Dua

669 102 70
                                    

Trigger Warning!!!

00000

Ayahku adalah seorang pejabat tinggi negara yang menghabiskan banyak waktunya dengan bekerja dan mencari muka di hadapan masyarakat awam. Teman-teman sekolahku dulu selalu mengatakan kalau mereka sangat iri denganku karena memiliki ayah yang baik, kaya, dan sangat mencintai keluarganya.

Sebagai anak satu-satunya, aku sudah hidup dengan semua fasilitas yang disediakan oleh orang tuaku; ayahku yang kaya, dan ibuku yang jauh lebih kaya lagi karena berasal dari keluarga salah satu miliarder di negara ini. Tak ada yang bisa meruntuhkanku ketika aku memiliki penopang hidup yang sangat bisa diandalkan.

Begitulah yang dipikirkan oleh semua orang. Sebuah kesempurnaan yang menjadi impian oleh banyak orang hingga membuatku beberapa kali dikecewakan oleh orang yang sudah kuanggap paling dekat denganku.

Kesempurnaan itu sebenarnya sudah dihancurkan dari sejak aku berusia empat belas tahun. Aku tak tahu apakah ibuku mengetahui apa yang sudah terjadi di bawah atap rumah kami yang besar. Atau apakah para pengurus rumah tangga tak pernah merasa curiga setiap kali ayahku memasuki kamarku ketika ibuku tak sedang berada di rumah, atau ketika ibuku sedang tidur di kamar utama di malam harinya.

Itu terjadi selama bertahun-tahun. Tubuh yang dilecehkan oleh salah satu orang yang paling dekat denganku, harga diri yang diinjak-injak hingga tak berbentuk lagi, dan mental yang jauh lebih hancur daripada para pasien di rumah sakit jiwa. Aku menahan itu semua dalam diam, berperilaku seolah tak ada yang terjadi, dan hanya bisa menahan perasaanku ketika menatap wajah datar ibuku saat mendapati ayahku sedang berada di atasku yang berbaring telungkup di atas tempat tidur dengan celana yang diturunkan.

Aku harus menahan itu semua sampai aku lulus kuliah kedokteran, mengambil spesialis forensik, dan mulai bekerja di bagian itu seperti orang normal lainnya.

Aku sudah satu tahun bekerja sebagai dokter forensik ketika ayahku menelepon dan memintaku untuk mengubah beberapa laporan autopsi dari salah satu jenazah, ajudan pribadinya yang meninggal setelah menerima pukulan darinya.

Sejak dulu ayahku adalah seseorang dengan kendali emosi yang terlihat baik di permukaan; santun dengan cara bicara yang begitu lembut. Namun sebenarnya di balik itu semua, terpendam monster yang tanpa ragu menyakiti dan menyingkirkan orang-orang yang berani membantahnya.

Aku tentu saja menuruti permintaannya. Bukan demi ayahku, tapi demi diriku sendiri. Karena ajudannya yang sudah mati itu juga menjadi salah satu orang yang pernah melecehkanku di masa remajaku dulu. Semua yang kulakukan saat ini adalah demi diriku sendiri, dan demi ia yang mempercayaiku dengan sepenuh hati. Satu-satunya orang yang menghargaiku di dunia ini.

Laporan forensik aku ubah sedemikian rupa, membebaskan ayahku dari semua tuduhan karena memang tak ada yang meragukanku dalam bidang ini meski aku masih tergolong baru.

Lalu empat tahun kemudian, ketika usiaku sudah beranjak di tiga puluh tiga tahun dan menjadikanku dokter forensik yang lebih berpengalaman, ayahku mencalonkan diri menjadi seorang senator yang akan bisa menaiki tangga sebagai calon terkuat pemilihan presiden di tahun depan.

