People come & go.
... Adalah yang selalu gue tanamkan dalam pikiran gue sendiri. Pertemuan yang bahkan ga disengaja dan berkepanjangan menjadi suatu hubungan yang erat bisa lepas begitu saja hanya karena sebuah perpisahan yang tidak terduga. Dan gue menerapkan prinsip itu dalam kehidupan. Petikan kata yang selalu membuat gue sadar untuk ga berharap banyak pada orang-orang yang hadir dalam hidup gue. Bahkan jika itu orang tua sekalipun.Sebagian orang bilang, Jangan membuang waktu muda untuk berfoya-foya, karena akan menyesal tua nanti. Sebagian yang lain bilang, Nikmatilah masa muda sebelum akhirnya menjadi tua.
Ga ada dari kedua kutipan di atas yang salah. Yang pertama hanya melarang dalam hal 'berfoya-foya' bukan bersenang-senang. Yang kedua hanya menasehati untuk tidak terlalu serius dalam menjalani hidup. Dan dari pengalaman gue sendiri, kita bisa mengontrol apapun yang akan kita lakukan. Dan gue berpegang pada prinsip untuk Menikmati masa muda tanpa menghancurkan masa depan. Prinsip itu datang setelah gue pernah menjalani yang namanya 'Jangan menyia-nyiakan masa muda untuk hal-hal yang tidak berguna'.
Gue yang dulu ga pernah tau arti dari kata 'bersenang-senang' yang berkonotasi positif. Karena dulu gue selalu beranggapan yang namanya 'bersenang-senang' selalu berkonotasi negatif. Whatever it is.
Tapi gue yang baru, Memiliki makna lain tentang bersenang-senang.
Let's diving my story.
-oOo-
Gue masih ga ngerti kenapa cewek-cewek biasanya insecure dengan sesama jenis dalam kategori Good looking. Bukan berarti gue juga ga insecure dengan kategori tersebut. Bukan juga karena gue sendiri good looking. Tapi menurut gue, yang lebih layak untuk di insecure -in adalah orang-orang yang memiliki skill dalam hal kemasyarakatan dan sosial. Mereka yang memiliki keluarga yang harmonis dan orang tua yang supportive.
Gue mungkin adalah salah satu orang yang jarang insecure dalam hal penampilan. Tapi gue lebih insecure kepada orang-orang yang memiliki hal-hal di atas tadi. Bukannya ga bersyukur, hanya saja... Selalu ada 'seandainya' dalam setiap diri seseorang.
Seandainya gue punya power untuk speak up. Seandainya gue punya confident enough untuk mengatakan segala yang ingin gue katakan, maka gue sudah melakukan nya sejak lama.
"Kamu sudah kelas 12 loh Dra, Sejak SD kamu sudah di les privat kan! Tapi kenapa masih belum bisa membanggakan mama?!"
"Semua fasilitas belajar kamu juga tinggal pakai aja, Tapi nilai kamu ga pernah tuh membalap kakak kamu. Bahkan ga pernah mendekati!"
"Kamu dengerin papa mama ga sih, Dra?!"
"Dengerin, ma..." Gue menjawab enggan.
"Terus?! Gimana pembelaan kamu mengenai rapot semester 1 kamu?! Kapan mau bikin papa mama bangga?!" Mama kembali mengoceh, yang ga pernah berhenti sejak sejam yang lalu.
"Aku udah berusaha, pa, ma. Tapi aku memang ga ada bakat dalam akademik. I try so hard. But i can't..." Gue membela diri.
"It's bullshit, Dra! Kamu itu anak papa mama! Sudah sewajarnya kamu mewarisi bakat kami, Kakak kamu aja begitu kok!" Papa ikutan mengomel. Seharusnya gue udah ga kaget sih, kurang lebih dari SD gue udah seperti ini. Setiap pembagian raport, akan selalu begini akhirnya.
"Pa, but i still can't-"
"Jangan melawan, Diandra Novita! Mama ga pernah mengajari kamu jadi pembangkang ya!" ... Dan selalu seperti ini ketika gue ingin membela diri.
Hal berikutnya disusul beberapa ungkitan mama tentang kesalahan gue yang sudah lalu, dan gue hanya bisa diam. Selalu seperti ini. Selalu harus gue yang mengalah. Seandainya gue punya orang tua yang lebih pengertian, gue akan jadi orang paling bahagia sedunia. Tapi realita ga pernah semulus ekspektasi kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sela Kehidupan
Teen FictionHanya Ketikan Keyboard yang digunakan untuk Berbagi kisah Di Sela Kehidupan.