Kesembilanbelas

117 19 25
                                    

Jerril tengah menemani Mina menunggu Moreen yang sedang makan bersama Keenan sebelum pulang.

"Dhaf!" Teriak Jerril ketika melihat Dhafi berjalan bersama Christy.

"Hoi! Ada apa? Sedang apa kalian? Bukannya pulang ..."

"Kau sendiri? Tsk ... Kami menunggu Moreen. Lama sekali dia pergi makan saja ..."

"Ya, namanya pacaran kan ..." Dhafi sangat tahu Moreen pasti pergi bersama Keenan. Dia sangat hafal.

Mereka berempat berbicara kasual tentang hal-hal random sampai Moreen datang menghampiri mereka.

Moreen terkejut dari kejauhan melihat sosok laki-laki yang selalu ada dipikirannya setiap malam. Mereka sudah jarang berbincang. Awalnya Moreen kesal, namun ketika tersadar bahwa dia yang memulai semua ini, dia maklum.

Jika saja dia bisa lebih keras menolak permintaan Keenan yang selalu mengajaknya pergi, pasti mereka masih sering berbincang. Moreen sadar ketika Mina menceritakan banyak hal yang ternyata Moreen tidak ketahui.

Moreen sadar bahwa waktunya telah dihabiskan denga Keenan. Dan sekarang, setidaknya ia bersyukur Keenan melonggar, tak se attached dulu.

"Hei ..."

"Sudah?" Tanya Mina pada saudara kembarnya itu.

Moreen menatap Dhafi dan Christy, "Sudah ... Hai Dhaf, kak ..."

"Hai ... Kalau begitu duluan ya? Kita mau nonton."

"Dih, biasanya tidak mau nonton. Giliran sama pacar, langsung deh." Ledek Jerril.

"Kau sendiri!? Kalau Nayla belum nonton tapi kau malas, langsung juga." Ledek Dhafi balik.

"Sudah, ayo, nanti kita terlambat ..." Tarik Christy. "Kami duluan."

"Cih, Dasar. Yasudah, ayo pulang. Kalian parkir di gedung belakang?"

"Iya ..." Jawab Mina yang moodnya entah sejak kapan sudah turun setelah mendengar nama Nayla.

Mereka bertiga berjalan menuju parkiran melewati jalan kecil penghubung gedung.

"Jer!"

Ketiganya menoleh kearah suara ... Nayla tengah tersenyum lebar sembari menndekati ketiga manusia itu.

"Hei, Mor, Min ... Jer, temani aku, ya??"

Jerril melirik kearah Mina, "Kemana?"

"Aku mau mencari baju untuk praktik diplomasi."

Moreen yang tak mau saudaranya sedih pun menginisiasi untuk pergi duluan.

"Kalau gitu, kami duluan ya. Sampai jumpa." Pamitnya

Mina menatap Jerril dan Nayla, "Bye, Jer, Nay."

Jerril merasa tak enak karena batal mengantarkan si kembar ke parkirab. Entah hatinya merasa masih ingin bersama lebih lama.

"Jer ... Ayo."

"Eh ... Iya, ayo ke kos ambil mobil dulu ..." Mereka berdua berjalan beriringan menuju kos.

Mobil Moreen dan Mina melewati kedua sejoli itu. Tentu perasaan Mina tidak baik-baik saja ditambah cerita Moreen barusan mereka masuk ke mobil.

"Gosipnya, Nayla sudah putus dengan pacarnya."

Mina teringat bagaimana sikap Jerril saat melihat Nayla dan Tendra bertengkar di kosan.

.

"Ini bagus, tidak?"

"Bagus ... Warna cocok untukmu."

"Kalau begitu aku akan pilih ini."

"Tumben mendengar pilihanku? Biasanya kau akan menelfon Tendra untuk memastikannya lagi?"

Nayla terdiam ... Ia belum membeeitahu Jerril bahwa ia dan Tendra sudah berpisah. Ia yakin Jiarra juga belum berkata apapun.

"Kenapa diam?"

"Hm ... Tidak apa." Nayla memaksakan senyumannya dan mengambil beberapa pasang baju lagi.

"Jangan jauh-jauh dari fitting room. Nanti aku panggil kalau sudah selesai."

"Ya, ya ..."

Nayla berganti beberapa pasang dan  memperlihatkannya pada Jerril.

Bagus, cantik, cocok, semua komen yang selalu keluar dari mulut Jerril.

"Semua saja bagus ... Pilihkan."

"Memang semua bagus, Nay. Yasudah aku pilih biru navy."

"Oke." Tanpa pikir panjang, Nayla membawanya ke kasir dan alhasil 1 kantong baju ia bawa pulang.

.

Nayla terdiam menikmati kemacetan kota Bandung yang di guyur hujan. Jerril melihat ada yang berbeda dengan raut wajah dan sikap Nayla hari ini. Dan ia mengutuk itu karena ia takut hati yang dikunci terbuka kembali.

"Aku putus dengan Tendra." Ucap Nayla. Jerril terdiam, ia sedikit terkejut karena sudah pernah memikirkan tentang itu.

"Hm ..."

Keheningan kembali tercipta ... Hanya diisi playlist lagu dari ipod Jerril yang dicolok pada aux mobil.

"Aku tahu kau menyukaiku, Jer."

Degup jantung Jerril memacu cepat. Mengutuk siapapun yang memberi tahu pada Nayla tentang perasaannya.

Nayla menoleh kearah Jerril yang terlihat fokus pada jalanan yang didominasi lampu-lampu merah.

Jerril berusaha keras menelah kasar air liurnya. Bulir keringan bermunculan menandakan kegugupannya.

Ia menarik dalam nafas dan sepersekian detik menghirup nafasnya dalam.

Mungkin saat ini kesempatannya, mungkin saat ini waktunya, mungkin sekarang ia menyatakan rasa ... Mungkin ...

Nayla menatap lekat Jerril. Jerril menoleh kesamping dan menangkap tatapan mata Nayla. Tatapan yang pernah ia lihat ketika Nayla bersama Tendra diawal-awal mereka kenal.

"Ya, aku menyukaimu. Benar-benar menyukaimu. Jika kau tanya kenapa, aku juga tidak tahu. Maafkan aku menyukaimu atau mungkin bahkan mencintaimu."

Mata Nayla berkaca-kaca, terharu akan ungkapan Jerril. Hatinya terasa lega mendengar ungkapan cinta dari Jerril. Laki-laki yang telah berhasil mencuri dan memenuhi kekosongan hati yang selama ini tidak Tendra berikan.

Terlalu cepat? Tidak ... Hatinya mungkin selama ini menanti itu.

"Jer ..."

"Nay ..."




Apa nih mgil" huhix gimana Minul

Tbc

Menujumu (Twice)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang