Maryna menepati janjinya untuk menghadiri makan malam bersama orang tua barunya. Para pelayan yang bertugas merias gadis itu dengan semangat mendadaninya agar terlihat sangat cantik dan memukau malam ini. Maryna, terlihat tenang namun jujur hatinya sangat gugup karena takut jika ibu angkatnya tidak menyukainya.
Bianca yang menyadari arti dari keterdiaman nona mudanya itu tersenyum kecil kemudian mendekat kearahnya, "Nona muda jangan kahwatir, nyonya Duchess itu baik dan juga menyukai anak-anak. Jadi jangan takut jika tidak diterima disini dengan baik." hibur Bianca membuat Maryna mengangguk pelan.
Bianca tersenyum melihat respon gadis dihadapannya. "Nah, sudah selesai, mari saya antar menuju ruang makan malam." ajaknya dengan memeprsilahkan Maryna untuk berdiri dari tempatnya.
Maryna menarik nafasnya dalam-dalam kemudian mengehmbuskannya dengan perlahan untuk mengurangi rasa takutnya. "Ayo, Bibi." ajaknya kemudian berjalan keluar bersama sang pengasuh.
Selama diperjalanan tidak ada yang membuka mulutnya sama sekali, hanya keheningan yang berada diantara mereka dan sepanjang jalan yang mereka lewati itu hingga akhirnya mereka tiba di ruang makan yang dimana sudah ada Duke serta Duchess disana yang menatap kearahnya yang baru saja yiba.
"Salam saya kepada Duke serta Duchess Enderson." sapanya dengan hormat karena takut jika nanti dia akan dinilai tidak memiliki sopan santun pada orang lain. Duke serta istrinya saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya sang istri memberikannya isyarat.
Duke mengangguk kemudian menatap putrinya, "Duduklah menuju tempatmu, Aryn."
Marynan mendongak menatap ragu pada dua orang dewasa dihadapannya, "Duduklah disini, tidak apa-apa." bujuk Duchess dengan lembut membuat tubuh Maryna menegak kaku.
"B-baik." dengan takut Maryna mengambil tempat dihadapan sang Duchess karena Duke sendiri yang tadi menarik kursi itu untuknya.
Duchess atau Aerly menatap Maryna dengan tatapan tajam miliknya, "Bersikap santai saja, disini bukanlah diistana jadi kau tidak perlu terlalu formal pada kami, terlebih kami adalah orang tuamu." mendengar perkataan dari sang Duchess membuat Maryna tak dapat berkata apa-apa selain mengangguk. "Baik, ibu." lirihnya diakhir kalimat. Aerly tersenyum kemudian bergerak pindah tempat disamping putrinya dan membawa Maryna kedalam pelukannya.
"Benar, seperti itu seharusnya.." gumamnya dengan terharu, banyak yang tidak diketahui oleh orang lain bahwa sebenarnya Aerly tidak dapat memiliki seorang anak sebab mengalami sebuah masalah pada rahimnya tentunya sebagai seorang suami, Frans tau bahwa sang istri merasa kesepian dan bersedih sebab tak dapat menjadi seorang wanita seutuhnya maka dari itu dia menawarkan seorang anak adopsi pada istrinya. Awalnya, Aerly tak setuju sebab takut akan membawa dampak buruk pada citra suaminya namun saat Frans berkata menemukan seorang gadis yatim piatu yang menjadi pelayan dirumah sahabatnya, Aerly langsung menyetujui hal itu.
Frans menatap pemandangan dihadapannya dengan tatapan haru sebelum akhirnya dia menyadari bahwa sedari tadi putrinya belum memakan apapun, ia langsung menghancurkan suasana antara ibu dan anak itu. "Ayah lapar, bukankah Maryna juga belum memakan apapun dari tadi saat kita tiba? jadi ayo makan bersama. Dan, Aerly. Bukankah kau harus melayaniku dan menyuapi putrimu juga?" celetuk Frans membuat Aerly dan Maryna saling menatap sebelum akhirnya keduanya sama-sama melemparkan senyuman manis, Aerly tersenyum dan mengelus lembut pucuk kepala putrinya.
"Baiklah, ayo kita makan malam pertama bersama putri kita yang cantik ini!"
Ketiganya menghabiskan makan malam dalam suasana yang penuh dengan kehangatan serta canda tawa membuat para pelayan yang berada disana merasa hangat dan terharu. Entah sudah berapa lama mereka tak merasakan suasana seperti ini lagi semenjak keguguran anak pertama sang Duchess, semenjak saat itu, sang Duchess lebih banyak murung dan diam. Namun mereka bersyukur karena akhirnya dapat melihat wajah bahagia milik sang Duchess kembali.
Lain halnya dengan suasana di mansion Enderson, suasana mansion Qyargio lebih senyap dari biasanya sebab sang anak sulung yang lebih banyak diam dan anak bungsu yang meniru sang kakak. Zaryn sang ayah menatap mereka penasaran karena tidak terbiasa dengan suasana yang seperti ini.
"Kalian bertengkar?" tanya sang ayah yang mendapat tatapan berbeda dari istri serta anak-anaknya.
"Tidak." jawab Cesare singkat sedangkan sang adik mengangguk menyetujui jawaban dari sang kakak.
Claudya, menatap putranya penuh selidik. "Kau menjadi sedikit murung semenjak gadis dayang itu pergi dari sini, apa ibu benar bahwa gadis itu penyebabnya?"
Cesare menatap sang ibu dengan tatapan datar dan tajam miliknya. "Ibu, ini bukan salah Ryn. Cesare yang sedang dalam mood tidak baik." bela Cesare kala merasa sang ibu memiliki rasa tidak suka pada sahabatnya. Entah karena apa alasannya tapi yang jelas, sejak Cesare kecil sang ibu selalu menyuruhnya untuk tidak berdekatan dengan Ryn bahkan waktu itu Cesare dibuat marah kala mengetahui bahwa sang ibu memukul Ryn karena bermain dengannya.
Claudya berdecak sinis, "Lihat, kau membelanya! berapa kali ibu peringatkan padamu untuk tidak berdekatan dengannya! dia dan kita berbeda Cesare!! status kita jauh lebih tinggi dibandingkan dia yang hanya seorang pelayan biasa!" nada sang ibu mulai menaik karena geram pada putranya yang keras kepala itu. Cesare dan Caludya saling menatap tajam satu sama lain. Sedangkan Arnold dan Zaryn hanya diam, sesungguhnya Arnold paling tidak suka medengar suara sang ibu yang meninggi kala sedang marah. Itu sangat menyesakkan baginya.
Zaryn yang melihat tubuh sang anak bungsu mulai memucat pun dengan segera berdiri dan merengkuh sang anak kedalam pelukannya membuat suara decitan kursi menyadarkan kedua ibu dan anak yang sedang bertengkar itu.
"Kalian diam dan jangan bertengkar dihadapan Arnold! PELAYAN!! PANGGILKAN TABIB KE KAMARKU!" setelah itu Zaryn dengan tergopoh-gopoh membawa Arnold pergi dari tempat itu sebab merasakan tubuh sang anak yang mulai berkeringat dingin.
Cesare membuang nafasnya kasar dan mengikuti sang ayah tanpa menatap sang ibu yang tetap diam pada tempatnya, "Ini semua salah ibu." gumamnya marah.
========
Bersambung.....
jangan lupa votemennya!! >< terimakasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us- On going (Hiatus)
FanfictionKisah hubungan yang penuh dengan kesalahpahaman serta lika-liku, membuat mereka berdua memilih saling menjauhi satu sama lain dengan alasan demi kebahagian mereka sendiri, namun jauh dilubuk hati mereka yang sebnarnya adalah mereka saling menaruh pe...