PESUGIHAN

36 27 1
                                    

Awal 2015, saya mengantar seorang teman saya menuju Selatan Pulau Jawa. 27 jam perjalanan yang saya tempuh sampai lokasi, kondisi jalan nya sangat hancur, dan tidak mulus. Saya tidak begitu akrab dengan nya, tetapi dia sudah mengenal saya sejak lama.

Dia memiliki hidup yang sangat melarat, makan pun hanya sekali dalam sehari, istri nya meninggal karena sakit parah dan ia hidup dengan seorang anak satu satunya. Badan nya kurus, kurang gizi, sering dihina, dicaci maki, diejek, Hanya perkataan yang menyakitkan yang ia dengar setiap hari.

Ia dari jauh datang ke kampung saya hanya ingin mencari saya. Saking melarat nya dia, saking terlalu banyak nya sakit hati, sampai dia hilang iman sama akal sehatnya. Sehingga dia mencari kekayaan dengan cara pintas yaitu Pesugihan.

Sore hari dia datang ke rumah saya, setelah pembicaraan yang tidak penting, ia berbicara inti ke saya.

"sep, saya udah jual rumah reot saya ke tetangga sisa bayar hutang tinggal 6 juta lagi, saya mau minta tolong sama ente sep pokoknya ente mesti tolongin saya, sekarang ente sewa mobil disini tolong ente anter saya ke daerah ci****. ente tau kan? pokoknya biaya sewa mobil, bensin, makan, rokok, kopi saya yang tanggung duit 6 juta sisanya buat ente semua."

"saya udah banyak sakit hati sep, saya udah terlalu kenyang dihina, diejek, dicaci maki sama sodara sama tetangga sama semua orang, saya udah gak kuat hidup melarat, miskin susah segala - galanya tolong anter saya sekarang juga ke tempat itu saya yakin sama ente sep.. ente pasti tau jalannya ke tempat itu, sebab temen ente sendiri yang bilang... disini si yosep yang tau jalannya ke tempat itu ai yosep pernah disuruh bawain mobil ke tempat itu... temen ente yang bilang gitu ke saya." Ucap nya.

"heh sa'it mau ngapain ente kesono sehari semalem dijalannya juga terus kedalemnya juga jalannya parah angker sama rawan, kalau mau kesana kita jangan sampe kemaleman kalo kemaleman kita mesti nunggu pagi baru bisa lanjut jalan, ane gak mau. terlalu berat resikonya, ane masih pengen idup, anak anak ane masih butuh sama bapaknya. Mending itu duit pake modal usaha aja sama ente... dasar koplak Lu...istigfar Lu..." Jawab saya dengan perasaan sedikit kesal.

Ia tetap bersama pendiriannya, ia sudah persegi berbuat nekat, ia bermohon - mohon ke saya agar saya bisa membawa mobil ketempat itu. mau tidak mau saya mengatarnya.

Pukul 8 malam, saya mengatarnya ke tempat itu. saya meminjam mobil Suzuki Apv milik tetangga saya, saya hanya berangkat berdua dengan ia.

Pukul 2 dini hari saya istirahat sejenak ditengah perjalanan. Saya tidur sejenak, dan pukul setengah 4 saya terbangun, selesai meminum kopi, saya lanjut ke tujuan.

Pukul 11 siang, Kami sampai di tempat tujuan. Kami harus berjalan satu jam masuk ke hutan, saya jalan di belakang ia, saya hanya mengikutinya.

Tibalah kami di sebuah rumah panggung. Dari kejauhan, saya mencium bau kemenyan, dirumah panggung itu, saya duduk kursi bambu sembari merokok. Saya tidak meminum dan memakan apapun selama dirumah itu, orang yang punya rumah tidak pernah menegur dan menyapa saya, bahkan melihat saya pun pandangannya begitu aneh, sorot matanya tajam seram.

Tidak tahu apa yang mereka bicarakan, malam hari nya di mulai proses ritual. Tidak tahu ada apa dalam diri saya, tidak tahu mengapa mata saya selalu saja melihat hal yang tidak masuk diakal dan diluar nalar.

Melihat teman saya makan, saya langsung terasa mual ingin muntah. Saya langsung keluar, saya muntah, saya tidak suka melihat teman saya makan nasi dan lauk pauknya, apa yang saya lihat saat dia makan.

Awalnya saya hanya melihat nasi lontong, tetapi saat dibuka oleh dia, lalu yang saya lihat sebenarnya dalam daun pisang itu adalah ulat tanah sebesar betis, dia begitu lahap memakannya. Saya lihat ikan teri, tetapi nyatanya belatung, seperti belatung dari mayat manusia.

Saya tidak suka melihat semua yang ia makan, sontan saya selalu ingin muntah melihatnya.

Dilluar rumah, saya melihat sosok tinggi, besar, dekat pepohonan. Lidahnya panjang menjulur keluar, matanya melotot, badan nya berbulu kasar, bau bangkai, saya tidak suka melihatnya.

Setelah selesai ia makan, ia disuruh menyembelih seekor monyet. Saat ia menyembelih monyet itu, saya menangis melihatnya.

"ya Allah.. dimana hatinya teman saya itu, ditaruh dimana otaknya, bener bener bejat, rusak, haram jadah, jahanam itu orang, haus sama harta kekayaan sampai hati dia menukar imannya demi harta."

dia melihat hanya seekor monyet, tetapi yang saya lihat adalah anaknya sendiri yang dia sembelih. Anak nya menjerit - jerit. Dia meronta meregang nyawa, batin saya menjerit, hati saya menangis, anak kecil yang tidak berdosa harus meregang nyawa menjadi tumbal demi harta kekayaan.

Saya menyesal, saya merasa berdosa karena saya terpaksa harus mengantar dia ke tempat itu.

Semalaman telinga saya yang sebelah hanya mendengar suara tangisan dan jeritan juga rintihan didalam hutan. Suasana hutan begitu sangat mengerikan, saya takut, saya khawatir, hati saya tidak enak, batin tidak tenang, saya ingin segera pulang, saya tidak kuat lagi ditempat itu.

Pagi - pagi kami pamit untuk pulang, pemilik rumah hanya menatap tajam diri saya, tidak tahu apa yang dia lihat, di tengah jalan setelah kami keluar hutan, tiba tiba saya lihat teman saya bahwa badan nya telah banyak bulunya. Saya tidak bilang apa - apa sama dia, saya cukup diam.

Sesampainya dimobil, saya langsung berangkat. Mesin tidak dipanasin, saya tidak suka melihat teman saya itu. Saya benci, saya muak, kalau saja saya tidak ingat hukum, rasanya saya ingin membelah kepalanya,

Saat malam hari, di perjalanan, di kaca spion saya melihat sosok hitam duduk bertiga di jok belakang. Bola matanya melotot keluar, sepanjang jalan saya istigfar dan bertasbih dalam batin tanpa henti, saya berhenti di rest area, saya langsung makan dan saya menjauh dari dia.

Selesai makan, saya langsung tancap gas, bensin sudah terisi penuh, di jalan tol saya pacu mobil dengan kecepatan tinggi, pukul 2 siang, saya sampai di kampung di daerah bogor utara.

dirumah saudaranya, tempat dia menitipkan anak, semata wayangnya terlihat ramai banyak tetangga rumahnya berkumpul disana. Saya masuk kedalam, saya lihat anaknya meninggal. Ucap mereka, anaknya meninggal mendadak. Saya tidak kaget karena saya tahu penyebabnya.

Teman saya berlari menggendong anaknya sambil menangis, melihat dia menangis, saya semakin benci sama dia.

"dasar iblis... yang elu gendong itu monyet bukan anak Lu" gumam dalam batin saya.

saya tanpa berkata apa apa, tanpa pamit, saya langsung pulang. Sosok hitam dibelakang mobil pun tidak tahu kemana dan sampai sekarang saya tidak pernah lagi mendengar kabarnya, mungkin dia udah mampus atau lagi menikmati kekayaannya.

Semelarat melaratnya diri saya, semiskin miskinnya hidup saya, saya merasa lebih baik hidup seperti itu daripada saya menukar akidah dan keimanan saya cuma demi harta kekayaan.

————————————————————————

Cr : Yosep Suryaningrat
( On Qoura )

INCAR AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang