(5) INFJ - Emosi

883 107 44
                                    

Jam terakhir telah berbunyi. Semua murid memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas dengan semangat. Tak terkecuali Sopan.

Seusai mengucapkan salam kepada sang guru, mereka langsung berbondong-bondong keluar kelas. Menuju rumah masing-masing. Ada pula yang pergi bersama teman atau pacarnya terlebih dahulu. Dan Sopan tidak termasuk golongan yang kedua.

"Kamu udah dijemput, Sop?" tanya Gentar yang sudah siap dengan tasnya. Hanya tersisa beberapa murid lagi di kelas. Biasanya, mereka memutuskan untuk menunggu jemputan di kelas. Atau bersiap untuk kegiatan ekskul.

Sopan memeriksa pesan yang masuk. Ternyata, sang kakak sudah menunggu di depan. "Udah. Kalau kamu?"

"Belum, sih. Ayo ke depan bareng!"

Setelah diangguki oleh Sopan, mereka berjalan beriringan, menuju gerbang sekolah. Sedikit percakapan terselip diantara mereka. Senyum hangat yang tak pernah pudar tercetak di wajah Sopan.

"Dadah, Sopan!" Di luar perkarangan sekolah, Gentar berjalan menuju halte bus. Mereka berjalan berlawanan arah.

Sopan membalas dengan lambaian. Tak lupa senyum ceria yang masih terukir.

Ketika membuka pintu mobil, seketika senyum Sopan memudar. Aura positif yang selalu terpancar menghilang. Wajahnya terlihat sangat kusus. Seperti tak ada harapan untuk hidup.

Sopan membanting tubuhnya dikursi, di samping kursi pengemudi. Setiap helaian nafas kasar yang Sopan hembuskan, seolah bercerita betapa banyak beban yang Sopan pikul-- walau sebenarnya hanya pikirannya saja yang terlalu kalut.

"Halo, Sopan," sapa Taufan, menatap wajah tak bersahabat Sopan. Ia sudah terbiasa dengan perilaku dan ekspresi Sopan yang seratus delapan puluh derajat sering berubah drastis.

"Gimana sekolahnya?"

"Biasa aja."

"Teman-temannya gimana?"

"Biasa aja."

"Ada yang susah gak, pelajarannya?"

"Biasa aja."

"Gimana perasaan Sopan tadi?"

"...biasa aja."

Taufan tersenyum kecil. Jawaban yang selalu sama setiap harinya. Jawaban yang selalu adiknya lontarkan jika diberi pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang ia rasakan.

Taufan selalu memaklumi hal itu. Sopan adalah orang yang selalu bingung mengenai perasaannya, dan apa yang ia rasakan. Apakah senang? Sedih? Marah? Ia tidak tahu. Karena Sopan merasakan semua perasaan itu. Alias netral.

Terlalu banyak emosi yang Sopan serap. Sampai Sopan tidak tahu emosi dan perasaannya yang sebenarnya. Karena, semua yang Sopan rasakan adalah emosi milik orang lain.

Atau lebih singkatnya, INFJ adalah orang yang selalu bisa menyerap emosi sekitar. Baik positif maupun negatif. Hingga ia bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain tanpa orang itu ceritakan sedikitpun.

Hal itu membuat Sopan, yang sebagai pemilik MBTI INFJ selalu tersesat jika ditanya mengenai dirinya sendiri.

"Kak."

Taufan yang sedang mengetuk-ngetuk setir mobil akibat bosan menunggu lampu hijau menyala menoleh ke arah Sopan. "Apa?"

"Orang itu." Taufan mengikuti arah jari telunjuk Sopan. Melihat seorang pejalan kaki sedang berjalan seraya meminum pop ice seorang diri. "Orang itu kasian, ya."

"Kenapa kasian?"

"Soalnya dia jalan sendiri. Gak ada temen."

Lampu hijau telah menyala. Taufan menjalankan mobilnya. Membuat pejalan kaki tadi menghilang di telan puluhan kendaraan.

INFJ || SopanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang