pulang

1.7K 358 9
                                    

Farden melompat turun dari kereta api sambil melempar tas kulit yang disandangnya.
Tangannya terentang, cuping hidungnya memgembang saat menghirup napas panjang.
udara segar kota ini memenuhi paru parunya.
bibirnya tersenyum melihat rumput hijua sejauh mata memandang.
Rasa lelahnya setelah terguncang diatas kereta api tua itu selama berjam-jam, langsung hilang.
kota ini  sama sekali tidak berubah semenjak dia tinggalkan sepuluh tahun yang lalu.
kereta kembali berjalan meninggalkannya sebagai satu-satunya orang yang turun di stasiun kota kecil yang jumlah sapi lebih banyak dari jumlah penduduknya.

Farden berjalan lurus, matanya menangkap penjaga stasiun tua yang terus melihatnya, berkerut kening memastikan tak salah lihat.
"Apa kabar paman.!?" Sapanya tersenyum menjatuhkan kembali tas ke lantai, mengulurkan tangan minta dijabat.
"Senang melihatmu masih disini."

"Farden.!?" Mata Si penjaga tua bernama Alex membelalak dibalik kacamatanya yang tebal.
"Kau farden bukan.?"

Farden mengangguk.
"Ya ini aku.!" Jawabnya menarik dan memeluk pria tua yang berbau keringat dan matahari.

"Jadi kau kembali setelah andy Terano dikuburkan.!"
Tawa pak tua terdengar renyah.

"Yah begitulah.!" Farden melepaskan pelukannya.

"Untuk apa. Untuk semua yang harusnya jadi milikmu.?"
Si tua menunjukkan giginya yang rusak akibat tembakau.
"Apa diam-diam kau terus menunggu kabar kematian Andy.?
Begitu beritanya sampai ketelingamu kau datang dan ingin mengambil  semuanya dari Reena si anak pembantu.?"
Alex tua memanggil Reena sebagai semua orang di kota ini memanggil Reena, panggilan yang dicetuskan oleh Farden.

Farden tersenyum.
Dia kenal semua penduduk kota ini, kecuali mereka yang lahir setelah kepergiannya.
Dia hapal sifat dan perangai mereka.
rata-rata semuanya punya sikap usil dan suka memanas-manasi.
"Harta papa.?" Farden memperjelas.
"Tidak. Tentu saja tidak.
Aku tidak tertarik dengan ladang dan peternakan yang aku dengar hampir bangkrut, meninggalkan banyak hutang.!"

"Tidak. Tidak seperti itu. Kami semua percaya bahwa semua rumor kebangkrutan itu disebarkan oleh Reena dan adiknya Meena agar kau tidak kembali dan mengambil semuanya dari mereka.!"

Alis Farden terangkat.
"Benarkah.?" Pancingnya membuat pak tua makin bersemangat.

"Ya tentu saja begitu. Emangnya kemana lagi uang itu hilangnya.
Lagipula kau tidak ada.
Kalau kau yang pegang mungkin kami percaya sebab kau suka sekali berfoya-foya menghamburkan uang Andy."

Farden tertawa lagi.
"Yah kau benar. Sungguh Andy Terano beruntung karena aku pergi dan menghilang."

"Tapi kau tidak benar-benar menghilang. Nyatanya kau langsung datang begitu kabar kematiannya sampai ketelingamu."
Pak tua menggeleng sedih.
"Malang sekali dia, putranya baru datang setelah enam bulan dia dikuburkan."

Farden tidak akan mengatakan alasannya kembali ke kota ini Karena dia sendiri bingung bagaimana pengacara papa bisa menemukannya padahal begitu meninggalkan kota ini dia menempati janjinya, Menganti nama Terano di belakang namanya.
Dia memastikan tidak terlibat atau berselisih jalan dengan Andy Terano.

"Tapi dia tidak kesepian. Si Reena dan Meena selalu menemaninya."
Penjaga tua tersenyum.
"Sekarang begitu andy meninggal dan Reena menjadi janda, banyak pemuda yang mendekatinya.
Lihat saja berapa lama dia menyandang status janda itu."
Seperti mendapatkan ide baru dikepalanya, mata si tua kembali melebar.
"Bagaimana kalau kau membantuku menjodohkan si Reena dengan keponakanku Si Lucas.
Kau kenal dia kan. Kalian cukup akrab dulu.
Lucas sekarang menjadi kepala perternakan Terano."
Alex tua tertawa.
"Perternakan apa jika hanya ada beberapa ekor sapi kurus yang ada di sana."
Lalu dia kembali pada pembicara awal.
"Lucas dan Reena lumayan dekat, hanya butuh dorongan kecil untuk membuat mereka bersama.!"

Kisah Kita Belum BerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang