Mark baru saja pulang dari tempat kerjanya. Rasa letihnya tergambar jelas dari raut wajahnya.
"Sudah pulang, Mark?," mamanya menyambut di depan pintu dengan senyum manisnya setelah mendengar bunyi motor Mark masuk ke halaman rumah.
"Iya, Ma," jawab Mark singkat sambil menyalami mamanya.
"Papa kemana, Ma?," tanya Mark lagi sambil berjalan kearah ruang makan.
"Papamu ada di belakang, Mark," jawab mama Jenna sambil mengambil helm yang baru saja diletakkan Mark diatas meja ruang tamu kemudian memindahkannya ke rak penyimpanan helm.
Mark berlalu ke belakang mencari papanya.
Di taman belakang, Pak Sammy sedang sibuk memberi makan ayam peliharaannya didalam kandang. Tidak seberapa banyak, tapi cukup baginya sebagai tempat menyibukkan diri mengisi masa tuanya.
Melihat Mark yang berjalan kearahnya, Pak Sammy sesaat menghentikan kesibukannya dan mengulurkan tangannya menyambut salam dari Mark.
"Masih terlalu pagi pulangmu, Nak," kata ayahnya sambil melepas genggaman tangan Mark.
"Sesuai jam pulang, Papa, hanya Mark saja yang sengaja tidak ingin berlama-lama di jalan. Mark ganti pakaian dulu, Pa," kata Mark sambil berlalu meninggalkan papanya yang kemudian mulai sibuk kembali memberi makan ayam-ayam peliharaannya.
"Ganti pakaianmu lalu kita sarapan bersama, Mark. Mama dan Papa juga belum sarapan," kata mama Jenna ketika Mark kembali dari menemui papanya di halaman belakang.
"Iya, Ma, " jawab Mark singkat kemudian masuk ke dalam kamarnya.
'Jika saja aku sudah beristri, tentu ada yang menyambutku saat pulang dari bekerja, membantu mengambilkan pakaian gantiku, bahkan menyiapkan sarapan untukku. Kasihan mama, masa tuanya seharusnya dinikmatinya dengan bersenang-senang bersama papa, bukan mengurusku terus-terus hingga di usiaku yang sudah berkepala empat ini,' batin Mark sambil sibuk mencari pakaian ganti.
Sepintas angannya jauh mengingat sosok seorang wanita yang pernah dikenalnya dua puluh tahun yang lalu.
Seorang wanita muda berusia sekitar tiga puluh dalapan tahun yang baru saja dilihatnya kembali beberapa minggu lalu tanpa sengaja setelah kurang lebih tujuh belas tahun tak bertemu dengannya.Ya, dia Ameliana, wanita yang pernah dikenal Mark dan pernah menjadi tetangga Mark waktu itu ketika Ameliana masih sekolah di Sekolah Menengah Atas. Waktu itu Markpun masih sekolah tetapi Mark sudah berada di kelas tiga sementara Ameliana baru masuk kelas satu.
Mark mengenal dan dekat dengannya selama kurang lebih tiga tahun sebelum Mark memutuskan untuk meniti karirnya di luar Nusa Tenggara Timur setelah menamatkan studinya di jenjang Sekolah Menengah Atas.
Meskipun bukan sebagai pacar tapi Mark begitu mengasihi Ameliana waktu itu.'Senyumannya tak pernah berubah, dan aku selalu menyukainya,' kata Mark dalam hati.
Sekilas dia menatap layar handphone didalam genggamannya.
'Kenapa chatku semalam belum dibacanya?,' katanya pelan.Mark menarik napasnya dengan sedikit kasar lalu meletakkan handphonenya diatas meja kemudian berganti pakaian.
Selang beberapa saat, Mark dan kedua orang tuanya sudah duduk bersama di meja makan.
Nasi putih, rebusan daun kelor dan ikan goreng yang tersedia diatas meja menjadi menu sarapan mereka pagi ini. Tak lupa sambal goreng pedas yang selalu tersedia di meja makan. Sederhana tapi menyehatkan.Tak banyak yang mereka perbincangkan di sela-sela moment sarapan pagi itu.
Setelah selesai sarapan dan mama Jennapun usai membenahi peralatan bekas sarapan mereka, barulah Mark membuka percakapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TERAKHIR AMELIANA
Ficção GeralPengalaman hidup mengajarkan banyak hal. Semua orang menginginkan keindahan hidup tapi tidak semua orang bisa mendapatkannya. Begitu pula Ameliana. Perjalanan hidup dan cintanya membawanya pada titik jenuh, hingga nyaris membuatnya memutuskan untuk...