somnium

18 4 3
                                    

Gadis dengan dress putih itu berlari tak tentu arah diantara kerumunan yang tengah panik. Menatap kobaran api yang mulai membara, keringat sebesar biji jagung mulai nampak di pelipisnya.

Dress putihnya tampak kotor lantaran asap yang memenuhi ruangan itu. Ia menatap sebuah jendela pecah yang menjadi salah satu jalan untuk keluar dari sini. Karena ia rasa lantai satu sudah habis terlahap api dan orang orang tampak panik di dalam sini.

Ia menatap orang orang yang terjun kebawah sana tanpa pengaman walau ada banyak kasur dibawah sana, apakah dia bisa selamat?

"Tuhan, kalau saya ditakdirkan tiada hari ini, izinkan saya untuk berbicara beberapa patah kata kepada dia." Gadis itu berkata lirih, napasnya tampak tersengal karna asap yang kian banyak serta kerumunan yang berlari kesana kemari lantaran panik.

Menghilangkan pikiran negatifnya, ia membebaskan dirinya jatuh di antara tumpukan kasur yang ada di bawah sana. Ia menepuk dadanya beberapa kali lantaran sesak. Sesak yang menggondok naik ke tenggorokan, semakin naik ke pelupuk mata dan menjadi panas disana. Pandangannya mengabur lalu tanpa sadar air mata jatuh luruh.

"Alicia!" Sebuah teriakan memanggil namanya ia menatap kerumunan orang yang nampak panik namun pandangannya jatuh ke arah siluet lelaki tinggi yang tengah berlari.

"Alicia!" Lelaki itu berteriak dan berlari memeluknya, napas gadis itu kembali tak beraturan. Gadis itu tak dapat melihat lelaki itu dengan jelas lantaran air mata yang tergenang di matanya.

Tangan gadis itu terulur untuk menyentuh rahang keras lelaki yang memangku kepalanya.

"Mungkin di kehidupan kita saat ini kita belum ditakdirkan untuk bersama, Tuan." Disela sela napas yang tersengal ia tersenyum.

Sebuah tepukan di pipi terasa semakin kencang, alisnya menyirngit kala tepukan itu terasa semakin kencang.

"Bangun tolol!" Gadis itu terheran, dasar laki laki kasar!

"Licya!" Sebuah teriakan yang memekik telinga sontak membuat gadis itu kelabakan. Ia menoleh ke kanan dan kiri mencari si pelaku yang berteriak di telinganya.

"Woy lic, bangun. Pak budi udah keluar noh, ayo ke kantin!" Kata seorang gadis dengan rambut kuncir kuda.

Gadis itu, Alicia. Mengedarkan pandangannya melihat sekeliling, jadi tadi itu hanya mimpi?

"Gila," gumamnya pelan.

Sahabatnya Yaffa, menatapnya heran.

"Mimpi lo?" Tanyanya.

"Kamu nanya?" Alicia tertawa kala melihat Yaffa menarik napas dengan raut wajah tertekan.

"Ayo ngantin, keburu Pak budi dateng. Gue lelah diajak berdoa selama dua jam penuh," sebuah keluhan keluar dari mulut Yaffa, ia lelah diajak berdoa oleh guru agama islam itu. Padahal tidak semua yang ada di kelas itu islam, walau mayoritas yang ada di kelas itu islam dan hanya ada dua orang katolik serta satu orang Ateis.

"Si ateis ikut berdoa?" Tanya Alicia ia berdiri dan berjalan menyusuri lorong yang ramai bersama Yaffa.

"Ikut, dia ateis tapi kaya orang beragama," kata Yaffa sembari tersenyum pada beberapa adik kelas yang menyapanya.

"Lo ngak capek nyapa mereka?" Alicia bertanya sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling ketika mereka sampai di kantin, ia mencari meja kosong.

"Gue suka jadi famous."

"Tuh, bocah tosca mejanya selo, join ngak?" Tanya Yaffa, Alicia mengagungkan kepalanya.

Tidak ada salahnya bergabung bersama anak anak pintar. Tosca itu bisa disebut geng motor yang lumayan terkenal walau jarang berbuat keributan dan isinya adalah orang orang pintar. Alicia iri, tapi ia terlalu malas untuk belajar.

"Yaffa gabung ya, mas?" Tanya Yaffa pada seorang laki laki dengan tampang yang cukup manis, dia kakak laki laki Yaffa, Samudra. Bukan kakak kandung sih, tapi Alicia tau bila Samudra sangat menyayangi adiknya itu.

"Gabung aja yap, masih kosong kursinya," bukan Samudra yang menjawab, melainkan Haidar teman dari Samudra.

"Temennya diajak, kiw cewek."

Alicia duduk lalu menatap laki laki yang baru saja bicara, suaranya sangat familiar. Tapi ini pertama kalinya ia melihat laki laki itu di sini. Tanpa sadar tangannya terjulur pada laki laki itu, mengajak berkenalan.

"Alicia," ia memperkenalkan diri, Haidar menepuk pundak temannya, Danu. Merasa tak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Buset hoki njir, diajak kenalan cewek cakep," kata Danu heboh sendiri.

"Arka, salam kenal cantik," Arka membalas uluran tangan Alicia lalu mengulas senyum manis ke arah Gadis itu.

"Saya Arka, salam kenal gadis cantik."

Alicia merasa deja vu ia merasa mengulang kembali adegan ini. Suara itu seperti kaset yang terus berputar di telinganya.

"Lama amat salamannya," Yaffa menegur, ia menaruh dua es jeruk dan dua bakso di meja, untuk Alicia dan dirinya sendiri.

"Alus," Arka menyengir setelah Alicia melepas jabatan tangan mereka.

"Anak baru?" Alicia bertanya lantaran baru pertama kali ini ia melihat Arka.

Arka menggeleng pelan, menyeruput es teh yang ia pesan sebelum menjawab pertanyaan Alicia.

"Gue lahir dua ribu tiga, masih kecil tapi udah enggak baru karna udah tujuh belas tahun," katanya membuat Alicia menghela napas, dasar cowok lola.

Yaffa dan anak anak tosca lainnya menahan tawa, Samudra menghela napas agak malu dengan anggotanya yang satu itu. Maklum Arka itu pintar di non akademik, bila di akademik ia sedikit kurang. Tapi apa memang anaknya selola itu?

"Maksud gue, disekolah ini." Alicia memperjelas.

"Owalah," wajah Arka memerah hingga telinga mungkin karena rasa malu yang melanda.

"Gue udah sebulan disini, gue juga baru liat lo," Arka menatap Alicia, dibalas sebuah tatapan lempeng khas milik Alicia.

"Dikelas."

"Ngapain?" Tanya Arka penasaran.

"Mimpi ketemu cowok cakep," balas Alicia, Arka tersenyum lebar.

"Sama lic, gue juga sering ngimpi cewek cakep pake dress putih, walau gue ngak liat mukanya tapi gue pastiin cakep deh."

Alicia menyirngit, dress putih?

"Tapi akhir akhir ini gue mimpi kalau dia kejebak kebakaran," Arka berkata lesu.

Jantung Alicia berdetak kencang, kenapa mimpi Arka bisa hampir mirip dengan mimpinya? Terjebak di gedung dan dress putih.

Terlarut dalam pikirannya, Alicia tak sadar bahwa sedari tadi satu persatu dari mereka pamit pergi hingga menyisakan dirinya dan arka.

Ia menatap Arka dalam, tatapan yang membuat Arka hanyut dalam tatapan itu.

"Lo itu siapa, Arka?"

Ditengah keheningan hanya itu, hanya itu kata yang meluncur keluar dari bibirnya.

Floud, 30 mei 2023

nos et fatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang