CHAPTER DUA . MISTERIUS
─Seorang pemuda menyusuri jalan setapak. Ia melewati beberapa bebatuan, kemudian menemukan sebuah perairan yang cukup tenang.
Memilih duduk di tepian, pemuda itu membuka kacing seragamnya yang terasa mencekik leher. "Tch" Ia melempar asal kacamatanya.
"Ngudud lagi, bro?"
Pria itu mengangguk sesaat, kemudian tersadar "Bukan urusan lo"
"Cielah, santai aja kali" Tera melempar sebuah pemantik pada pria itu.
Cakra hanya diam sembari menikmati nikotin yang dihisapnya.
"Ini udah yang ke lima kalinya lo bolos"
"Lo bisa di cap sebagai si anak culun troublemarker!"
Tera duduk bersila "Dan ini bakal berpengaruh sama citra baik lo di sekolah. Bukannya lo mau keliatan jadi anak baik baik, sekarang?"
"Cak dengerin gue!" Kesal pria itu meninju pelan bahu sahabatnya
"Hemm"
Menghela nafas, pria bername tag Tera itu kembali berujar "Jam sembilan. Gue ada info penting buat lo, PENTING" Peringatnya
Cakra menatap Tera di sebelahnya "Ada masalah?"
Tera mengangguk singkat. Kemudian berdiri, menepuk nepuk celananya yang kotor "Gue cabut!"
"Thanks" Cakra menyahuti
─
20.31 AMCakra bersiul pelan, menyisir rapih rambutnya kemudian menyematkan kacamata miliknya. "Good boy"
Senyuman tak luntur dari wajahnya, pria itu terus memutar kunci motor di jarinya hingga anak tangga terakhir dilalui.
"Mau kemana?"
Cakra menahan nafas sejenak. Kemudian berbalik badan menampilkan senyum terbaiknya "Eh? Cakra ada urusan sebentar. Izin keluar ya oma?"
Tanpa sibuk menunggu jawaban dari oma nya, Cakra sudah terlebih dahulu berlari kecil meninggalkan wanita itu.
Kerutan sebal terpatri diwajah yang tak lagi muda itu. Seperti perkiraannya, cucu nakalnya itu akan keluar malam ini. Hal ini tentu akan mempermudah misi yang dilakukannya. "Hati hati!" Ujarnya
"Yo! Oma"
Cakra memacu kuda besinya dengan kecepatan penuh. Ia ingin segera sampai di tempat tujuan. Tetapi sialnya, motor pria itu di tendang oleh pengendara di sampingnya. Mengakibatkan oleng dan hampir menabrak pembatas jalan.
Jalanan yang sepi, membuat pengendara tersebut berkesempatan untuk menghentikan laju kendaraan milik Cakra.
"Cari mati, lo hah?!" Pemuda itu menggeram marah.
Pria di hadapannya itu hanya diam, mengeluarkan sebuah perekam suara. Memencet tombol on, hingga sebuah suara berat menyapa pendengaran.
"Maaf boy, mengejutkanmu. Sudah genap satu tahun, dan ini saatnya kamu pulang ke rumah kita. Bukan?"
Pip
Cakra menegang di tempatnya. Sedetik kemudian, dia melayangkan tinju di rahang pria di hadapannya.
"Sialan!" Pria itu membalas pukulan Cakra. Memukuli pria yang lebih muda darinya itu secara membabi buta.
"Cuih" Cakra berhasil menangkis serangan lawan, cukup kesulitan mengimbangi serangan pria yang menjadi lawannya.
Ia berhasil membuat lawannya tumbang, tapi sayang ternyata ada orang lain memukul telak tubuhnya dari belakang hingga Cakra terhuyung.
Tak mau menyia nyiakan kesempatan, orang itu hendak menyeret tubuh Cakra.
Belum sempat menyentuh tubuhnya, Cakra bangkit. Memegangi perutnya, kemudian berlari sekuat tenaga menjauhi pria besar itu.
"Hahhh" Cakra memegangi perutnya yang terasa nyeri akibat tendangan salah satu lawannya tadi. Dia memilih untuk memasuki gang sepi dan bersembunyi di sana.
Pria bertubuh gempal tadi mondar mandir mencarinya, Cakra sebuah ide cemerlang ketika melihat balok kayu berukuran sedang di ujung kakinya.
Bugh
Bugh
Suara erangan menemani sunyinya malam. Pria itu ambruk seketika, Cakra melepaskan balok kayu, ia menendang kencang wajah lawannya. Kemudian ia berjongkok "Sampaikan ke tuan kalian, Jangan paksa gue pulang ke rumah, sampai gue pulang sendiri. Ngerti?"
"I..iya" Pria itu mengangguk.
Cakra muak melihatnya, kemudian berdiri. Mengibaskan kedua tangannya.
"Say good bye to the wolrd, dude"
Cakra menginjak batang leher pria di hadapannya, hingga terdengar suara patahan tulang "Akh"
Memilih abai, netra kelamnya menatap sepatu hitamnya yang sudah usang. Tidak sampai beberapa detik hingga sebuah suara mengalihkan.
Sreet
Tajamnya pendengaran pria itu membuat ia reflek menoleh ke asal sumber suara. "Ingin bermain, huh?"
Merasa terancam, sosok yang daritadi menyaksikan perbuatan si empu memilih berlari menjauh dari tkp.
Mengambil jalan pintas, Cakra menarik tudung penutup kepala milik orang tersebut. Matanya melebar, ketika mengetahui lawannya adalah seorang perempuan. "Lo- mata mata?!"
Perempuan itu tergagu, "B-bukan." Matanya menyipit melihat nama yang tertera dibagian atas saku.
Baskara Cakra Dinata
"Jawab!" Cakra yang hendak menarik lengannya, tetapi gadis itu peka dan langsung menghindar.
"Sialan" Si empu mengetatkan rahangnya. Ia penasaran dengan sosok dibalik topeng tersebut. Cakra janya menatap punggung itu menjauh.
Ia sangat yakin, perempuan itu adalah salah satu dari mata mata milik orang itu. Tetapi, kali ini seorang gadis?
Menarik, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nascency
FantasyThe moon Is the womb of heaven? Every night Beautiful thought are born In the minds of dreamer.