04. Gengsi

11 1 0
                                    

Miko itu gengsinya gede.

Cemburuan juga.

Setelah melihat teman-temannya menggendong adik bayi, Miko jadi ingin melakukannya juga.

Masa dia kalah sih sama Icha yang kaya bocah?

Bocah aja berani gendong bayi, masa Miko yang udah dewasa nggak berani?

Malu dong!

Miko juga kesal sama adik bayinya itu!

Kenapa waktu sama Miko mereka cepat banget nangisnya, tapi pas sama teman-temannya adik bayi malah seneng, ketawa-ketawa?

Dasar, adik pilih kasih!

Begitu pikir Miko.

Padahal Miko yang nggak pernah gendong adik bayi, adik bayi diem aja tuh, nggak protes.

Nggak nangis minta di gendong sama Miko.

Mikonya aja yang baperan!

"Miko nggak mau gendong adik bayi juga?"

Mauu! Mau banget!

"Enggak,"

Aih, kenapa jawabannya lain di bibir? Harusnya 'kan Miko jawab 'mau'!

"Loh kenapa sayang? Miko 'kan nggak pernah gendong adik bayi, masa nggak kepengin gendong sih?"

Mau Bun, Miko mau banget, tapi Miko nggak mau di pipisin adik! Bau!

"Hah? Serius Bun, Miko nggak pernah gendong kembar?"

Hei, liat wajah gadis polos itu! Seperti meremehkan Miko saja!

Bunda mengangguk, "Iya, Miko belum pernah gendong kembar, mungkin Miko takut melukai adiknya."

"Luka kenapa Bun? 'kan gendong bayi nggak perlu bawa pisau," tanya Icha dengan wajah polosnya.

Tapi Miko membenci wajah itu!

Polos-polos berbahaya!

"Bukan luka itu Cha, mungkin Miko takut salah pergerakan saat gendong kembar, itu bisa membuat badan kembar terasa sakit," kata Bakti menjelaskan.

Halah, ribet amat jelasinnya, tinggal bilang 'kecengklak' gitu aja, harus pake muter-muter segala!

Icha mengangguk mengerti, "Ou, berarti Miko nggak mau gendong kembar dong, Bun?"

"Belum mau Cha! Bukan nggak mau!" ucap Willy dengan tegas.

Willy itu kesal sama Icha yang lemot, sering salah tanggap juga! hish!

"Ouh, beda ya, Wil?"

Pake nanya lagi!

Kapan mereka pulang sih?

Baru kali ini Miko mengharapkan teman-temannya agar cepat pulang. Padahal biasanya Miko berharap mereka main lebih lama di rumahnya.

Miko itu sakit hati, melihat adik bayinya lebih suka teman-temannya daripada abangnya sendiri.

Mocha Mochi nggak adil!

Miko memilih untuk keluar rumah dari pada terus-terusan bersama mereka. Miko tidak menyukai teman-temannya yang menggendong adik bayi.

Adik bayi itu miliknya!

Hanya miliknya!

Mau bilang seperti itu tapi Miko malu.

"Mau kemana, Ko?" tanya Bakti saat melihat Miko beranjak dari duduknya.

"Mau ngeringin Blue, tadi lupa belum dikeringin," jawab Miko tanpa menoleh ke Bakti.

Bukannya tadi motor Miko sudah bersih, ya? Sudah kering juga, pokoknya udah kinclong, lalat menclok aja kepleset.

Tapi mengapa Miko bilang demikian?

Ah, Miskha tau!

"Em Bun, kita pamit pulang dulu ya, udah mulai siang, aku belum nyuci," ucap Miskha sembari mengembalikan Mochi pada bunda.

"Loh kok pulang sih? Icha 'kan masih mau main sama kembar," Icha tampak tak mau meninggalkan Mocha.

Miskha mengkode Willy dan Bakti menggunakan gerakan mata.

"Sekarang pulang dulu ya Cha, besok main lagi, kembarnya mau bobo dulu," ucap Bakti dengan lembut.

Ya, memang harus seperti itu ketika berbicara dengan anak kecil. Harus dengan lembut, sabar, dan jangan lupakan untuk selalu tersenyum.

"Kenapa cepet banget sih? Biasanya juga sampe sore," ucap bunda pada mereka.

"Icha mau di sini aja, ah! Icha pulangnya nanti," kata Icha semakin kencang menggendong Mocha.

"Cha ...,"

Icha mendengus kesal, "Ya udah deh, ini Bun,"

"Iya Bun, aku lupa belum nyuci baju," jawab Miskha sembari mengambil tas gendongnya yang semula ia letakkan di atas kasur.

"Besok main lagi ya, kayaknya kembar suka deh sama kalian," ujar nenek Miko.

Mereka tidak tau, Miko di depan sana sedang mengelap-elap Blue sembari menahan tangis.

"Gini amat hidup gue ...."

Miko menarik napasnya dalam-dalam. Cowok itu kemudian melipat kanebo dan meletakkannya di jok motor.

"Sabar, sabar ...."

Memasukan motornya ke dalam garasi, Miko langsung masuk ke dalam rumah dan bergegas ke kamar. Tak perduli teman-temannya yang masih ada di rumahnya.

***

"Loh? Bunda kira kamu lagi main," kata bunda saat melihat Miko menghampirinya di dapur.

Miko menggeleng, tampak sekali cowok itu baru bangun tidur, "Enggak Bun, Miko tidur di kamar."

Miko menarik satu kursi dan mendudukinya. Ia kemudian menuangkan air putih ke dalam gelas, dan di teguknya air itu hingga tandas.

Jakunnya bergerak naik turun, seirama dengan masuknya air ke dalam kerongkongan. Membuatnya semakin terlihat lebih uwaw!

"Besok hari Minggu Miko ada acara nggak?" tanya bunda yang sudah duduk bersebrangan dengan kursi yang Miko duduki.

Miko menggeleng, tumben bunda mengajukan pertanyaan yang jarang diajukan.

"Temenin bunda mau nggak?"

"Kemana, Bun?"

"Ngajak adik jalan-jalan, di sekitaran sini aja, mau?"

Wah ... tawaran yang menarik.

Tapi, adik bayi 'kan belum punya kereta bayi, bagaimana cara mengajaknya jalan-jalan?

"Jalan kaki, Bun?"

Bunda mengangguk, "Iya, kamu besok gendong adik, ya?"

"Tapi ...,"

Miko aja nggak pernah gendong bayi, bagaimana mau ngajak adik jalan-jalan? Di seret?

"Nanti bunda ajarin," ucap bunda dengan lembut.

Miko mau di ajarin gendong adik, tapi ... lagi-lagi ia malu.

Malu, kenapa nggak dari awal aja dia minta di ajarin gendong adik?

Kenapa harus setelah ia melihat teman-temannya gendong adik bayi, Miko jadi mau juga?

Nanti bunda berpikir Miko kesirian.

Miko 'kan jadi malu!

Walau itu kenyataannya!

Argh!

Semarang, 9 Juli 2023

MIKOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang