.
.
.pagi ini brian melihat dafa yang sedang turun dari tangga, ia sudah tahu bahwa hari ini dafa tidak akan sampai di sekolah, ia akan bolos bersama dengan pria aneh itu yang di panggil jeano
dengan segala pertanyaan dan memutarkan pikiran agar semua rencana ini gagal, brian tak bisa tidur, ia menghembus nafas kasar
dafa yang sedari tadi duduk menatap nya “ada masalah?” tanya dafa dengan pertanyaan yang sedikit sinis
brian menggeleng kepala “engga” jawab nya
jujur untuk menatap brian pun dafa enggan begitu malas untuk menyapa dan menatap pria aneh yang ada di depan nya, sungguh nasib bagi dafa candela, usia yang terbilang lebih muda dari brian, membuat dirinya menolak keras memanggil brian dengan panggilan kakak
sang ayah dengan segala ide membawa nya kedalam suasana yang ia benci, untung saja tidak semuda itu untuk mencuci otak nya karena brian si pengacau dalam rumah dan pengacau suasana hati nya
kembali lagi dengan suasana di rumah saat ini yang hening, brian berdiri dari tempat duduk dan pergi tanpa pamit atau sekedar membuka suara
“dasar ngga tahu diri” gumam dafa
. . .
dafa adalah murid baru yang datang lebih awal dari sebelumnya, bahkan ia terkejut akan kesunyian disekolah ini “siswa-siswi emang datang jam 07:30” ucap sang satpam yang muncul dari belakang membawa tongkat hitam
brian melihat ke arah jam dan benar!
brian adalah siswa yang begitu rajin dan siswa sangat taat pada aturan, bahkan ia tidak tahu harus ngapain.
oh god.
brian berpikiran kembali soal bolos dafa dan jeano, ia melihat pagar lalu mengalihkan pandangan nya pada satpam yang sedang meminum kopi
brian berlari kecil “ada apa?”
“dua orang siswa nanti akan bolos” dengan spontan satpam terkejut tanpa ekspresi, bagaimana anak berkacamata ini bisa tahu?
melihat ekspresi wajah satpam dengan segala pertanyaan, brian kembali membuka suara “saya nguping”
“emang siapa yang mau bolos?”
“dafa jeano”
satpam menghembus nafas kasar lalu kembali minum kopi “saya tu cuman rakyat biasa yang kerja disini—saya mana berani negur anak kepala yayasan”
brian mengerut kening “kenapa ngga bisa?”
“dulu saya punya temen 1 orang, kami berdua memang selalu kerja jadi satpam di sekolah ini enak, untung-untung dapat gaji lumayan gede—suatu hari temen saya di pecat karena negur den jeano”
“emang selalu gitu kok” sahut lucas yang melihat dua orang yang berbincang “hai” sapa Lucas kepada brian
“hai pak”
“duduk den”
lucas pun duduk di samping brian yang baru saja duduk ketika mendengar cerita pak satpam “hanya orang kaya yang berkuasa, karena duit mereka lebih banyak— tapi menurut gue itu norak” jelas lucas
“pak sukedi itu satpam terlama disini, dia bahkan udah di kenal oleh murid, guru maupun warga di sekitaran sini— tapi dengan tolol nya manusia kurcaci itu ngelakuin itu semua demi kesenangan dia sendiri”
brian mendengar itu dengan seksama “kalau karena hal itu kenapa bokap nya ngga marahin dia, karena tahu dia bolos?”
“ibarat kata lo numpahin kuah dan karena takut ketahuan ibu lo, dan lo sembunyiin rahasia itu dan bersihin itu dengan kain”
KAMU SEDANG MEMBACA
my boy (chu)
Teen Fictiondua remaja yang di pertemuan untuk saling melengkapi satu sama lain.