya masih terasa sakit. Plester itu menghiasi kakinya yang lecet karena insiden semalam. Langkahnya juga begitu pelan saat berjalan. Kadang ia meringis menahan sakit. Setelan kemeja dan celana jeans yang longgar mampu menutupi kelemahannya saat ini. Naruto benci terlihat lemah.
Bahkan ia hampir saja membanting pintu ruang tamu sebelum berangkat. Ayah dan Ibunya pagi ini memberi petuah lagi, seperti biasa. Hinata mendapat pujian dari dosennya kapan hari lalu atas prestasinya, dan Ibunya memarahinya karena belum pernah dipuji oleh dosen kampus saat Ibunya sengaja berkunjung ke tempat bergengsi itu, dulu.
"Kenapa hari buruk tak pernah usai!" Gerutunya, pelan.
Saat melewati koridor kampus, Naruto tidak sengaja melihat Hinata yang mengobrol dengan serunya bersama Gaara dan Sasuke. "Bahkan mereka tidak bisa lenyap dari pandanganku, barang sedikitpun!" Imbuhnya, kesal. Langkah kakinya pun berbalik, membawa dirinya untuk membolos saja dari jam mata kuliah pertama.
Tepat saat Naruto sudah berbalik, ia hampir saja menabrak dada bidang seseorang tepat di depannya. Ia mendongak, dan mendapati Shikamaru yang sudah stay cool seperti ciri khasnya.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Shikamaru, sembari mengangkat kedua tangannya dan meletakkannya di belakang kepala. Ia ikut berjalan santai bersama gadis pirang itu. Mungkin Shikamaru akan ikut membolos juga untuk di jam pertama ini.
"Ya."
"Kau yakin?" Balas si nanas, memastikan. Ia bisa menyadari gerakan kaki Naruto yang terlihat pelan dan kaku saat berjalan beriringan dengan dirinya. "Kakimu baik?"
Naruto menoleh spontan. Ia takut temannya ini mengetahui kakinya yang sedang terluka. Ah, Naruto benar-benar sial hari ini. "Hanya sedikit tidak baik."
"Kenapa?"
"Masalah kecil." Jawab Naruto, malas.
"Sungguh?"
"Cerewet!" Ketus Naruto, kesal. Ingin sekali ia pergi cepat meninggalkan Shikamaru, namun kakinya berkhianat. Kaki cepatlah sembuh. Lanjutnya, di dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kings, Queen & Poison
FanfictionGadis bermarga Namikaze itu selalu dituntut sempurna di hadapan semua orang. Sikap arogan, sombong dan angkuh sudah melekat pada dirinya. Hyuga Hinata, adalah kebalikan dari dirinya, sekaligus berstatus sebagai sahabatnya. Yang selalu di elu-elukan...