11. Menginap

5.1K 358 11
                                    






Khawatir akan terjadi keributan, Nada bergegas menengahi ---menerabas dua lelaki tampan yang kini saling bersitatap dengan gurat tegang, lalu berjongkok diantara Eila dan Anye. Menatap keduanya bergantian sambil tersenyum manis. "Ada yang sakit?" tanyanya, lembut. Dijawab dua bocah TK tersebut dengan gelengan. Tidak ada raut dendam di wajah mereka. "Syukurlah."

"Eila, ayo foto sama Papa sama Mama!" Janu meraih lengan si kecil, menariknya perlahan. Dan mau tak mau Nada mengekor di belakang. Menghaturkan maaf pada Rian lewat tatapan. Untunglah laki-laki itu agak waras dari mantan suaminya. Ayah Anye mengangguk tak masalah.

Sekarang Nada dan Janu berdiri di sisi kanan-kiri badut, sementara Eila di depan si badut. Anomali dengan Eila yang tampak cerah ceria, kedua orang tuanya justru terlihat kikuk. Berulangkali si fotografer mengintruksi agar menyunggingkan senyum, tapi senyum yang Nada maupun Janu suguhkan seperti terpaksa.

Entahlah.

Nada juga tidak paham, mengapa ia tidak bisa lepas seperti biasanya. Padahal kalau selfie bareng bocil kesayangannya, dia selalu lepas dan bebas. Tapi kali ini ... ck, apa mungkin karena di dekat mantan? Ah, sudah Nada bilang; pria itu terlalu istimewa untuk disebut mantan.

Hingga sesi foto berakhir, Nada menggiring Eila ke kursi tadi, istirahat di sana. Tapi si bocah mulai bikin kesal. Anak itu merengek minta susu, tentu saja Nada tidak mengindahkan. Dibiarkannya si kecil tantrum, buat Janu geregetan sendiri. "Nad, kamu nggak malu dilihatin orang-orang?" semburnya, judes. "Nyari tempat sepi bentar apa susahnya sih?"

Saran Janu memancing delikan Nada.

Kenapa harus nyari tempat sepi?

Oh!

Nada baru paham. "Mas, kamu mikir Eila ..." Menggigit bibir bawah, ia meneruskan, "... Eila masih minum ASI?" Menerka isi kepala Janu saat ini. Dan benar! Pria itu mengangguk ---walau gerakannya tampak ragu. "Ck!"

"Tapi kamu jangan ke-GR-an ya! Aku cuma ngasih saran doang kok," dalih Janu, dengan pipi agak merona. Tapi gengsi tetap berkuasa. "Ayok! Daripada anaknya nangis gitu. Aku jagain. Nggak akan aku lihat." Melanjutkan dengan nada pelan. Meskipun udah lihat semuanya dan aku nggak sadar.

"Apa sih!" dengkus Nada, kesal tapi juga malu.

"Kok apa sih?!" balas Janu, sewot.

"Eila," panggil Nada. "Coba jelasin ke Papa; Eila minta apa?" titahnya.

"Mimik susu," rengek Eila, disela tangis.

"Susu apa?" cecar Nada, memancing.

"Susu botol."

Tatapan Nada kembali pada Janu, mengedikkan dagu.

Seketika Janu tampak malu. "Oh."

"Sini, Mama mau ngomong sama Eila." Nada menarik pelan pergelangan tangan putrinya supaya mendekat, ia bimbing bocah empat tahun tersebut duduk di pangkuannya. Eila mendongak. "Eila nggak malu dilihatin Miss, temen-temen, sama ..." Melirik Janu sejenak, alis pria itu saling bertautan. Nada memutar mata kemudian kembali pada Eila. "... sama Papa?"

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang