#3 - Blacklist

195 46 4
                                    

Setelah pertemuannya dengan Isagi dua hari yang lalu, Kaiser memutuskan untuk mendatangi sekolah Isagi selepas pulang sekolah nanti. Ia berharap semoga Isagi belum pulang sebelum ia sampai di gerbang sekolahnya.

"Kau tampak sangat ceria," ujar Ness. Ness selalu memperhatikan gerak-gerik Kaiser setiap harinya. Dan sejak dua hari yang lalu, Kaiser tampak lebih ceria dan bersemangat.

"Bukankah itu bagus?"

Ness mengangguk. Ia memang senang ketika melihat Kaiser ceria, tetapi kenapa rasanya terlihat sangat berbeda.

Ness melirik jam di tangannya. Ia kemudian menolehkan pandangannya kepada Kaiser yang tengah sibuk dengan kertas di hadapannya.

"Selepas bel berbunyi, ayo kita ke kantin."

Kaiser menarik napas dalam, "Tidak bisa. Aku sedang sibuk sekarang."

Ness kecewa. Mungkin dalam benaknya, Kaiser bisa mengerjakan itu nanti. Bisa sepulang dari sekolah, atau di waktu malam sebelum tidur. Tetapi ia malah memutuskan menggunakan waktu istirahatnya untuk mengerjakan tugas yang di berikan Noa kepadanya.

"Jika tidak, mungkin kau ingin membeli sesuatu? Aku bisa membawakannya untukmu," tawar Ness.

"Tidak usah, terima kasih. Aku hanya ingin secepatnya mengerjakan ini, dan itu cukup."

Ness kalah telak. Jika sudah begini, Kaiser tidak akan bisa di ganggu sama sekali, dan mungkin bisa membuat suasana hatinya menjadi buruk jika terus menerus di ajak berbicara.

Tringgg! Tringgg!

"Baiklah, aku ke kantin. Hubungi aku jika kau memerlukan sesuatu."

Kaiser tidak mengindahkan ucapan Ness, ia justru lebih serius dengan apa yang di kerjakan ya saat ini.

Puk!

Aiku memukul pelan pundak Kaiser, "Kau tampak serius sekali, Michael."

"Poin nya?"

Aiku terkekeh kecil, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Seperti biasa, kau tidak suka berbasa-basi."

Aiku Oliver adalah teman sekelasnya, ia selalu menempati bangku paling belakang. Ia murid yang tidak menonjol, tetapi jika di beri satu kali penjelasan, dia akan langsung mengerti.

"Kak Noa menyuruhku untuk membantumu."

Kaiser terdiam sesaat, lalu menatap serius kepada lawan bicaranya. "Kau bantu Izumi untuk menghitung pemasukan dan pengeluaran untuk bazar nanti. Aku akan menyiapkan data dan apa saja yang perlu kita jual."

"Boleh memberi masukan?"

"Asal menguntungkan, akan aku setujui."

"Aku pernah berjalan-jalan ke Indonesia— lalu aku menemukan telur gulung."

Kaiser sedikit mengernyitkan dahinya, "Semacam omelette?"

Aiku menggeleng cepat, "Bukan! Seperti ... Telur yang di gulung memakai sebuah tusukan."

Kaiser memasang mimik wajah sangar, "Kau ini ingin mengatakan apa? Katakan dengan jelas, aku bahkan tidak bisa memahaminya."

"Ya telur .."

Kaiser terkekeh seolah-olah ia sedang di permainkan oleh ucapannya Aiku. "Lebih baik kau membantu Izumi."

"Bagaimana dengan telur gulung nya?"

Kaiser tersenyum simpul, "Kau yang akan aku gulung."

Aiku menelan ludah kasar, ia tak berani lagi bernegosiasi dengan Kaiser jika situasinya seperti ini. Baiklah, ia memutusakan untuk membantu Izumi saja di kelas sebelah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pena | kaisagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang