Bab 1. Terasa Asing

35 22 70
                                    

Pagi ini di kelasnya, Adora Siddiqah, sedang duduk menghadap ke tembok, mengintip gambar lukisan yang ada di dalam tasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini di kelasnya, Adora Siddiqah, sedang duduk menghadap ke tembok, mengintip gambar lukisan yang ada di dalam tasnya.

Lukisan dirinya yang tergambar di kertas tersebut terasa begitu hidup. Apalagi, lukisan ini dari Kakak kelasnya Kaif, dengan tujuan memberi sinyal perasaannya kepada Adora.

Adora masih mengintip lukisan tersebut sambil senyum-senyum, saat tiba-tiba saja sepasang tangan hinggap di kedua bahunya, mendorong Adora ke depan hingga kepalanya terbentur ke tembok dengan keras.

JDAK!

"Asstaughfirullah!" Adora meringis dan menggosok dahinya, karena menurutnya itu cara paling ampuh untuk menghilangkan nyeri. Padahal, memberantakkan hijabnya sih iya.

"Lo udah tahu belum, Ra?" Suara itu terdengar membuat Adora berbalik, melihat dengan sinis pada Zahra yang tampak kebingungan. Seolah ada bom waktu yang terpasang di badannya dan akan meledak.

"Apa yang lebih gawat dari kemungkinan gegar otak, karena kepalaku baru saja kamu jedotin ke tembok!" Adora bersungut dengan kesal. "Merah enggak?"

Zahra, gadis yang rambut panjangnya suka di kuncir kuda itu menggeleng cepat. "Tahu enggak sih, hari ini ulang tahunnya, Naomi? Dan bakalan mentraktir satu kelas ke kantin."

Adora berdecak. "Iya, Naomi traktir satu kelas ke kantin. Terus?"

"Gue dengernya sih, wajib ikut."

"Wajib ikut?" tanya Adora memastikan.
Adora berharap, dia di perbolehkan tidak ikut ke kantin. Karena, dia sendiri tidak pernah ke kantin, pastinya tempat itu akan terasa asing baginya.

Namun, harapannya pupus begitu saja saat mendengar teman sebangkunya itu berkata, "Bentar lagi juga bakal ngomong sendiri ke lo."

Mendengar hal itu membuat jantungnya berdebar kencang, karena merasa panik dan gugup.

Debaran itu di iringi hawa dingin yang menyapu ke seluruh tubuhnya, membuat bulu kuduk Adora berdiri. Tepat seperti baru saja mendengar ucapan arwah yang masih gentayangan.

Berlebihan. Namun, rasanya semenggigil itu saat mendengar Zahra mengatakan undangan Naomi. Karena, sekali lagi, Adora sendiri tidak pernah ke kantin.

Zahra duduk di kursi sebelah Adora, melihat Adora yang tampak kesal dan masih tidak percaya. "Gimana dong? Tuh, Naomi udah masuk kelas."

Adora setengah berbisik. "Ya, bagaimana lagi. Aku enggak enak hati kalau nolak, karena dia sendiri yang ngomong secara langsung ke aku."

"Wah, wah, Naomi datang, Ra!" desis Zahra sambil menepuk-nepuk paha Adora. Tatapannya tertuju pada pintu di mana Naomi baru saja masuk lalu berjalan mendekati mereka.

"Hai Zahra, Hai Adora," sapa Naomi.

"I-iya. Hai juga, Naomi," balas Adora dan Zahra hanya tersenyum.

"Nanti istirahat ke kantin, ya," pinta Naomi. "Gue tau, lo enggak pernah ke kantin, tetapi hargai gue dong. Mau ya? Gue sengaja pilih hari ini karena kemarin kan pastinya lo puasa."

"Insya Allah, ya," jawab Adora dengan ragu.

Terdengar bel panjang yang hanya berbunyi satu kali. Pertanda waktunya pelajaran pertama di mulai dan siswa-siswi yang berada di luar kelas berhamburan memasuki kelas masing-masing.

"Gue harap lo datang. Gue ke bangku gue dulu," pamit Naomi.

Seperginya Naomi, Adora menatap Zahra. "Gimana ini, Ra?"

Zahra menoleh pada Adora, "Ya udah lo ikut aja. Lo tuh hampir delapan belas bulan sekolah di sini ya, tapi lo enggak pernah ke kantin sama sekali."

***

Setelah bel istirahat berbunyi, guru yang mengajar keluar kelas di ikuti seluruh penghuni kelas, terkecuali Adora yang masih bimbang.

Setelah bel istirahat berbunyi, guru yang mengajar keluar kelas di ikuti seluruh penghuni kelas, terkecuali Adora yang masih bimbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ayo, Ra. Lagian lo enggak puasa, kan?" desak Zahra.

"Aku gugup, Ra. Jantungku berdebar kencang banget," keluh Adora.

Zahra membuang nafasnya dengan kasar. "Please, ya. Lo jangan kayak orang jatuh cinta gitu deh! Ini cuma ke kantin, bukan ke KUA."

Tangannya memegang pergelangan tangan Adora lalu menariknya agar ke kantin.

Sesampainya di tengah pintu kantin, banyak pasang mata yang memandang ke arah Adora dan Zahra dengan ekspresi terpukau dan tentu merasa asing.

"Ayo masuk, Ra," paksa Zahra.

Tiba-tiba, Adora yang berdiri hampir terjungkal ke depan jika saja dirinya gagal menyeimbangkan posisinya.

"Asstaughfirullah!" Adora begitu terkejut karena ada yang menabrak bahunya.

"Minggir woi!" bentak seseorang yang kini berdiri di depan Adora.

Dan karena suara lantang laki-laki yang membentak Adora, dengan wajah menunduk Adora berkata. "Maaf."

"Yaelah, Genta. Sorry, dorry, strawberry deh. Enggak usah teriak juga gue denger. Gue duluan," pamit Zahra seraya menarik tangan Adora lagi.

Seseorang yang menabrak bahu Adora sekaligus membentaknya, merasa aneh.

Karena para siswi akan berteriak hanya cukup ketika melihatnya. Apalagi jika mengobrol dengannya, walaupun dengan nada yang membentak dan kasar.

Namun, terkecuali Zahra yang memang dengan terang-terangan tidak tertarik dengannya.

Seseorang tersebut adalah Genta Abimanyu, lelaki tampan yang seorang kapten basket yang multitalent.

Apa pun bisa dia lakukan kecuali berbicara dengan nada lemah lembut jika berhadapan dengan gadis-gadis yang tertarik dengannya.

Genta merasa asing dengan gadis yang bersama Zahra.

"Tunggu, Ra," panggil Genta pada Zahra.

Karena nama mereka sama-sama belakang Ra, maka Zahra dan Adora menoleh bersamaan. Hanya seperkian detik Adora memandang Genta, kemudian menunduk lagi.

"Apaan?" tanya Zahra.

"Dia, anak baru di kelas lo?" Genta terus memandangi Adora, walaupun hanya seperkian detik ia melihat wajah Adora, tetapi ada rasa berdebar ketika melihatnya.

"Oh dia," tunjuk Zahra pada Adora dengan dagunya. "Dia murid lama, masuknya juga bareng kita. Tapi dia nggak pernah ke kantin selama sekolah, dan ini baru pertama kalinya dia ke kantin."

"Ra? Sini." Terdengar teriakan seseorang membuat mereka segera menghampiri sang pemilik suara.

Genta menarik tangan Zahra yang hendak melangkah pergi. "Ra, tunggu!"

Zahra berdecak sebelum menunjukkan rasa kesalnya pada Genta. "Apasih bangsul! Gue laper! Mumpung dia mau di ajak ke kantin juga, apalagi dia nggak puasa."

Zahra melangkah pergi dan kali ini Genta tidak mencegahnya lagi.

"Namanya siapa ya?" gumam Genta. "Kayaknya sama-sama belakang, Ra."

Seseorang menggeplak bahu Genta. "Jangan ngelamun aja, ayo kita pesan makanan. Ngelamun nggak bikin kenyang,"

Genta pun melangkah menuju penjual makanan yang di inginkannya, di ikuti dengan teman-temannya.

Dinding PembatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang