"A-apa?" Ansel terusik, pasalnya bukan hanya Luis yang kembali mendekati. Tetapi, Ken ikutan.
Mereka berdua tak menjawab, malah terus menatap. Ken, mendadak terkontaminasi perkataan Luis, soal rasa aneh terkesan nyaman bila berdekatan dengan Ansel.
Ken menelisik sesekali menyipitkan matanya, bahkan tak ayal mengitari. Sedangkan Ansel, kebingungan dan akhirnya memilih pergi.
Sayangnya, terhambat ketika tangannya dicekal Ken. "Kenapa?"
Luis tadinya ingin menjawab, diurungkan saat melihat Ken mematung. Yakin sekali, kalau merasakan hal sama.
Ansel refleks melepaskan diri dari cekalan Ken, pergi begitu saja.
"Jadi?" Luis sengaja mempertanyakan.
Ken berdeham sejenak. "Ya, aneh bahkan, saat aku mau coba kendalikan darahnya ... tidak bisa."
"Hah? Serius?" Luis terkejut, kemudian melirik Ansel sudah menjauh.
"Kalian tidak dengar?"
Mereka berdua tersentak, melihat Ketua Don muncul. Yap, selalu apel untuk membicarakan taktik baru dan lainnya.
Dihadiri semua, baik yang memiliki dan yang tidak memiliki kemampuan. Namun, tidak wajib.
"Bener aneh kan?" Luis kembali membahas, biar Ken tidak menganggap dirinya akan selingkuh.
"Ya, ya, dan ini sulit dimengerti." Ken tak habis pikir.
Seperti biasa, memantau keamanan. Bila ada yang menerobos masuk, baru akan memulai serangan sekaligus membuat pertahanan dan taktik baru mendadak.
"Hah? Kok di sini?" Luis menangkap keberadaan Ansel, katanya ingin hidup biasa.
Lantas, kenapa muncul seolah tidak peduli atau takut dengan serangan teroris negara luar?
Luis semakin dilanda penasaran, saat melihat kemunculan Ketua Don, biasanya mengamati dari markas. Kini menampakkan diri langsung.
"Aneh lagi tuh!" bisik Luis, pada Ken.
Ken sedari tadi sibuk dengan teropong, kini teralih pada yang menjadi objek menarik Luis.
"Bahasnya nanti aja sih! Bisa gawat kalau kurang fokus!"
Luis cemberut. "Kan aku cuma kasih tau!"
Ken mengendus sejenak leher jenjang Luis. "Iya, aku paham maksudmu sayang, tapi nanti ... oke?"
Luis refleks menjaga jarak, habisnya merinding dengan kelakuan Ken. "I-iya!"
Ken terkekeh, kemudian fokus lagi pada lawan.
"Kau harusnya tidak ikut ke sini, Nak."
Ansel melirik sejenak Ketua Don, kemudian berdecih dan menepis cekalannya.
Ketua Don terkekeh. "Dengar, Nak."
Ansel tidak menggubris.
"Lebih baik masuk," bisik Ketua Don. "Bukankah kau memilih menjadi biasa?"
Kembali ke situasi Luis, baru saja ke posisi semula lagi bersama Ken, setelah menyelinap sejenak untuk memastikan.
"Sebenarnya, tujuan kita menjadi kaya prajurit dadakan, buat apa sih?"
Ken asik meneropong akhirnya membalas, "menjaga manusia aneh."
"Ya maksudnya manusianya itu siapa?" Luis semakin penasaran. "Harusnya dikasih liat wujudnya gitu!"
"Kalau dikasih liat, yang ada bukan rahasia lagi," celetuk Ken, "memang sih bikin penasaran."
Luis berdecak.
"Aman!"
Mereka semua kembali ke markas, lagi-lagi Luis mendekati Ansel, seperti biasa sendiri. Ketika hampir mendekat, terpaksa diurungkan saat melihat Ketua Don menghalangi jalan Ansel.
"Mereka tidak formal." Luis penasaran, akhirnya sungguhan mendekati.
Ketua Don terusik dengan Luis, "ya?"
"Tidak ada, aku hanya ingin mengajak Ansel. Sepertinya tidak jadi, karena ketua duluan yang ketemu Ansel."
"Silahkan." Setelah berkata begitu, Ketua Don pergi.
Luis bingung, kemudian melirik Ansel. "Kau kaya dekat dengan ketua?"
"Tidak," bantah Ansel.
"Kurang meyakinkan, lagi pula gelagat ketua berbeda bila denganmu, jangan-jangan ...."
Ansel mengerutkan kening. "Apa?"
"Kau yang istimewa di antara kita semua?"
"Hah?" Ansel malah tertawa. "Istimewa apanya? Gagal di semua kelulusan untuk dapat suntik DNA."
"Bisa aja," celetuk Luis lagi, "oh iya, aku merasa aneh makanya ingin terus dekat denganmu. Apa kau sungguhan tidak ingin punya pasangan?
Ansel mendengkus sejenak. "Ingin, hanya saja ketua tidak memberikanku."
"Masa?"
"Iya, justru dia malah menjadikanku kelinci percobaan abadi kali?"
"Hah?" Luis bingung, "maksudmu apa! Ansel!" Luis kesal, karena Ansel kabur duluan.
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Falsity
FantasyKenyataannya, tidak sesuai dengan yang kalian bayangkan. ©️ Amaidevil 2023