BAB 6. Ingin Lebih Dekat

3 1 0
                                    

Seperti saran dari temannya saat dia mencurahkan kekesalannya tadi. Kini, Genta duduk di atas jok motor sportnya dengan pandangan menatap lurus ke depan, dengan sangat teliti mengamati sosok seorang gadis yang sedang berdiri dengan kepala tengok kanan kiri seperti ingin menyebrang.

“Apa gue tawarin anter dia pulang, ya,” ucap Genta bermonolog. “Biar sekalian gue tau rumahnya.”

Baru saja Genta menyalakan mesin motornya, tetapi ada sebuah angkot yang berhenti di depan gadis yang sedari tadi di pandanginya. Dan gadis tersebut masuk ke dalam angkot.

“Lah! Naik angkot,” keluh Genta. “Oke! Gue ikutin aja, pas hari minggu nanti gue kasih kejutan.”

Gadis tersebut adalah Adora Sidiqqah. Genta menarik gas motor sportnya membelah jalanan.

Benar saja, sekitar 15 menit perjalanan, Adora sampai di depan sebuah gang yang jalanannya lumayan lebar. Genta melihat Adora yang keluar dan turun dari angkot tersebut.

Setelah membayar tanpa memastikan angkot itu pergi, Adora melangkahkan kakinya masuk ke dalam gang dan di ikuti Genta yang mengambil jarak sedikit jauh agar tak di curigai jika saja nanti dirinya ketahuan.

Adora berhenti di depan sebuah rumah sederhana berwarna hijau dengan pagar yang berwarna hijau pula.

“Oh, ini rumahnya,” kata Genta. “Tunggu aku, cantik. Aku akan datang ke rumah kamu.”

Setelah beberapa menit mengamati rumah Adora, Genta yang hendak menancap gas motornya tiba-tiba terurung Karena melihat beberapa buah-buahan segar yang jatuh bergelinding ke arahnya.

Kemudian Genta turun dari motornya dan mengambil buah-buahan yang terjatuh.

“Ini, Bu. Buah-buahannya Ibu.” Genta melihat seorang wanita paruh bayar yang menenteng sebuah tas kresek berisi buah-buahan.

“Terima kasih, Nak. Tadi tiba-tiba kreseknya sobek, jadi buah-buahnya jatuh. Alhamdulillah, ada kamu yang bantu memungut buah yang jatuh,” ucap lembut wanita paruh baya yang kepalanya tertutup oleh kain lebar hingga menjulur menutupi tubuhnya.

“Sama-sama, Bu,” balas Genta. “Sesama manusia bukankah harus saling tolong menolong.”

Wanita paruh baya tersebut menjawab, “Betul itu, Nak.”

“Apa rumah Ibu jauh? Saya bantu bawa barang belanjaan Ibu yang lainnya,” tawar Genta.

Wanita paruh baya itu melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Nggak usah, Nak, terima kasih. Ibu nggak mau merepotkan kamu.”

“Saya sama sekali nggak merasa di repotin kok, Bu,” jawab Genta dengan tersenyum begitu tulus.

Genta mengangkat beberapa tas keresek yang tergeletak bebas di atas aspal tatkala wanita paruh bayar tersebut memungut buahnya yang terjatuh.

“Rumah, Ibu sebelah mana?” tanya Genta.

Wanita paruh baya tersebut berjalan lebih dulu memandu arah di mana rumahnya. Dan ... baru sampai di depan pagar rumah wanita paruh baya tersebut, Genta sudah di buat mematung ketika menyadari dengan jelas jika Genta berada di depan rumah Adora.

“Maaf, Bu. Serius, ini rumah, Ibu?” tanya Genta memastikan.

“Panggil Umi Rosdah saja,” pinta wanita itu. “Iya, ini rumah Umi. Sebentar ya.”

Wanita paruh bayar tersebut adalah Rosdah Afiqah, Ibu dari Adora Sidiqqah. Sama seperti Adora, kesehariannya memang memakai hijab. Namun hijabnya lebih lebar dan panjang.

“Baik, U-umi Rosdah,” kata Genta. “Oh iya, U-Umi. Maaf, karena sudah semakin sore, saya segera pulang karena nanti pasti di cariin Mamih saya.”

“Masya Allah, Anak penurut,” puji Umi Rosdah. “Kalau begitu, kamu mau kan untuk mampir ke sini, lain hari?”

Genta tersenyum, “Ma-mau, tetapi saya nggak janji ya, Umi.”

Saat Genta hendak meyalami tangan Rosdah, terdengar suara seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka berdua.

