Prolog

18 3 0
                                    

Diharapkan menjadi orang berguna oleh orang-orang yang menghancurkan semuanya, apa kamu tahu bagaimana rasanya?
Dituntut menjadi orang yang baik oleh orang-orang yang selalu mencontohkan hal buruk, apa kamu akan menurutinya?
Iya, aku tahu, di dalam hidup, di dunia ini, tidak ada yang sempurna. Mustahil bagi seseorang manusia untuk menjadi sempurna. Tapi apa harus, maksudnya, perkataan dengan perbuatan itu tidak sesuai. Omongan dengan tingkah laku tidak sama. Apa memang semua orang hanya bisa mengucapkan kata-kata indah, merangkainya, tapi ketika dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa?
Siapa yang harus aku percaya? Omongan siapa yang bisa aku pegang? Ayah dan ibuku saja tidak bisa kupercayai. Omongan mereka tidak bisa kupegang.
Ayahku pernah berkata, ‘Suatu saat kamu akan menjadi milik orang lain. Kamu akan hidup dan dihidupi oleh orang lain. Maka carilah lelaki yang bertanggung jawab. Yang baik. Yang tidak menyakitimu apalagi memukulmu.’ Tapi pada kenyataannya, dia sendiri sering membohongi ibu. Dia sering menyakiti, membuat ibu menangis, bahkan badan ibu tidak satu dua kali terlihat memar.
Begitu juga dengan ibu, dia pernah mengatakan, ‘Jangan pernah menangis hanya karena lelaki. Jangan pernah bertahan kalau diri sendiri merasa tersakiti.’ Dan? Iya, kenyataannya tidak seperti itu. Ibu berkali-kali menahan ayah, ibu berkali-kali juga memaafkan ayah. Meski sekarang mereka sudah benar-benar pisah.
Sekarang, aku memilih tinggal bersama ibu. Hidup dalam kemewahan, tapi tidak merasakan bahagia, tenang, buat apa? Iya, kan?
Aku selalu merasa sendiri. Sudah lama, bahkan sebelum ke dua orang tuaku pisah secara sah. Entah dunia yang bagaimana yang mereka huni, sesampai aku merasa dilupakan dan diabaikan.
Kalau bicara baik, ibu dan ayah sangat baik. Apa yang aku mau pasti akan terpenuhi dalam sekejap. Tapi lagi dan lagi, bukankah untuk membuat anaknya merasa bahagia dan senang orang tua cukup memberikan kasih sayang dan waktunya?
Hidup memang rumit, ibu juga pernah mengatakan demikian.
“Hidup itu rumit seperti kita bermain rubik. Dan yang harus bertanggung jawab atas hidup kita adalah diri sendiri. Ketika kita berani mengacak rubik, kita juga harus berani untuk merapikannya. Sesekali boleh minta tolong orang lain.”

RubikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang