Bab 8

125 13 5
                                    

Hai, up lagi...
Terimakasih buat yang udah baca, terimakasih juga buat yang udah mengapresiasi, baik dengan vote, comment, pesan, dan juga mengikuti akun ini.

.

Di sebuah rumah besar yang terletak paling ujung di perumahan, penghuninya nampak tengah berkumpul di ruang keluarga dengan aktivitas masing-masing.

Suara yang berasal dari hp Irene memecah keheningan yang tercipta sesaat tadi, deringan nyaring itu langsung berhenti kala jemari Irene mengusap layar hp-nya ke atas. Setelah menjawab salam, dengan tidak sabar ia langsung menanyai si penelepon,

"Udah dimana pak? Kok masih belum sampai?" Jawaban dari lawan bicaranya membuat Irene mengerutkan kening, ia mendengarkan dengan seksama sebelum berucap,

"Kalau gitu pak Kus tunggu aja disana, biar saya aja yang jemput."

"Kenapa ma?" Cindy mendekat setelah mamanya menjawab salam dari pak Kus.

"Pak Kus nabrak pejalan kaki yang sembrono menyeberang, untungnya nggak parah. Pak Kus sekarang lagi di puskesmas dekat situ. Mama mau kesana dulu, sekalian mau jemput Yerim aja. Mama pergi dulu ya." Irene menatap anak-anaknya lalu segera mengambil kunci mobil dan berjalan tergesa keluar rumah.

"Ammar ikut ma." Irene mengangguk mengiyakan keinginan anak lelakinya itu.

"Belum sampai disini aja udah ada masalah, gimana kalau udah tinggal disini?" Fay, satu dari dua orang anak perempuan yang tinggal di ruangan itu berucap sinis setelah kedua orang itu pergi.

"Fay, hati-hati ngomongnya." Gadis yang lebih besar menasehati saudarinya yang agak keterlaluan menurutnya.

"Fay benar kan?" Cindy, sang kakak hanya menatap adiknya tanpa berkata apa-apa.

"Emangnya nggak papa dia tinggal disini kak? Fay nggak mau ada dia." Fay akhirnya pasrah melihat sang kakak hanya diam, ia menurunkan bahunya dan menatap sendu ke bawah.

"Kenapa? Dia adik kita juga kan? Dia mau tinggal sama siapa sekarang? Neneknya udah meninggal." Cindy berucap santai seperti biasa sambil mengendikkan bahunya.

"Hm, Fay nggak siap aja harus jadi kakak nantinya."

"Kemarin-kemarin pas berantem sama Hazel, sama Ammar, Fay semangat banget minta tambah adek. Sekarang udah ada, bersyukur dong."

"Kan kemarin kak, sekarang beda."

"Beda gimana? Allah mendengar do'a Fay kemarin. Mau minta adek, langsung ada, langsung gede." Fay cemberut mendengar setiap kata yang diucapkan Cindy.

"Udah ah, mending Fay mandi dulu. Jam berapa sekarang nih?"

"Ish kakak!"

"Kenapa?"

"Iya kak, iya."

Setelah adiknya pergi, Cindy duduk di sofa single yang menghadap ke arah pintu rumah dan termenung disana. Sebenarnya ia lebih tidak menerima dibandingkan Fay, keadaan ini terasa berat untuk dijalani setelah mereka mengetahui rahasia besar mengenai Yerim.

Malam itu Irene menjawab pertanyaan mereka di pagi hari, Irene menceritakan semuanya, tentang siapa bu Fatma, siapa Yerim, apa hubungannya dengan mereka. Suasana malam yang begitu suram untuk diingat, mereka tidak bersuara sedikitpun hingga Irene selesai bercerita. Tidak menyangka bahwa keinginan Fay untuk memiliki adik di pagi hari bisa terwujud di malam harinya.

Hanya Ammar yang tampak dewasa menyikapi, ia segera berpindah dan merangkul untuk menguatkan Irene. Hazel juga ikut merangkul mama dalam diam. Mereka tiba-tiba linglung. Apalagi Fay, dia sangat shock mengetahui kenyataan bahwa dia benar-benar akan memiliki adik disisinya.

Mereka sulit mempercayai kenyataan mengejutkan itu, hanya saja mereka mengerti bahwa keputusan merawat Yerim juga tidak mudah bagi Irene. Ini adalah perjuangan dan pengorbanan panjang, mereka harus melakukannnya bersama-sama.

Cindy sendiri memutuskan bahwa ia akan menerima meski berat. Ia akan berusaha memenangkan pertarungan batin antara kebencian dan kasih sayang yang mungkin hadir di hati nantinya. Ia tidak akan membiarkan mereka dihancurkan oleh perasaan negatif saat anak itu ada disini. Ah, namanya Yerima, bukan anak itu.

"Okay, mudah-mudahan dia nggak kenapa-napa. Aku harus berusaha menjadi kakak yang lebih baik lagi. Sekarang adik bakal nambah satu di rumah ini. Huuh." Cindy menghembuskan napas berat, lalu memutuskan untuk melangkah ke dapur.

"Kak Ana, ibu mana? Cindy mau makan mie goreng deh. Mumpung mama nggak di rumah." 

Cindy berjalan melewati Ana yang baru saja keluar dari dapur, Ana merupakan anak buk Eno yang bekerja di rumah mereka. Ana sedang libur karena dosen pembimbingnya ke luar kota selama seminggu, jadi ia memutuskan untuk membantu bu Eno di sini. Buk Eno sudah menjadi bagian dari keluarga mereka sejak lama, menjadi ibu kedua yang seringkali menuruti permintaan mereka, tentu saja untuk hal-hal yang sering dilarang oleh Irene.

"Ibu di dapur lagi beres-beres. Nanti kalau mama-nya tahu, Cindy bisa kena marah lho." Cindy berbalik begitu mendengar kata-kata Ana.

"Ih makanya kakak jangan kasih tahu." Ia kesal dan memukul pelan lengan Ana.

"Hahaha, iya deh iya. O ya, Yerim jam berapa sampainya nanti?"

"Oh, Yerim udah sampai kok. Cuma tadi pak Kus nggak sengaja nabrak, jadi mama ke lokasi terjadinya perkara deh." Cindy menanggapi dengan santai sambil meneruskan jalannya ke dapur. Ana yang terkejut malah mengikuti Cindy,

"Nabrak gimana? Terus gimana? Siapa yang ditabrak."

"Ah kakak, mana Cindy tahu. Nanti aja deh kakak tanya sama pak Kus cerita lengkapnya, Cindy mah nggak tahu apa-apa. Mending sekarang kakak bantuin Cindy bikin mie goreng yuk." Ana memutar matanya kesal dan berjalan keluar lagi, Cindy jadi tertawa terbahak melihat raut tak enak yang dilayangkan Ana padanya.

"Ah, untung aja kak Ana lagi disini, lumayanlah ada yang bisa diusilin." Cindy mengendikkan bahunya lalu memanggil buk Eno dengan suara merdunya,

"Ibuuuu, dimana ibuuuuu..."

.

Tbc...

.

Hai,,,

Maaf ya slow update. Penulis kadang malah penasaran sendiri dengan kelanjutan cerita ini, mau dikemanain ini cerita? Gimana cara ngelanjutinnya? Gimana sih biar dapat ide dan lancar mencurahkan isi pikiran ini? Gimana ya caranya supaya cerita ini menjadi seru dan bermanfaat?

Terimakasih buat pembaca yang udah setia menunggu.

Buat yang bersedia mampir dan baca cerita ini, kasih pendapat dong tentang part ini, penulis berharap menemukan sehelai motivasi untuk menulis part-part selanjutnya.

Mohon dukungan ya para pembaca yang baik.

Jangan lupa vote comment and share ya!!!

Thank's for reading...

INNOCENT STEPDAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang