03. JUJUR

0 0 0
                                    

Ameliana menarik napasnya pelan. Tatapan matanya masih belum berpaling dari layar handphone dalam genggamannya.

'Mark, aku pernah menyukaimu dulu, di usiaku yang ketujuh belas tahun. Aku mengenalmu tiga tahun lamanya, hidup berdampingan sebagai tetangga, bahkan saudara. Tapi kemudian aku mengubur rasaku dalam - dalam karena pikirku kau hanya menganggapku sebatas saudara, tak pernah lebih dari itu.

Setelah tujuh belas tahun aku tak pernah bertemu denganmu, bahkan tak ada kabar diantara kita meski sebenarnya kita berteman di media sosial, tiba - tiba kau menghubungiku, bahkan menelponku sekarang,' hati Ameliana mulai bergejolak.

Perlahan, Ameliana mengusap tombol hijau pada panggilan telponnya.

"Hallo, selamat malam, kak," jawabnya pelan.

"Selamat malam, Ameliana. Apa kabarmu?" Suara Mark terdengar dari seberang sana.

'Suaranya masih khas seperti dulu,' batin Ameliana.

"Kabar baik kak, sehat." jawab Ameliana dengan mencoba sedikit senyum tipis meski sebenarnya Mark tak melihatnya.

"Sebaliknya kakakpun apa kabar?" Lanjut Ameliana.

"Syukurlah, Amel. Kakak juga baik-baik saja. Lama ya kita tak bertemu." Balas Mark dari seberang sana dengan nada girangnya.

"Iya kak. Sekitar tujuh belas tahun ya. Pasti kakak sudah banyak berubah."

Kemudian percakapan merekapun mulai begitu hangat. Sesekali mereka membahas kembali semua kenangan mereka dahulu. Keseruan - keseruan yang meninggalkan banyak cerita hingga hari ini.

" Ameliana," ucap Mark pelan setelah mereka cukup banyak bercerita tentang pengalaman hidup mereka masing - masing selama tujuh belas tahun.

" Iya, kak,"

" Kakak ingin menyampaikan sesuatu, boleh?" Tanya Mark perlahan.

" Tentu saja boleh, kakak. Kakak mau sampaikan apa? Berita baik atau buruk? Sedih atau gembira?" Balas Ameliana dengan tertawa pelan.

Mark menarik napas pelan dari seberang sana. Dia terdiam beberapa saat, lalu lanjutnya,

"Sudah lama kakak menyukaimu, mencintaimu, bahkan dari dua puluh tahun lalu ketika kita pertama kali bertemu.

Tapi pada saat itu kakak tak berani mengatakannya, karena kita masih sama - sama sekolah dan kakak belum berpikir untuk menjalin hubungan spesial dengan seorang perempuan. Kakak baru sempat mengatakannya sekarang. Maukah Amel menerima kakak sebagai pendamping hidup?"

Ameliana sesaat terdiam. Perasaannya bercampur aduk. Antara bahagia, juga marah. Bagaimana tidak, beberapa bulan lalu ketika Mark tiba - tiba aktif mengomentari status-statusnya di akun media sosialnya, bahkan meminta nomor handphonenya, dia berharap Mark akan mengatakan ini tapi nyatanya malah Mark tiba - tiba tak ada kabar lagi.

" Amel, Amel dengar kan apa yang kakak bilang?" Tanya Mark lagi membuyarkan lamunan Ameliana.

" Kak, beberapa waktu lalu ketika kakak tiba - tiba menghubungi Amel, Amel pikir Amel akan mendengar kata - kata seperti ini dari kakak, tapi nyatanya kakak cuma menghubungi Amel sesaat lalu kakak menghilang tanpa kabar. Amel cuma pikir, mungkin Amel yang terlalu berharap padahal kenyataannya kakak tak pernah menganggap Amel lebih dari saudara."

Pelan - pelan Ameliana mulai mengeluarkan segala yang terpendam di dalam hatinya. Mark sesaat terdiam, lalu menarik napas dalam - dalam. Meski berada diseberang sana, Ameliana bisa merasakan ada hal yang begitu mengganjal di hati Mark.

"Maafkan sikap kakak waktu itu, Mel. Kakak tak bermaksud mengecewakanmu. Memang saat itu kakak ingin mengatakan perasaan ini, hanya kakak masih menyimpan sedikit keraguan. Kakak takut kakak tidak diterima. Selain itu, kakak takut, pendidikan dan pekerjaan kakak yang tidak sebanding denganmu bakal membuatmu kecewa dan menolak kehadiran kakak."

CINTA TERAKHIR AMELIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang