Part kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Bacanya pelan saja, sambil diresapi.Terdapat adegan kekerasan di dalamnya, mohon kebijaksanaan dari kalian semua!! Kalau nggak sanggup, jangan di baca. Sudah aksara peringatkan lho, ya.
"Kalian lepaskan saya! Saya mau menemui laki-laki itu!!"
"Tahan dia! Jangan biarkan dia lepas!"
Suara Arini menggema di setiap sudut ruang sempit dimana dirinya terikat selama dua hari di sini. Perempuan itu melirik tajam pada sosok sang suami yang hanya berdiri memperhatikan nya dalam diam.
"Katakan! Katakan dimana anak saya! Kalian yang menculik dia, 'kan?! Katakan dimana dia sekarang!"
"Mati."
Jawaban itu membuat napas Arini tercekat. "Rian! Brengsek kamu! Kamu yang sudah membohongi saya! Kurang apa saya selama ini?!"
Laki-laki bernama Rian itu terkekeh kecil. "Punya istri bodoh seperti kamu, sayang sekali kalau nggak di manfaatkan. Ternyata memang beneran bodoh. Rela mengorbankan anak sendiri."
"Kamu yang membohongi saya! Kamu yang mengatakan, jika Asta akan tetap baik-baik saja! Kamu pembohong!!"
"Kamu sendiri sudah tahu juragan itu siapa. Tapi masih saja tertipu. Itu artinya memang kamu yang bodoh. Bukan salah saya."
"Kembalikan anak saya, brengsek!!"
"Terlambat, Arini, terlambat hahaha!!"
Kalau saja, kalau saja dulu Arini mau mendengar setiap ucapan Asta tentang Rian, mungkin hari ini tidak akan pernah terjadi, kan? Jika saja, jika saja Arini bisa melihat cinta lewat tatapan mata Rivaldi, mungkin tidak akan ada yang harus berkorban, kan?
Dunia memang tidak adil. Tapi dunia bukan diciptakan untuk mencari keadilan.
Sekarang Arini hanya berharap, jika Rivaldi bisa menyelamatkan Asta secepat mungkin. Tidak peduli bagaimana nasibnya setelah ini, Arini hanya mau mendengar kabar baik tentang putranya, tentang anaknya.
"Ambil nyawa saya. Ambil semua yang saya punya. Tapi tolong, biarkan Asta pulang. Tolong Rian. Saya sudah meninggalkan Rivaldi untuk kamu, saya sudah membenci putra saya untuk kamu, dan saya juga sudah melakukan semua yang kamu mau. Kali ini saja, tolong kabulkan permintaan saya. Tolong Rian ...,"
Tidak merasa iba sama sekali, Rian justru menaikkan sebelah alisnya. Menatap remeh ke arah Arini yang tidak berdaya. "Saya bilang sama kamu, semua sudah terlambat Arini. Sudah benar-benar terlambat. Ini salah kamu sendiri. Kalau dari awal kamu memang sayang dengan anak itu, nggak mungkin kamu langsung setuju dengan persyaratan juragan. Nyatanya, kamu lebih cinta saya dibanding anak kamu sendiri, 'kan?"
Memang benar. Semua yang Rian katakan adalah kebenaran. Jika Arini memang mencintai putranya, tidak mungkin Arini setega itu untuk menyerahkan sang putra kepada orang asing, yang sebenarnya Arini pun tahu siapa dia. Tapi nyatanya, Arini tetap membawa Asta, bahkan meminta anak itu melakukan semuanya untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Surat Terakhir Semesta
Ficção Adolescente⚠️ Banyak adegan kekerasan ⚠️ Jika ingin keadilan, dunia bukan tempatnya. @aksara_salara #030523