Itu sebelum ia ditemukan tewas di ruang kerjanya setelah menghadiri pertemuan para pejabat tinggi yang akan berkoalisi dengannya. Tubuhnya sudah menjadi kaku dalam posisi duduk tertunduk seolah ia sedang tertidur nyenyak. Kulitnya sudah membiru. Ditemukan semacam muntahan di bagian kerah dan atas kemeja putih yang ia kenakan. Ia sudah pasti mengalami keracunan bahkan sebelum ia di autopsi.

Aku mengajukan diri untuk menjadi asisten dokter yang bertugas sebagai dokter forensik yang akan mengautopsi ayahku. Mendapat larangan dari atasan pada awalnya, sebelum mereka melihat wajah muramku dan tatapan memohonku agar bisa mencari tahu sendiri penyebab dari kematian ayah yang sangat aku hormati. Begitu yang keluar dari mulutku, bukan apa yang kurasakan dengan hatiku.

Padahal di dalam hati aku sedang tertawa puas melihat kematiannya. Pria jahat yang mengusik dan menghancurkan hidupku berkali-kali, aku sangat bahagia melihatnya mati bagaimana pun caranya. Yang pasti ia akhirnya pergi dari hidupku dan tak akan pernah kembali lagi. Kematiannya sangat kusyukuri hingga aku rasanya ingin menari di hadapan jenazahnya yang sebentar lagi akan di autopsi

Aku bertugas untuk membuka kepalanya, mengambil sampel dengan memotong sedikit bagian dari otaknya untuk diteliti. Profesor utama dalam autopsi kali ini menjelaskan setiap hal yang terlihat dari hasil autopsi kepada para detektif yang setengah mati berusaha keras agar tak muntah di tempat, atau berlari keluar melihat semua proses itu.

Ditemukan tiga macam racun yang menyebabkan kematian ayahku. Hanya satu racun yang menjadi penyebab utama kematiannya sementara yang dua lainnya membuatnya lumpuh untuk sementara waktu. Anehnya jarak pemberian racun itu tak berbarengan hingga menimbulkan spekulasi kalau ada tiga orang yang memberikan racun kepadanya dalam waktu yang berbeda.

Para detektif yang bertugas; dua detektif senior dan empat detektif junior yang dua di antaranya adalah perempuan mendengar semua ucapan profesorku dan aku dengan raut wajah yang semakin kusut. Aku mencuri pandang pada salah satu detektif junior, memberi anggukkan singkat yang tak kentara sebagai sapaanku padanya hari ini, lalu menatap profesorku yang menepuk-nepuk bahuku untuk menguatkanku saat ini.

Airmataku keluar dari pelupuk mata, menunjukkan kesedihan yang sejak tadi aku tahan hanya untuk terlihat profesional. Aku mengusapnya segera sambil melemparkan tatapan terima kasih pada profesorku, berusaha menunjukkan senyuman tipis padahal di dalam hati aku ingin tertawa terbahak-bahak hingga suaraku habis.

Kemudian tatapanku terarah pada tubuh ayahku yang sudah kaku. Jahitan terlihat di bagian dada dan kepalanya, membuatku berusaha keras untuk menanamkan penampilan terakhirnya di dalam kepalaku sebelum ia dikuburkan nantinya.

Aku akan mengingatnya dengan cara itu. Pria yang selalu terlihat besar dan kuat dalam ingatanku sejak dulu, kini hanyalah seonggok tubuh tak bernyawa, yang tak bisa melakukan apa-apa bahkan jika aku mengobrak-abrik isi perutnya.

Aku sangat bahagia hingga tak tahu bagaimana harus mengungkapkannya. Aku pulang ke apartemenku pada malam hari hanya untuk berendam di bak penuh busa sambil menikmati segelas wine dan musik klasik yang menawan.

Ah, betapa indahnya duniaku saat ini.

00000

Cerita satu ini ga akan terlalu panjang guys. Rencananya ga sampe sepuluh bab. Akan kuakhiri sebelum ide lainnya muncul.

Hayo, yang ini siapa lagi? xixixi

The Darkest Side of Light (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang