Jam dinding menunjukkan pukul 8 malam. Setelah sholat isya, aku memutuskan untuk rebahan di tempat tidur sambil membaca novel favoritku. Rasanya lelah sekali setelah seharian bekerja. Aku ingin istirahat lebih awal. Lagipula semua pekerjaanku telah selesai. Baik pekerjaan kantor maupun pekerjaan rumah.Pak Adit menyusulku. Dia ikut merebahkan tubuhnya di sampingku. Tak berucap apapun, dia memejamkan mata. Aku juga enggan membuka percakapan. Kadang bahkan sering, kami mengalami situasi seperti ini. Terutama jika kami lelah dengan kerjaan masing-masing. Aku sendiri tak merasa canggung karena diperlakukan demikian. Kami tahu tentang quality time. Dan kami tahu waktu-waktu seperti ini seharusnya menjadi quality time untuk kami berdua. Kami seharusnya memanfaatkannya untuk bercengkerama dan saling memahami. Namun jika lelah, kami lebih suka saling diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Kalau sedang ingin bicara, biasanya endingnya kami berdebat dan adu mulut. Tenang, semua dalam konotasi positif. Lagipula lebih nyaman bagi kami untuk berdebat daripada romantis-romantisan.
Suara getaran ponsel di atas nakas memecah kebisuan di antara kami. Aku melirik ponsel siapa yang bergetar, ternyata punya Pak Adit. Namun empunya ponsel seolah enggan memeriksanya.
"Ada telepon, kenapa tidak diangkat?" Tanyaku.
"Bisakah kamu mengangkatnya?" Dia bertanya malas. Hmmm... Aku beranjak dari tidurku untuk menerima panggilan telepon itu.
Gerakan tanganku yang sudah akan meraih ponsel itu dari atas meja, terhenti. Melihat nama yang tertera di sana membuatku menimbang sejenak.
"Tak apa aku yang menerimanya? Bagaimana kalau hal penting?"
"Terima saja dan katakan aku lelah. Aku sudah istirahat."
"Yakin?" Tanyaku lagi. Kali ini aku menunjukkan siapa si penelpon ke hadapannya. Raut wajah Pak Adit sedikit berubah, hanya sedikit dan sekilas namun tak luput dari radar semutku.
"Terima saja." Ucapnya seolah cuek namun aku bisa merasakan ada yang berbeda dengan nada bicaranya. Antara penasaran, gugup, khawatir atau entahlah. Aku juga tak begitu paham.
Akhirnya aku menerima telepon itu dengan pandangan tetap pada Pak Adit yang sedikit salah tingkah karena kutatap demikian. Sengaja aku mengaktifkan mode speaker biar dia juga mendengar apa yang disampaikan oleh wanita cantik bernama Elena itu. Huh, bahkan namanya saja sudah cantik. Apalagi orangnya.
"Hallo, Adit? Kenapa kamu tidak mengangkat teleponku? Kamu juga tidak membalas pesanku. Kenapa kamu tidak datang menemuiku? Apa sekretarismu tidak bilang kalau aku tadi telepon?" Suara di seberang sana memberondong tanpa salam pembuka. Pak Adit akan memalingkan wajah namun aku memandangnya dengan tampang galak seraya memberi isyarat agar dia bicara. Dia menolak namun aku memasang wajah super galak hingga dia tak bisa berkutik. Dalam hati aku bersorak karena bisa membuat Pak Adit yang otoriter menurut padaku. Yah meskipun kesal aku masih punya hiburan.
"Ada apa Elena? Sudah kubilang kalau hubungan kita telah berakhir bertahun-tahun yang lalu. Kita tak punya urusan lagi sekarang." Jawab Pak Adit. Aku masih menatapnya siaga.
"Maafkan aku, Dit. Aku tahu kamu kecewa sama aku. Aku tahu kamu masih cinta sama aku. Adit, aku minta maaf. Aku menyesal karena telah meninggalkanmu dulu. Aku ingin memperbaiki semuanya. Mari kita mulai dari awal lagi." Suara wanita itu sedikit melembut. Dia mungkin lebih agresif dari Carrolina namun dari suaranya kurasa dia lebih berkelas.
"Tidak perlu, El. Semua sudah berakhir. Sebaiknya kita menjalani kehidupan masing-masing tanpa perlu saling mengusik."
"Tapi aku tahu kamu tersiksa selama ini. Kamu terpaksa mengikuti kemauan mamamu untuk berhubungan dengan Carrolina. Aku tahu kamu tak pernah mencintainya. Kamu selama ini tidak menjalin hubungan dengan wanita lain karena kamu hanya mencintaiku kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Toples (sekuel The King of Monster)
General FictionFadilla bukanlah pemimpi. Dia hanyalah gadis biasa yang selalu berpikir rasional. Tak pernah sekalipun membayangkan kehidupan cintanya akan semenarik drama Korea. Walaupun pernah juga ia berangan-angan menjadi Shin Ha Ri dalam Bussines Proposal. Tap...