“Umi?” panggil seseorang itu. “Dia siapa?”
Seseorang itu mendekat, dan Genta mengulurkan tangannya guna menyalami seseorang tersebut sembari tersenyum.

“Saya, Genta,” jawab Genta tegas. “Saya hanya membantu Umi.”

Umi Rosdah yang yang mendengar panggilan tersebut langsung tersenyum. Sedangkan seseorang yang berdiri di hadapan Genta mengerutkan dahinya dan menatap Genta bingung.

“Saya fatih,” balas seseorang itu memperkenalkan diri. “Panggil aja, Bang Fatih. Karena lebih tua saya.”

“Siap, Bang,” jawab Genta. “Saya pamit pulang dulu.”

Genta menyalami seseorang yang memperkenalkan diri sebagai Bang Fatih. Ya, benar sekali. Bang Fatih adalah Abang Adora yang sangat overprotektif kepada Adiknya, sehingga siapa saja yang ingin mendekati Adora, harus merasa ketar ketir dulu saat berhadapan dengan Bang Fatih.

“Ya sudah, hati-hati di jalan, ya,” kata Bang Fatih.
“Jangan ngebut-ngebut,” imbuh Umi Rosdah.

Baru saja, Genta melangkahkan kakinya beberapa langkah. Betapa terkejutnya dia, mendengar suara seseorang memanggil ...

“Adora, bawakan yang itu.” Terdengar suara Umi Rosdah menyuruh Adora.

Karena Genta takut Adora tahu, dengan sedikit berlari ia menghampiri motornya dan kini motor Sportnya melaju membelah jalanan.
“Akhirnya, gue tau rumahnya,” gumam Genta saat di perjalanan pulang ke rumah. “Besok sabtu, Minggu aja gue ke rumah dia.”
***
Hari yang di nanti Genta telah datang. Dengan kemeja lengan panjang, perpaduan antara warna putih dan biru pada motif kotak-kotak kemeja tersebut, celana jeans berwarna putih, membuat Genta kesan tampannya semakin bertambah.
“Mih, Genta keluar sebentar ya, Mih,” pamit Genta mendekati Mamih Gita yang sedang menonton TV.
“Nggak pamit sama, Papih juga? Papihnya di lupain?” celetuk seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Genta.
Genta memutar tubuhnya ke belakang, menatap seseorang tersebut mulai dari atas hingga bawah. Bahkan memastikan, kaki seseorang itu menyentuh tanah.
“Papih pulang?” teriak Genta. “Ini beneran Papih, kan?”
“Iya, lah. Masa ada yang nyamar jadi Papih,” balas seseorang yang Genta panggil Papih.
Mamih Gita yang sedang duduk sembari memakan buah kiwi menyela, “Kamu mau kemana? Wangi banget.”
“Biasanya juga Genta wangi, Mih.” Genta memasang wajah cemberutnya.
“Tapi nggak sewangi ini, apa lagi wajah kamu bikin silau,” terang Mamih Gita. “Kayak bahagia banget gitu. Atau, kamu mau pergi ke rumah cewek?”
“Genta mau kerja kelompok, Mih,” Kelit Genta. “Makanya, Genta bawa tas.”
Glen Adhitama, Papih dari putra tunggal Genta Abimanyu. Dengan profesinya sebagai seorang pilot, membuatnya jarang berada di rumah. Bahkan, terkadang satu bulan, Glen bisa tidak pulang jika penerbangannya begitu padat.
“Udah ah, Genta pergi dulu, Pih, Mih,” pamit Genta, kemudian menatap Papihnya. “Kalau Genta udah pulang, mari mengobrol banyak hal.”
“Siap, Anak ganteng,” jawab Papih Glen. “Hati-hati di jalan.”
“Jangan lupa oleh-olehnya,” teriak Mamih Gita ketika Genta telah hampir sampai pada ambang pintu.
***
Karena hari minggu hari libur untuk kebanyakan penghuni bumi, sehingga jalanan sedikit macet. Namun tidak mematahkan semangat Genta untuk pergi ke rumah gadis yang berhasil membuatnya tertarik.
Dengan gesitnya, Genta melewati dan menyalip mobil atau pengguna jalan yang lainnya. Padahal dengan ukuran motor sportnya pasti sedikit susah jika harus menyalip dengan keadaan berhimpitan.
Genta telah sampai di tempat tujuannya, setelah turun dan meletakkan Helmnya pada tangki motornya, Genta melangkahkan kakinya memasuki teras.
“Selamat pa-,” ucap Genta terputus.
Seseorang menyela sapaan Genta, “Eh, eh. Ada, Anak ganteng.”
“Selamat pagi, Umi,” sapa Genta sembari tersenyum.
“Ayo, masuk ke dalam aja. Di ruang tamu ada tamunya Anak, Umi,” terang seseorang yang memanggilkan dirinya Umi kepada Genta.
Genta berhenti dari melangkahkan kakinya, ada debaran begitu kencang yang menguasai sang pemilik detak. Bahkan, tubuhnya tiba-tiba mematung, memberi isyarat jika hatinya sudah berpasti sedang jatuh cinta.
“Kalau gue nyatakan cinta, apa dia mau menerima ya?” Genta bertanya-tanya dalam hati, mengkhawatirka sesuatu yang belum pasti.
“Ayo, Nak,” titah seseorang yang membuyarkan lamunan Genta.
“U-umi,” panggil Genta. “Maaf, saya juga temannya Anak Umi, Adora.”
Umi Rosdah sedikit terkejut. Namun, kembali tersenyum. “Benarkah?”
Genta mengangguk, “Iya, Umi.”
“Ya, sudah ayo masuk dan bergabung dengan mereka juga. Pasti, kamu kenal kan?” Umi Rosdah mempersilahkan Genta masuk ke dalam dan ....
“Genta!” pekik Zahra yang begitu terkejut.
“Genta, ngapain kamu ke sini?” imbuh Adora yang tidak tahu menahu alasan Genta.
Debaran itu kini perlahan berdetak pelan, berganti rasa panas yang di rasakan sekujur tubuhnya. Ada sedikit sesak dalam dadanya.
Genta menatap seseorang yang akhir-akhir ini membuatnya kesal dan cemburu, seseorang itu bahkan dengan terang-terangan mendekati Adora. Genta sangat yakin, jika Adora menyukai seseorang itu hanya karena dia terlihat baik.
“I-itu, gue di suruh Zahra, ke sini,” bohong Genta. “Kita kan mau kerja kelompok.”
“Hah!!” teriak Zahra karena terkejut. Di barengi dengan teriakan Adora. “Apa!”
“Kalian mau kerja kelompok,” celetuk seseorang yang hanya mendengar suaranya saja, sudah membuat Genta terbakar.
Adora dan Zahra menatap seseorang itu dengan kebingungan, seseorang itu adalah Kak Kaif. Entahlah, dia lebih awal datang ke rumah Adora, yang kemudian datanglah Zahra yang sudah di minta Adora untuk datang juga ke rumahnya agar Adora tidak merasa hanya berdua saja dengan Kak Kaif.
“Lo, ngapain ke sini, Gen?” tanya Zahra. “Tadi lo bilang apa? Gue yang nyuruh lo datang?”
Genta begitu malu, tetapi tidak ingin juga harga dirinya terjatuh, Genta menatap melas kepada Zahra dan tatapan ini membuat Adora menahan senyumannya.
“Assalamualaikum.” Suara seseorang yang baru saja datang.
Adora mencium punggung tangan seseorang tersebut, begitu pun dengan Zahra. Kemudian Kak Kaif yang tidak tahu siapa seseorang itu, juga ikut menyalami.
“Waalaikumsalam, Bang,” jawab Adora. “Abang dari mana?”
Seseorang itu adalah Fatih As-sidiq, Kakak kandung Adora Sidiqqah. Fatih yang mengetahui Genta karena kemarin membantu Uminya, memberikan senyuman ramah pada Genta.
Lantas,
Berbeda saat menatap Kaif, tatapan tajam Fatih membuat Kaif tersentak dan menunduk takut. Adora baru menyadari itu dan mencoba merayu Abangnya.
“Abang masuk ke dalam ya,” pinta Adora. “Teman aku takut kalau tatapan Abang kayak gitu.”
Zahra tiba-tiba merasakan alam memanggilnya, sehingga meminta izin Adora untuk memberikan tumpangan kepadanya guna membuang hajat.
Sedangkan Kaif, telah merasa takut dengan tatapan Fatih, kini berpamitan pulang dengan alasan ada janji dengan temannya yang lain.
Di ruang tamu rumah Adora, kini hanya ada Genta dan Adora sang pemilik rumah.
“Ada apa kamu, ke sini?” tanya Adora kepada Genta yang baru saja di persilahkan duduk olehnya.
Genta menatap Adora yang tak menatapnya, “Aku,” ucap Genta, “ingin lebih dekat dengan kamu,”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dinding PembatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang