Joline Davidson. Gadis muda yang terkenal dengan kemampuannya bermain piano mengiringi teater-teater besar di Dexlin. Dan gadis muda itu adalah, aku.
Sebenarnya, kehadiranku memang sedikit mengejutkan. Apalagi bagi para pianis-pianis muda yang jauh lebih lama mampang di dunia musik dan teater. Aku hanya butuh waktu satu tahun, mengikuti 3 teater besar, dan boom! Nama panggungku alias JD meledak dan menyebar ke seluruh penjuru Dexlin. Sebenarnya sedikit berlebihan, tapi itu kenyataannya.
Aku tinggal di Butterworth Street no. 3, rusun besar atau lebih tepatnya apartemen walaupun sedikit lebih mirip dengan losmen. Berris House merupakan salah satu yang terbaik diantara apartemen di sekitar Butterworth. Setidaknya, kami memiliki dua kamar, satu dapur, ruang tamu, dan balkon.
Pekerjaanku sehari-hari selain menekan tuts? Aku membuka bimbingan baca dan tulis bagi anak-anak, khususnya yang berusia 5 tahun sampai 12 tahun. Aku memberikan penawaran bimbingan secara private kepada para orangtua, muridku hanya ada 5, itupun aku tak berniat menambah jumlahnya.
Keluarga? Ayolah, aku ini tinggal sendiri bung! Aku kabur dari rumah saat berusia 17 tahun. Lalu tahun ini aku menuju ke 19 tahun, sudah cukup lama rupanya. Ada lagi yang ingin kau tanyakan? Berhenti, lidahku mulai pegal menjawab seluruh pertanyaan yang bisa kau cari jawabannya di internet.
~
"Jolie!! Aku membawa berita untukmu! Lihat, wawancaramu kemarin sepertinya lancar ya, aku membawa tiga halaman dari cetakan yang berbeda, tapi tiga-tiganya sama-sama meliput tentangmu. Waah selamat untukmu Jolie." Itu suara Trisha, salah satu pemain celo di orkestra trasina, mataku yang awalnya tertutup kini perlahan membuka. Aku berdecak malas,
"Tak perlu mengeraskan suaramu Trisha. Aku mendengarnya." Ucapku kesal. Trisha tertawa, senang karena berhasil mengganggu tidurku. Aku memelototinya.
"Ck! Kau ditunggu Orland di bawah. Apa kau tak merasa kasihan untuknya?" Nada bicaraku naik beberapa oktaf. Trisha dan Orland ada janji temu sore ini, mereka berdua memang berkencan sepanjang musim panas.
Trisha menepuk keningnya pelan, "Terima kasih sudah mengingatkanku sobat! Kutunggu masa lajangmu berakhir!" Suaranya itu lebih mirip toa, jadi ketika Trisha berteriak kuyakin telingaku bisa bengkak.
"Fuck you Trisha!" Umpatku yang dibalas tawa renyah olehnya. "Kalau kau bertemu pria tampan di antara teman-teman Orland tolong kenalkan padaku! Siapa tau aku cocok dengan itu." Pesanku yang hanya di jawab oleh dua jempol. Oke, Trisha pergi. Ini waktunya aku tidur kembali.
Aku mencintaimu kasur! Muach!
Tut tut tut tut. Suara dering telephone jadul itu memenuhi kamarku. Usai Trisha secara paksa membangunkanku dari tidur siang, aku tidak bisa tidur lelap lagi. Aku bangkit dari kasur, menata rambutku dengan jepit besar, lalu mengambil gagang telephone,
"Halo, dengan Joline Davidson disini." Ucapku saat terhubung dengan operator.
"Ya, saya kurir Dexlin Express, apakah ini benar nomor kamar 56? Ada paket untuk anda." Kurir itu menjelaskan alasannya menelpon diriku. Aku mematikan telephone dan segera berjalan untuk membuka pintu.
"Ya?"
"Halo nona, tampaknya anda memiliki paket yang sangat istimewa. Tolong tuliskan tanda tangan penerima disini. Ya, terimakasih banyak nona." Kurir itu pergi.
Aku menatap paket itu, benar itu ditujukan untuk nomor unit 56. Tapi seingatku, aku tidak memesan barang sebesar ini.
Aku membalik bagian lain, ah ... Sepertinya kurir itu tidak melihat nama penerima dengan baik. Disitu tertulis Jornada Grayn. Alias JA, violin terkenal dari orkestra besar yang memutuskan untuk vakum sejenak.
Tanpa berpikir, aku membawa kotak itu keluar menuju unit JA. Baru beberapa hari yang lalu aku mengetahui bahwa kami tinggal di apartemen yang sama. Dan aku tak mau membuang waktuku dengan menyimpan barang yang bukan milikku.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Violin
FanfictionAku seorang pianis yang cukup tenar di Dexlin, dan sering malang melintang di dunia teather. Aku butuh partner biola untuk mengikuti sebuah audisi musik klasik bergengsi. Lalu tanpa sengaja, aku mendengar tetangga apartemenku bermain biola. Aku sed...