I

1.6K 291 3
                                    

"masakan Meena sungguh luar biasa."
Puji lucas yang membuat kedua kakak adik berbeda usia empat tahun itu tersenyum lebar.

Reena melirik Meena adiknya yang pendiam tapi sangat manis dan keibuan.
Umurnya sudah cukup untuk menikah tapi setiap kali Reena membahas hal itu hanya akan membuat Meena marah karena berpikir Reena tidak mau ditemani olehnya.

"Kau harusnya membuka restoran atau kedai makan. Aku yakin orang akan datang ke tempatmu setiap harinya."
Lucas kembali memuji Meena yang hanya tersenyum malu menerima pujiannya membuat Lucas bertanya-tanya apakah Meena menyukainya.?
Mungkin saja sebab Meena tidak pernah bicara akrab dengan laki-laki lain selain dengannya.
Dia memperhatikan kedua kaka adik di hadapannya.
Mereka sama sama cantik dan manis dengan tubuh tinggi dan indah.
tapi Reena sedikit tomboy dan kuat sedangkan Meena sangat feminim dan terlihat lemah hingga urusan rumah menjadi tugasnya sedangkan mencari uang menjadi urusan Reena.

"Yah aku dan Andy sempat membahas inj tapi sebelum rencana kami terlaksana dia jatuh sakit dan meninggal.
Semuanya jadi kacau sepeninggal Andy."
Reena menarik napas panjang, mengipas matanya yang selalu basah setiap kali membahas kematian Andy Terano yang sudah berlalu enam bulan lebih.
Dia menangis bukan karena sedih kehilangan suaminya itu, dia menangis karena beban yang Andy tinggalkan untuknya.

"Aku tidak akan bisa mengelola restoran karena aku tidak pandai bicara apalagi bergaul dengan siapapun..
Aku terlalu kaku."
Meena menyuap sepotong daging dengan bumbu berwarna hitam membalur ke dalam mulutnya yang kecil.
"Aku bahkan yakin orang-orang dikota ini takkan ingat atau kenal denganku jika kami bertemu diluar sana."

Reena tertawa.
"Ada ada saja. Mana mungkin mereka tidak mengenalimu.
Semua orang tau betapa jari-jari mu itu sangat lihat mengolah masakan jadi paling enak sedunia."
Dia mengadu lengannya ke bahu adiknya.
"Kalau kau menikah pasti suamimu akan mabuk kepayang padamu."

"Reena.!" Tegur Meena.

Reena mengangkat tangan tanda menyerah, melihat pada Lucas.
"Lihat dia. Umurnya sudah dua puluh enam tahun tapi tidak ada satupun laki-laki yang disukainya."

"Mungkin dia malu." Lucas melihat Meena tajam.
"Katakan padaku saja. Nanti aku bantu deh tapi kau juga harus membantuku."

Reena tertawa saat Meena mendelik, tidak mengatakan satu patah katapun lagi, yang akan membuat Meena makin  cemberut.
mereka mulai makan dalam diam dengan lahap.
Dia tau Meena sangat suka melihat orang makan masakannya, menikmati seperti yang Lucas lakukan sekarang.
Syukurlah Meena punya kepandaian seperti ini sebab dalam keadan seperti ini mereka tidak punya uang untuk mengaji pembantu, sedangkan Reena sibuk diladang dan perternakan hampir tidak punya waktu untuk mengurus rumah.

Mereka bertiga menoleh saat mendengar suara pintu depan terbuka lalu ditutup lagi.suara langkah kaki yang memakai sepatu boot menuju ke ruang makan.

"Siapa, apa kau ada janji dengan seseorang.?"
Alis Meena menyatu.

Reena menggeleng.
"Tidak." Dia berdiri mendorong kursinya.
"Biar kulihat.!"
Meski Dia tidak merasa ada janji dengan siapapun tapi bisa saja inj salah satu kenalan dekat mereka mengingat orang itu langsung masuk.
Reena tidak yakin itu maling atau rampok.
Selama dia tinggal di kota ini, seumur hidupnya belum pernah dia mendengar kejadian Perampokan mesku ada desas desus yang tersebar sekarang kalau ada pencuri diantara warga kota ini.
"Kalian lanjutkan saja makannya."
Reena yang hampir menuju lorong terhenti mematung dengan mata membelalak besar, kaget.
Tidak bukan kaget tapi lebih kepada shock melihat siapa yang datang begitu saja tanpa kabar atau pemberitahuan terlebih dahulu.

"Reena, ada apa. Siapa itu.?"
Meena ikut berdiri, keluar dari balik meja makan menyusul Reena yang seperti mau pingsan.
Dia berdiri di belakang Reena melihat siapa yang sudah membuat Reena sampai pucat pasi begini.
tapi begitu melihat siapa yang berdiri di hadapan mereka dengan tubuh tinggi menjulang dan bahu yang lebar.
Meena juga membeku, matanya melebar.
Terjadj keheningan panjang sampai Lucas bersuara.

"Ada apa.?"
Tanya bergegas mendekat dengan niat membantu kedua saudara itu.
"Farden.. " bisiknya ragu melihat sosok yang berdiri tenang menghadapi mereka.
"Farden ini benar kau kan.?!"
Lucas maju, mendekati Farden sambil mengulurkan tangannya.

Farden tertawa meraih tangan Lucas, menarik lalu memeluk laki-laki yang sudah berteman dengannya sedari bulu jembut belum tumbuh.
"Apa kabarmu Lucas.?"
Tanyanya menepuk-nepuk bahu lucas meski tatapanya terkunci pada Reena yang mungkin akan tumbang kebelakang jika Farden meniupnya.

"Ya tuhan.! Aku tidak percaya ini benar kau."
Lucas melongo melihat Farden turun naik.
"Kenapa kau makin tampan saja. Lihat otot-otot ini, semakin besar saja."
Dia menepuk-nepuk kedua bisep Farden saat temannya itu mundur selangkah.
"Senang melihatmu baik-baik saja.
Kau pergi begitu saja tanpa kabar setelahnya.
Kami semua selalu memikirkanmu."
Lucas berbalik melihat kakak beradik yang masih berada di tempatnya.
"Reena lihat farden pulang. Dia kembali."
Dia meninju pelan dada Farden.
"Dasar.! Kemana saja kau menghilang selama ini.?"
Tanyanya saat Farden maju mendekati dua kakak beradik yang seperti tikus terdesak.

"Maaf membuat kalian berdua kaget.!" Sapa Farden yang fokus pada Reena, memgabaikan Meena yang berada dibelakang, memegang pundak kakaknya.
"Harusnya aku memberitahumu lebih dulu tapi aku pikir bakal tidak seru jadinya."
Dia mengulurkan tangan, saat Reena diam saja tidak menjabatnya, Farden mengambil tangan wanita itu yang lebih muda tiga tahun darinya, menggenggam erat.
"Apa kabarmu Reena. Senang bisa melihtamu lagi.!
Sudah hampir sepuluh tahun tidak bertemu dan kau berubah banyak.
Aku hampir tidak mengenalimu dan tanganmu jauh lebih kasar dari tangan seorang laki-laki."

Reena langsung menarik jarinya sekuat tenaga tapi ternyata Farden tidak menahannya, laki-laki itu melepaskan tangannya begitu saja.
membuatnya terhuyung ke belakang, kalau tidak ada Meena yang menahan pasti dirinya sudah terhempas ke pinggir meja makan.

"Meena.!" Farden tidak mempedulikan Reena yang mencengkram jemari yang tadi Farden genggam ke dadanya.
"Senang melihatmu tumbuh dan sudah jadi wanita secantik ini" puji Farden tulus.
Dia ingat Meena lemah, pemalu dan sangat canggung.
Gadis muda ini lebih suka bersembunyi di celah ketiak ibunya atau dibalik punggung kakaknya yang galak yang tidak akan memberikan kesempatan pada siapapun untuk membully adiknya yang tidak bisa dipungkiri memang agak sedikit aneh.

Meena hanya diam, menbiarkan tangannya digenggam Farden.
Wajah Meena yang pucat pasi dan napasnya yang memberat meyakinkan Reena kalau adiknya itu bisa pingsan sebentar lagi.
Reena maju, merenggut lepas tangan adiknya dari Farden.
"Jangan ganggu Meena.!"
Maunya Reena adalah membentak tapi yang keluar seperti suara decitan Tikus karena sebenarnya dia sendiri juga mau pingsan.!

Alis Farden terangkat.
"Kenapa setakut ini padaku.?"
Dia maju selangkah masuk ke dalam ruang makan, melihat hidangan diatas meja, sederhana tapi menggugah selera.
"Apa aku menganggu makab siang kalian.?"
Dia menupuk perut.
"Kebetulan aku belum makan siang. Boleh aku bergabung.?"

Lucas yang melihat situasi agak menegangkan segera maju untuk mencairkannya.
"Ya ayo duduk. Aku rasa masih ada sisa untuk satu orang lagi.
Ngobrol sambil makan lebih menyenangkan.!?"
Dia melihat Reena dan Meena.
"Betulkan.?" Bertanya tapi sudah terlambat.

"Ya tentu." Reena menarik napas panjang saat Farden yang tidak menunggu izin darinya sudah langsung duduk.
Dia kemudian ikut duduk di kursinya tadi yang persis di hadapan Farden.
Reena tidak bisa menghindar.
Meski tidak nenduga bakal secepat ini tapi dia sudah menebak kalau Farden pasti akan pulang begitu menerima kabar meninggalkannya Andy Terano.
Padahal Reena sudah menunggu enam bulan sebelum membiarkan pengacara Andy menghubungi Farden yang sudah terlacak keberadaannya dari lama dulu.
Entah untuk tujuan apa, Andy selalu memberitahu Reena semua berita yang melibatkan Farden hingga Reena selalu tau sepak terjang laki-laki yang di kota besar dijuluki bujangan paling diincar.!

"Ayo Meena lanjutkan makannya. Kau baru makan sedikit.!"
Lucas yang sudah duduk mengajak Meena yang masih berdiri terpaku pada Farden.

Meena menggeleng saat Reena melihatnya.
"Aku sudah kenyang. Aku akan kembali ke kamar."
Dia melihat pada Farden yang sudah mengambil piring, mulai mengisi tanpa malu-malu.

Reena mengangguk lemah, mengerti kalau Meena tidak nyaman dengan keberadaan Farden yang mendadak saja muncul, membuat jantung mereka berdua nyaris copot karena kaget.
"Pergilah." Bisiknya terus menatap punggung adiknya yang kini sudah lebih tinggi dan besar darinya.

***************************
(08092023) PYK

Kisah Kita Belum BerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang