(3) INFJ - Bahasa

907 143 35
                                    

Selain menjunjung tinggi nilai kharisma. Sopan secara lisan juga menunjung tinggi kesopanan. Apalagi terkait dengan bahasa yang digunakan.

Hanya sedikit orang yang dapat mendengar Sopan mengatakan hal kotor dengan mulutnya sendiri. Dan orang yang sedikit itupun hanya dapat mendengar sekali atau dua kali. Setelah itu, tidak terdengar lagi.

Tak hanya toxic. Sopan juga menggunakan bahasa sehari-hari yang terdengar ketinggalan zaman ditengah gempuran bahasa gaul yang sudah menjadi bahasa sehari-hari anak Jakarta. Biasanya, "Gak gaul gak Jakarta."

Tapi Sopan tak peduli dengan itu. Menurutnya, bahasa itu terlalu tidak sopan dan tak enak di dengar. Tak cocok untuknya yang berkharisma, sopan, dan anggun seperti orang-orang bangsawan.

Namun, hal ini lah yang menjadi masalah. 

Dengan suaranya yang halus dan bahasanya yang asing di dengar oleh sebagian penduduk Jakarta. Apalagi di sekolahnya. Membuat Sopan tak luput dari ejekan anak-anak di sekolahnya. Laki-laki maupun wanita.

Bagi mereka, Sopan terlalu menye-menye. Apalagi Sopan adalah seorang laki-laki. Selalu terlihat berkharisma, tidak toxic, bersuara halus dan sopan. Itu terdengar menggelikan di telinga anak-anak jahanam, tolol dan, tak beradab--astaga, maafkan Sopan karena terlalu terbawa emosi.

Hal itu membuat Sopan menjadi minder dan jarang bicara. Apalagi dengan orang baru. Sedikit penyesalan dilubuk hatinya karena sengaja membuat karakter seperti ini. Ia bisa saja menjadi seperti mereka. Hanya saja, tak mungkin 'kan Sopan yang terlihat berkharisma menjadi seperti anak-anak tak beradab?

Oleh sebab itu, Sopan tak pernah menyesali perbedaan diantara mereka. Lagipula, karakter yang Sopan ciptaan ini banyak sekali keuntungannya. (Tunggu di chapter selanjutnya.)

Ngomong-ngomong, topik dichapter ini bukan membahas tentang pembullyan Sopan. Melainkan, keanehan orang-orang yang tak mengejek Sopan saat berbicara dengannya.

Aneh? Sebenarnya tidak terlalu. Sopan tahu mereka hanya menyesuaikan. Tetapi di mata Sopan, itu terasa aneh. Jika hanya bicara berdua, mungkin biasa saja. Tetapi saat sedang mengobrol dengan banyak orang, rasanya sangat mengganjal.

Bukan berarti Sopan tak suka. Ia hanya merasa aneh. Lihat saja obrolan mereka saat waktu jam istirahat.

Sesuai membereskan buku-buku, Sopan mengambil kotak makan berwarna biru yang tak pernah ketinggalan di tas biru bercorak kuningnya. Itu buatan mama.

"Wah, kamu bawa bekal apa, Sop? Aku tebak, deh! Pasti spaghetti!" celetuk Gentar yang penasaran. Ia juga ikut mengeluarkan bekalnya.

"Bawa bekal apa, Sop?" Sori dari bangku depan juga ikut penasaran dengan bekal Sopan.

Wajar saja. Bekal Sopan memang bukan standar anak-anak sekolahan. Bisa dibilang terkesan unik dibandingkan anak yang biasanya membawa mie kotak, lauk ayam, dan lain sebagainya. Hal itu membuat bekal Sopan menjadi incaran sarana "cicip, dong." walaupun Sopan sudah membawa menu yang sama. Kata mereka terlalu enak. Memang masakan mama Sopan tiada dua.

"Belum aku liat, nih. Sebentar, ya." Ketika Sopan membuka bekal. Kepala Gentar dan Sori semakin mendekat. Seperti anak kucing yang sedang kepo. "Wah, salad sayur. Mau cicip gak?"

"Mau, dong!" jawab Sori.

Seusai menuangkan semacam saus minyak wijen yang biasa digunakan untuk salad. Sopan menyuapkan makanannya ke dalam mulut Sori. Sori langsung membuka mulut lebar-lebar seperti anak kecil.

"Enakk! Makasih, Sopann!" ucap Sori seraya mengunyah.

"Sama-sama. Gentar mau gak?" Sendok Sopan sudah siap untuk menyuapkan saladnya ke dalam mulut Gentar. Setelah mengangguk, Gentar ikut membuka mulutnya.

INFJ || SopanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang