Dunia ini hanyalah Panggung Sandiwara yang dimainkan para Manusia.
-oOo-
Don't Judge A Book by The Cover.
Awalnya, Arti dari kutipan tersebut adalah untuk tidak menilai seseorang dari penampilan nya. Seperti yang mungkin kebanyakan orang juga berpikir demikian. Meskipun gue juga beranggapan bahwa hal tersebut ga seharusnya menurunkan kewaspadaan terhadap beberapa oknum yang menyalahgunakan kutipan di atas.
I mean, banyak loh pelaku kriminal yang menyamar sebagai orang biasa yang tidak mencurigakan untuk melancarkan aksi pencurian atau tindak kriminal lainnya. Tapi bukan berarti orang-orang yang berpenampilan 'Menakutkan' adalah orang yang harus ditakuti. Mungkin, Kutipan tersebut bertujuan untuk tidak menghakimi seseorang berdasarkan penampilan, bukan memandang dari penampilan. Karena jujur aja, Gue sendiri menilai seseorang dari penampilan nya, apalagi untuk first impression. Penampilan itu penting, selain sebagai Identitas diri, penampilan juga menjadi penilaian terhadap selera style kita.
Tapi gue ga akan membahas perihal itu dalam cerita kali ini. Kutipan di atas sebelum nya bisa juga bermakna untuk ga menilai kehidupan seseorang berdasarkan apa yang ditampilkan dalam sehari-hari. Seperti halnya Sosial media wadah dunia maya, Semuanya tersihir begitu sempurna. Seperti itulah setiap kehidupan yang kita lihat dalam diri semua orang. Dunia adalah panggung sandiwara, Jadi sudah seharusnya untuk tidak menganggap kehidupan orang lain semulus kelihatan nya.
Dalam hierarki Sekolah, sudah bukan hal tabu lagi dengan yang namanya Circle Pertemanan. Sebuah komplotan yang biasanya terdiri dari masing-masing kubu dan frekuensi yang berbeda-beda. Di Sekolah gue sendiri, Gue mungkin termasuk salah satu orang yang bisa ikut sana-sini. Alias, Kubu mana aja masuk. Meskipun demikian, Gue ga bermaksud menyebutkan bahwa gue tenar di Sekolah, engga. Gue bukan orang yang termasuk kubu populer di Sekolah, tapi gue punya banyak kenalan di setiap kubu di Sekolah.
Gue bukan yang terpintar, tercantik, terpopuler atau bahkan terkaya. Karena keempat kategori itu sudah memiliki pawangnya masing-masing. Gue lebih menyukai berperan sebagai seorang pengamat dalam hidup daripada berperan aksi dalam kehidupan orang lain. Dan kayak nya, kalau gue menceritakan tentang hidup gue sendiri, gue hanya akan menciptakan kebosanan karena gue sendiri menganggap bahwa hidup gue biasa biasa aja tanpa hal yang cukup menyentuh.
Tapi dengan menjadi pengamat, gue menjadi lebih menghargai kehidupan gue yang membosankan ini. Dengan menjadi seorang pengamat, seenggaknya gue bisa lebih bersyukur dengan jalan hidup yang gue sebut biasa-biasa aja. Ini bukan tentang gue yang ga pernah insecure. Melainkan tentang gue yang lebih sering dihadapkan dengan 'melihat ke bawah'.
Seperti yang gue sebutkan sebelum nya, Empat kategori yang mungkin menjadi pertimbangan utama dalam Kubu telah memiliki pawang masing-masing. Yakni; Andhira si Peringkat 1 Parallel 3 tahun berturut-turut, Arsyana si paling populer baik di dalam maupun di luar Sekolah, Ayudisha si primadona Sekolah dan Amaya si ATM berjalannya Sekolah.
Mereka ga satu kubu, tapi mereka berteman. Gue ga dekat-dekat banget sama mereka, tapi gue cukup mengenal mereka karena kelas 10 dan 11 gue kedapatan sekelas dengan salah dua dari mereka. Kelas 10, gue satu kelas dengan Andhira dan Ayudisha. Sedangkan kelas 11, gue sekelas dengan Amaya dan Arsyana.
Orang-orang sih taunya kalau menjadi 4 Pawang ini menyenangkan. Gue bukan orang up to date dalam dunia pergosipan, tapi gue tentu tau gimana siswa lain berprasangka terhadap mereka. Kalau diteliti baik-baik, keempat pawang ini memang kelihatan nya selalu enak. Mereka memiliki privilege mereka masing-masing dalam dunia persekolahan dan dalam lingkup sosial. Mereka memiliki sesuatu yang bisa ditawarkan dalam pertemanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sela Kehidupan
Teen FictionHanya Ketikan Keyboard yang digunakan untuk Berbagi kisah Di Sela Kehidupan.