"Daisy ...."
Lirih serak suara seorang laki-laki yang sedang memangku gadis berlumuran darah. Tepat di belakangnya mobil remuk menabrak pembatas jalan.
"Sa–sayang ... bangun, ya! A–aku di sini, Dikta kamu ada di sini." Laki-laki itu terus mengusap rambut gadisnya, suaranya getar tersekak.
Dikta tidak mampu lagi untuk bersuara, ia nangis dalam keramaian yang terasa sunyi. Dia melihat sekeliling, orang-orang mengerumuni. Mereka menonton dan hanya dua orang yang berusaha menelfon ambulan.
Kemudian dia tatap lagi gadisnya, detak jantung Daisy semakin melemah.
"Bertahan sebentar lagi ya, Ici Sayang. Ici 'kan kuat, ya 'kan?"
Sirine mobil polisi dan ambulans mulai terdengar. Dikta tersenyum dan tidak hentinya berbicara dengan Daisy.
Beberapa saat kemudian mobil polisi, ambulans, serta satu mobil hitam sampai di sana. Seorang wanita keluar dan langsung berlari menuju mereka berdua.
"Mama ... maaf," lirih Dikta penuh penyesalan.
Namun, dia tidak diabaikan. Tangan Daisy yang digenggamnya ditarik wanita itu, Mamanya menangis begitu pilu.
Semesta seakan menyaksikan sakitnya itu, awan menghitam disertai dengan turunnya rerintik. Dikta semakin terasa sakit dan menyesal, dia ikut masuk ke dalam ambulans.
"Daisy, aku gagal. Aku gagal untuk buat kamu bahagia. Apakah kalau seandainya kamu tidak pernah bertemu denganku, kamu akan tersenyum sekarang?"
"Kembali, ya? Aku takut terlalu jauh untuk membawamu pulang."
To be continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
All About D
Teen Fiction"Aku gak mau hidup di dunia yang gak ada kamunya." •Dikta Janendra• *** "Bahasa cinta yang paling indah setelah kehilangan adalah merelakan." •Daisy Ayyana•