Kesepuluh

114 24 27
                                    

Seperti pada minggu-minggu sebelumnya, Tendra dan Nayla menghabiskan waktu kencan bersama mengunjungi Jl. Braga. Tidak ada bosannya mereka kesana, apalagi dekat dengan kawasan rumah Tendra di daerah Sudirman.

"Beb, aku mau ronde, ke cibadak yuk."

Tendra mengusap pucuk kepala Nayla dan mengangguk.

Berjalan beriringan tak cukup bagi Tendra. Tangan ia ulur untuk menggenggam jemari Nayla.

"Takut pacarnya kabur ya?" Goda Nayla.

"Tidak ... Takut pacarnya nyasar. Soalnya masih kayak anak kecil."

Nayla mencubit lengan Tendra dengan gemas dan di balas tawa terbahak Tendra.

Mereka menyusuri jalan Bandung menuju daerah Cibadak

.

"Beb, habis ini ke rumah ya? Mama mau kasih barang katanya."

"Oke ..." Mata Nayla tertuju pada tukang bola ubi.

"Bentar, aku beli bola ubi dulu."

"Sudah ..."

"Buat ngemil?"

Nayla menggeleng, "Bukan ... Buat Jerril. Dia suka banget bola ubi."

"Memangnya di titip?" Sejujurnya ada sedikit rasa cemburu di hati Tendra.

Mengingat Nayla dan Jerril tinggal di bawah 1 atap yang sama digambah dirinya yang sangat sibuk di kampus sebelah hingga hanya bisa menghabiskan waktu sebentar bersama Nayla.

"Tidak ... Ayo ke rumahmu."

Dirumah, mama Tendra memberikan Nayla 2 kotak makanan. Rupanya mama Tendra baru membuat kue dan belajar membuat kimchi, makanan khas Korea.

"Semoga enak ya, tante baru belajar." Mama Tendra sangat menyukai pribadi Nayla sampai-sampai mengutamakan Nayla di banding Tendra sendiri.

"Iya, tan, pasti enak dan akuakan  minta buatkan lagi. Heheh ..."

"Benar ya. Harus makan sehat ya, jangan makan sembarangan." Pesan yang selalu mama Tendra katakan untuk Nayla.

"Yasudah, ma. Aku antar Nayla dulu."

"Aku naik ojol saja."

"Jangan, biar Tendra antar kamu."

"Ayo ..."

"Pamit pulang dulu, tan."

.

Ketuka pintu membangunkan Jerril yang tengah menguap mengerjakan tugaa model bisnisnya.

"Ya? Oh, Nay ..."

"Sudah tidur?"

"Belum, mau masuk?"

"Bentar boleh?"

Jerril menyampingkan tubuhnya agar Nayla bisa masuk ke kamar Jerril.

Aroma maskulin tercium oleh hidung Nayla. Suasana kamar Jerril begitu tenang dengan lampu temaram.

Pintu di biarkan terbuka oleh Jerril, awas-awas agar tidak ada berita aneh-aneh nantinya.

"Ini ..."

Satu kantong kresek berisi bungkusan bola ubi Nayla berikan.

"Wah, bola ubi. Terima kasih." Nayla tersenyum melihat Jerril melahap 1 bulat penuh bola ubi.

"Masih garing kan?"

"Ya sedikit garing. Tidak masalah, tetap enak." Puji Jerril lagi dan mengambil 1 bola ubi. Ia sodorkan untuk Nayla.

"Buatmu saja."

"Yakin tidak mau? Enak loh. Gratis soalnya."

"Heheh ... Dasar."

.

Jiarra baru pulang dari rapat. Ia menjadi panitia pelaksanaan kegiatan malam amal jurusan HI.

Diliriknya pintu Jerril yang terbuka.

"Wah, sedang apa kalian berdua!?"

"Kau baru pulang, Ji? Ini bola ubi."

"Mau, aa, suapi aku. Tanganku kotor."

Dengan jahil, Jerril mendorong sebulat penuh bola ubi ke dalam mulut Jiarra.

Nayla terbahak melihat Jiarra kesal namun tetap mengunyah bola ubi dimulutnya.

"Awas ya kau!!" Jiarra menjewer telinga Jerril, namun Jerril malah semakin tertawa.

"Sudah ... Aku kembali ke kamar duluan. Aku mengantuk. Selamat menikmati, Jer."

"Terima kasih ya, Nay."

Jiarra melirik kearah Nayla yang sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Dari Nayla?"

"Ya ..."

"Kau, benar menyukainya? Ingat dia sudah punya Tendra."

"Aku sedang berusaha, menghapus rasa. Kau tenang saja. Sana ke kamar mu." Jerril mendorong keluar tubug Jiarra tak lupa memberikan sisa bola ubi untuk Jiarra.

"Habiskan ya!"

Pintu di tutup.




Like yok ... komen juga asik

Tbc

Menujumu (Twice)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang