Kini para orang tua keluarga Juan tengah merundingkan bobot bibit bebet dari calon pria tersebut. Karena walaupun janda harus tetap du pertimbangkan bukan?
Juan tak ikut berbicara, hanya mendengarkan sambil sesekali memegang pelipisnya yang sedikit sakit. Rasanya sama seperti saat dirinya hendak menikahi Mira, keluarganya yang heboh dan dirinya hanya duduk manis.
Namun yang ini sedikit berbeda, karena Juan menikahi Mira setelah menjalin hubungan selama 2 tahun, sementara yang ini dia bahkan tidak tau wajahnya.
"Juan" panggil pamannya, Juan tentu menoleh pada si pemanggil dan menampakkan raut wajah bertanya.
"Semuanya baik, le"
Juan hanya tersenyum, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Haruskah dia senang karena buah hatinya akan memiliki sosok perempuan yang menjadi ibu?
"Tapi dia punya satu anak gadis, gapapa to le?" Juan bimbang sesaat, jika begitu artinya dia akan menafkahi 3 orang. Sebenarnya dia tidak kesulitan finanasial, hanya saja sedikit aneh bila begitu.
"Juan gapapa kok mas, ya kan le?" tanya budhe lalu menoleh pada Juan, Juan hanya tersenyum dan seisi ruangan bersorak syukur.
"Secepatnya kita ke rumahnya buat lamar Syifa, din" ujar sang paman pada budhe.
"Iya mas" budhe beranjak dari duduknya dan mencari handphone untuk mengabari temannya.
"Juan mau ke luar dulu" pamitnya, Juan langsung pergi dari ruangan tersebut tanpa menunggu budhe.
Namun sepertinya keputusannya salah. Seluruh mata di sana tertuju pada Juan dan seolah olah bertanyaa kan keadaan sekarang. Juan hanya melalui mereka dan kembali duduk di tempatnya tadi.
"Gimana mas?"
"Yo gitu" Juan mencari korek untuk mematik rokok yang sudah berada di bibirnya.
Sepupunya memberikan korek padanya. Juan mematik rokok dan menyesapnya dengan penuh kenikmatan, tidak ada yang bisa menggantikan rokok di keadaan seperti ini.
"Tak do'ain semoga calonmu cantik mas"
"Cantik itu ga penting, gimana dia ke Jian itu yang penting"
"Iya seh"
Pembicaraan mereka terus berlanjut, namun Juan kembali terdiam karena terhanyut dalam pikirannya.
•••
Karena keluarga Syifa telah berunding tentang segala hal, wanita tersebut dapat sedikit bernafas dengan lega. Tanggal lamaran telah di tentukan, dan prediksi Syifa pernikahan akan di lakukan dalam kurun waktu 3 bulan.
Syifa bahkan belum mengenal sosok calon suaminya, apakah menikahi pria tersebut adalah pilihan terbaik? Astaga, Syifa adalah wanita berusia 34 tahun yang sebenarnya bisa mencari pasangannya sendiri, tapi kenapa dia di perlakukan seperti gadis 20 tahun yang siap menikah dan di carikan pasangan oleh orangtuanya?
Bahkan Syifa tak mengetahui watak dari calon suaminya, dia hanya mendapatkan sedikit informasi dari ibunya. Tentang siapa nama pria tersebut, dimana dia bekerja, berapa lama dia menduda dan banyak lagi. Namuan Syifa tetap tidak bisa tenang memikirkannya.
"Siap siap ya Syifa, lusa jam 9 pagi Juan sekeluarga mau ke rumah ibumu" ujar bibinya. Syifa hanya menghela nafas, wanita tersebut tak tahu harus bagaimana.
Yesterday, 9 am
Syifa telah bersiap dengan balutan kebaya berwarna biru tua dan polesan riasan tipis tipis. Syifa tak terlihat seperti wanita berusia 34 tahun, bahkan bila di sandingkan dengan putrinya mereka akan terlihat seperti adik kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duren & Jakem
General Fiction"Budhe kenalkan sama anak temennya budhe mau? Janda kebetulan, kan kamu ga suka gadis" copyright © 2023 by dichanaya