"Jadi kita harus lewat sini?" tanya Daisy menunjuk dinding yang cukup rendah.
Hari ini hari kedua Daisy di sekolah baru, tetapi dia sudah membuat kesalahan dengan datang terlambat. Sebenarnya salah Dikta, dia mencari kaus kaki yang ternyata sudah menempel di kakinya.
Hingga mau tidak mau, Daisy dan Dikta ikut jalan sesat Rayhan lewat pagar belakang sekolah. Dan sekarang juga sebuah kebetulan yang sangat menakjubkan, seorang Aksara terlambat dan ikut lompat pagar bersama mereka.
"Bu Mila pasti ngaret, jadi kalau lari gak bakal terlambat masuk kelas." Rayhan menumpukkan batu-batu untuk memudahkan Daisy yang tidak bisa memanjat.
Kemudian Daisy naik perlahan dengan sambutan tangan Dikta yang telah melompat pagar terlebih dahulu. Padahal Aksara juga mengulurkan tangannya.
"Sambutan untuk gue mana?" tanya Rayhan yang menanti antara tangan Dikta ataupun Aksara.
"Najis mughaladoh!" ketus Dikta dan Aksara bersamaan.
Rayhan hanya ketawa dan dengan cekatan melompat. Lalu mereka mulai bergerak juga memastikan sekitar tidak ada satupun anggota komdis.
Aksara merangkul bahu Daisy dan menanyakan banyak hal. Dia menyadari ada mata yang menatap sinis, maka dari itu dia sengaja memancing.
Sedangkan si pemilik mata tajam itu tidak melepaskan pandangannya, dia berusaha menahan untuk tidak kelihatan terbakar. Namun, perasaan itu semakin lama semakin memanas.
"Woy! Berhenti!" teriak dua orang dari belakang mereka. Itu salah satu anggota komdis.
Refleks mereka melihat ke belakang dan secepat kilat Rayhan pergi dengan menarik tangan Daisy. Keadaan itu mengagetkan Dikta juga Aksara, hingga mereka mematung sesaat. Namun, saat mereka ingin berlari, sudah tertangkap.
***
"Rayhan, mereka ketinggalan!" teriak Daisy sambil masih berlari.
"Ahhh ... bodo amat! Yang penting kita selamat!"
Mereka terus berlari seperti dikejar anjing. Hingga sampai ke kelas, beruntung guru belum masuk.
Napas mereka tersengal-sengal. Mereka duduk di tempat masing-masing, Rayhan meletakkan tas dan mengusap bangku Dikta yang berada di sebelahnya.
"Sorry, bro. Nyawa nomor satu."
Sementara itu di bangku baris pertama dan deret ke tiga, ketua kelas melirik ke arah Rayhan. Cowok itu tengah membujuk teman di bangku belakang untuk meminta contekan. Cukup dia lama melirik, kemudian menunduk dan tersenyum tipis.
Beberapa saat kemudian guru masuk dan dengan sigap ketua kelas menyiapkan.
Setelah menyiapkan dia hendak mengambil buku, tetapi dia salfok dengan Daisy yang duduk di sebelahnya. Daisy menggigit-gigit jarinya, terlihat sangat khawatir.
"Lo kenapa?" tanyanya.
"Hm ... itu. Ka–kalau terlambat dan ketangkap komdis hukumannya apa?" jawab dan tanya Daisy balik.
Ketua kelas menunjuk ke arah jam. "Bakal disuruh berlutut di koridor sampai jam istirahat atau mungkin sampai jam dua belas."
Daisy menelan salivanya kasar, terbayang bagaimana lelahnya harus berlutut selama itu. Terlebih Dikta tadi pagi belum sempat sarapan.
Dia tidak bisa fokus pada pelajaran, masih memikirkan bagaimana jika Dikta pingsan karena belum makan. Atau bagaimana jika mereka bertengkar, karena dari sudut pandangnya kedua orang itu tidak akur.
***
Satu plester luka di serahkan di depan mata, cukup lama Rayhan menatapnya. Kemudian menengadah—menatap empu yang menyerahkan, tetapi belum dia ambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About D
Roman pour Adolescents"Aku gak mau hidup di dunia yang gak ada kamunya." •Dikta Janendra• *** "Bahasa cinta yang paling indah setelah kehilangan adalah merelakan." •Daisy Ayyana•