II

1K 263 3
                                    

Tidak ada satupun pembicara antara Lucas dan Farden yang masuk ke telinga ataupun otak Reena yang menelan makanan tanpa tau rasanya lagi.
Sendok terasa licin di tangannya yang berkeringat.
Dia harus menelan rasa mualnya, berulang kali menyeka keringat sebesar biji jagung yang muncul dipelipisnya.
Tidak ada yang menghiraukannya, mengajaknya bicara seolah dia tidak ada di sini hingga sampailah pembicaraan tentang di mana Farden akan menginap.

"Kau tentu tidak keberatan jika aku tidur di kamar lamaku kan Reena.?"
Farden sepertinya sengaja memanjang-manjang namanya.
"Itu kalau kamarnya masih ada atau kalian tidak merubahnya jadi gudang."
Karena tidak dijawab Farden kembali bicara.
"Bagaimanapun kita inj masih punya ikatan.
Jadi biarkan aku menginap di rumah ini. Tidak akan lama kok.
Aku punya pekerjaan di kotaku, jadi aku tidak akan berada di sini selamanya.
Lagipula bukan hanya kita berdua saja di rumah ini.
Masih ada Meena."

Reena menarik napas panjang, meletakan sendoknya. Keinginan untuk mengisi perut sudah hilang.
"Kamar lamamu masih ada, bisa digunakan bahkan tidak ada debu jadi Kau bisa memakainya.
Tapi sekarang aku tidur di kamar depannya, kamar tuan Andy Terano dan disebelah kamarmu, adalah kamar Meena.
Apa kau tidak akan ternganggu.?"

"Tuan..?" ulang Farden.
"Kaku sekali panggilanmu pada suamimu.!"

Reena berdiri, menyusun piringnya dan piring Meena menjadi tumpukan.
"Aku sudah kenyang, kalian lanjutkan saja."
Dia melihat pada Lucas.
" di dapur ada kopi. Jika kau mau ambillah."
Dia lalu berjalan ke dapur meninggalkan dua laki-laki yang melihatnya sampai dia tidak kelihatan lagi.

Farden yang terlebih dahulu menoleh pada Lucas yang seperti sangat terpukau pada ayunan bokong Reena.
"Jadi katakan padaku. Apa kau dan dia punya hubungan spesial.?"
Pertanyaan yang tak mungkin ditanyakannya di depan Reena akhirnya terucap.

"Apa kau gila.?" Lucas benar-benar kaget mendengar pertanyaan dari teman yang hampir sepuluh tahun tidak didengar kabar beritanya lalu tiba-tiba muncul dan nenanyakan hal sepribadi ini.

Farden tertawa.
"Yah setelah papa ku meninggal, pasti kau jadi yang paling dekat dengan Reena. Dia masih muda jadi apa salahnya.?"

"Tidak segampang itu mencari pengganti tuan Terano. Reena pasti masih berduka. Dia terlihat terpukul sekali saat papamu meninggal."
Lucas menggeleng pelan.
"Dari dulu Reena bukan tipe wanita murahan. Dia tidak suka bergaul atau main-main.
Nyonya Marie, ibunya nendidiknya dengan keras lalu setelah ibunya meninggal dia dipaksa mengambil tanggungjawab semuanya termasuk membesarkan Meena.
Kemudian dia menjadi istri Andy Terano yang sakit-sakitan, berjuang sendirian mempertahankan ladang dan perternakan yang sekarat layaknya sang pemilik."

"Dan sekarang.?" Farden memberikan sorot mata lucu pada Lucas yang diam tak melanjutkan narasinya.
"Sekarang baru saja dia santai, aku anak tirinya, anak dari Andy Terano kembali ke rumah ini."
Senyum jahil muncul di bibir Farden.
"Apa kau takut aku akan mengambil semua ini dari Reena.?"

"Aku cukup mengenalmu tapi yang aku kenal adalah dirimu yang dulu.
Jadj kalau kau masih tidak berubah aku rasa kau pasti tega merampas semua ini darinya.
Mana mungkin kau mau mengalah."
Lucas akhirnya mengungkapkan apa yang dia pikirkan.

Farden meneguk habis isi gelasnya, mengernyit melihat isi gelas berwarna merah.
"Aku pikir ini anggur ternyata jus.!"

"Reena tidak seperti itu. Kau pasti kenal dengannya.
Kau tumbuh di rumah ini bersamanya.
Setauku dia tidak pernah nakal."
Lucas langsung bersikap defensif.

"Aku tau." Farden jadi kesal.
"Aku bukan Alkoholik, aku hanya merasa tertipu dengan minumannya."

Lucas berdiri.
"Jam istirahatku sudah habis. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku, membawa rumput-rumput itu ke kawaban sapi di ujung sana.
Nanti malam jika kau punya waktu, aku akan menjemputmu. Mari berkumpul bersama yang lain.
Kita minum, bersenang-senangnya membahas masalalu."

Kisah Kita Belum BerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang