Siverra memiliki seorang teman yang selalu menemaninya sejak tahun pertama di SMA Andromeda. Namanya Luna Renjana. Seorang gadis berponi manis dengan bando merah yang selalu bertengger di atas kepalanya. Luna tipikal orang yang sangat cerewet dan ceria. Tak jarang Siverra pun terkena omelannya karena malas akan tugas sekolah. Oh ya, dia juga tipikal orang ambis yang selalu mendapat ranking pertama dikelas.
Siverra tersenyum tak bersalah ketika melihat kedatangan Luna dengan aura gelapnya. Dikedua tangan gadis itu memegang nampang yang berisi makanan penuh.
"Kamu tega sekali membiarkan aku membawa sebanyak ini." Keluh Luna, menaruh nampan dengan hentakan kasar.
Siverra yang tengah mengambil bagian makanannya pun tertawa renyah. "Terima kasih, Luna Renjana."
Luna mendengus dan memakan bakso favoritnya dengan perasaan yang masih menggebu-gebu. Penyesalan besar karena telah menyetujui sebuah perjanjian dengan Siverra. Perjanjian pembagian jadwal membeli makanan, dengan Luna di jam pertama dan Siverra di jam kedua. Sungguh, Luna lupa akan fakta bahwa jam pertama istirahat lebih ramai dibanding jam istirahat kedua.
"Nanti giliran aku kok yang beli. Kamu bisa duduk santai." Siverra kembali tertawa melihat respon sinis dari temannya.
Luna menumpahkan semua isi sambal dalam mangkok kecil ke dalam makanannya. Dia selalu seperti ini ketika kesabarannya habis. Bulan lalu pun dia memakan makanan pedas dengan jumlah tak sedikit hanya karna ada satu mata pelajaran yang mendapat nilai B di raport. Penyakit lambungnya pun kambuh dan berakhir menginap di rumah sakit beberapa hari. Kali ini Siverra mencegatnya dengan mengambil mangkok bakso milik Luna.
"Bulan lalu kamu sudah sakit gara-gara ini, Lun. Sekarang keluarga kamu sedang diluar negeri. Jadi sebagai sahabatmu, aku mau ingatkan batasannya."
Siverra menyerocos panjang lebar hingga membuatnya jengah. Luna memilih mengalah, meletakan sendok garpu yang digenggamnya diatas meja. "Terus aku makan apa, Siverra?"
"Sebentar, aku belikan yang lebih sehat." Ujar Siverra beranjak meninggalkan Luna di meja itu.
Gadis tersebut menelusuri setiap penjual yang ada di kantin. Kantin sekolahnya memang cukup luas. Banyak pedagang yang berjualan disana setelah melakukan sebuah kesepakatan dengan kepala sekolah. Kesepakatan ini merupakan bentuk seleksi untuk keamanan sekolah juga. Jadi tidak sembarang orang yang dapat bekerja disini.
Setelah lama mencari, Siverra memutuskan untuk membeli salad buah yang berada paling pojok di area kantin. Salad buah yang dingin dibaluri penuh oleh mayones dan keju. Luna pasti akan menyukainya.
Ketika dalam perjalanan kembali ke meja. Ia mendapati keberadaan sosok lain. Sosok itu duduk berhadapan dengan sahabatnya. Atmosfer disekitar mereka terlihat tidak baik. Siverra mempercepat langkah kakinya karena merasakan firasat buruk. Sedikit demi sedikit Siverra dapat mendengar percakapan mereka.
"... Dia tidak layak untuk ini."
"Lalu, siapa?"
Suara pukulan pada meja terdengar mengejutkan seluruh penghuni kantin. Siverra pun mematung terkejut, terlebih mendengar kalimat yang diucapkan Luna setelahnya. "Kenapa tidak pernah ada yang melihatku sekalipun?"
"Luna." Panggil Siverra membuat sosok lain yang menjadi lawan bicara sahabatnya ikut menoleh. Ternyata orang itu adalah Griffin. Siverra semakin yakin bahwa hubungan keduanya tidaklah akur. Bahkan pikiran terburuknya mereka musuhan.
"Kalian berdua... "
Sebelum menyelesaikan ucapannya, Luna lebih dulu mengajaknya pergi dari sana. Dalam perjalanan gadis itu berkata bahwa mereka tidak memiliki masalah apapun. Emosinya meluap sebenarnya hanya karena ia baru saja datang bulan. Dan parahnya Luna tidak membawa pembalut. Hal itu cukup membuat pikiran Siverra teralihkan dan menjadi ikut panik.
Kini langkah kaki gadis itu bahkan lebih cepat daripada sahabat. Siverra membelokkan arah menuju ke UKS membuat Luna bingung dan bertanya. "Kenapa membawaku ke UKS bukannya ke kelas?"
"Di uks sudah menyediakan pembalut untuk siswi. Jadi kita akan meminta satu saja untukmu." Kata Siverra meninggalkan Luna diambang pintu UKS guna menggeledah lemari kayu di ruangan tersebut.
"Bisa-bisanya kamu tidak membawa pembalut satupun."
Luna masuk mengamati ruangan, membiarkan Siverra yang terus menggerutu. "Kamu masih anggota PMR disini kan, Ra?" Tanyanya tiba-tiba. "Masih." Jawab Siverra.
"Alasan kamu masuk organisasi apa?" Luna kembali bertanya sembari menaikkan tubuhnya pada ranjang UKS.
"Hanya tertarik." Setelah mendapat apa yang Siverra cari, gadis tersebut segera memberikan barangnya pada Luna. "Kenapa?" Ia balik bertanya.
"Alasannya bukan agar suatu saat satu acara dengan anak paskib? Setelah Griffin mendaftar di organisasi itu. Satu hari selanjutnya, kamu masuk PMR." Ucap Luna.
Keterdiaman Siverra membuat gadis itu mendengus tersenyum. Tangannya mengambil pembalut dari Siverra, kemudian kembali berkata. "Tebakan ku tak salah, ya?"
"Apa maksudmu? Sudah ku bilang, aku hanya tertarik." Sangkal Siverra. Namun nada bicaranya yang terdengar gugup tak bisa menutupi kebenarannya. Dia memang gadis yang tak pandai berbohong.
Luna tersenyum, lalu berdiri dan merangkul Siverra. "Baiklah. Temani aku ke toilet, ya?" Siverra menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat tujuan. Luna sering berceloteh ria tanpa henti ketika berada di situasi ini hingga membuat Siverra mengabaikan semua hal yang terjadi. Siverra selalu merasa 'tak masalah' ketika berada di dekat Luna. Bahkan ketika ia sendiri tau bahwa sahabatnya selalu mengalihkan pembahasan. Siverra kadang merasa Luna memiliki magic dalam dirinya.
~~
Hai, guys. Aku kembali lagi.
Alasan menghilang setelah sekian lama karena aku ada PAS yang membuat aku malas berfikir hal lain.
Aku harap kalian suka cerita ini ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Papillon
FantasyPapillon memiliki makna kupu-kupu. Kupu-kupu menggambarkan kebebasan. Siverra Estelle terbelenggu oleh takdir yang rumit. Ia mengalami mimpi buruk serta teror yang tak henti-hentinya. Makhluk gelap itu datang terus menerus mencekiknya dan mencoba se...