i ;

872 52 4
                                    

[ Content Warning ] Major Death Character, Suicide

;

Hitam adalah warna yang paling enak, khususnya untuk pakaian. Walaupun minus kegerahan di musim panas, warna ini tidak cepat kotor. Hitam cocok untuk padanan segala warna. Netral.

Semua alasan itu yang membuat hoodie hitam menjadi pakaian kebangsaan Nagi Seishiro. Dari zaman sekolah menengah atas, kuliah, hingga masa penganggurannya sekarang. Terkadang lelaki itu tidak sengaja membuatnya robek—dengan tersangkut di gagang pintu atau gantungan baju, namun tetangga apartemen yang baik biasa menawarkan diri untuk menjahitkan.

Namanya Isagi Yoichi, tetangga baik itu. Tidak jarang ia juga mengantar beberapa makanan layak agar Nagi bisa lebih hidup. Lelaki itu bahkan terlalu malas untuk mengunyah sehingga ia lebih gemar menghabiskan minuman bertekstur jeli.

Dengan masuknya sebuah pesan di surel, kehidupan Nagi mungkin akan berubah jadi sedikit lebih baik. Dua minggu lalu ia melamar pekerjaan sebagai bodyguard.

Kualifikasinya tidak banyak. Mereka hanya mencantumkan hal-hal dasar seperti kesediaan waktu dan respons cepat. Tidak ada jago beladiri atau kemampuan untuk tidak tidur dalam waktu lama. Pekerjaan yang pas untuk Nagi Seishiro karena ia tidak perlu menghabiskan waktu untuk mempelajari ulang buku-buku mata pelajaran semasa sekolah.

"Mau berangkat kerja hari ini?" sapa Isagi ketika Nagi tengah menutup pintu apartemennya.

Angguk kecil menjadi balas.

"Semoga berhasil."

;

Tugas pertama lelaki bersurai putih itu adalah menaiki bus menuju kediaman pribadi keluarga Mikage. Alasan lain mengapa Nagi langsung menerima pekerjaan itu adalah karena orang-orang kaya pasti akan memberinya cukup pesangon. Mikage adalah salah satu nama keluarga konglomerat ternama di Jepang (atau mungkin seluruh dunia). Bekerja di bawah perusahaan itu pasti akan memberi Nagi banyak keuntungan.

Setidaknya. Setidaknya bila pengurus gaji mereka tidak terlalu perhitungan.

Ngomong-ngomong, destinasi yang dituju lelaki itu amat jauh. Nagi seolah digiring untuk pergi ke pinggiran kota. Namun bukan hal aneh bila orang-orang kaya lebih memilih untuk menghabiskan uang di tanah berharga murah dan tidak terlalu hiruk pikuk. Tempat itu sempurna bila ingin memeluk kedamaian.

Begitu tiba, Nagi langsung memencet bel di sisi gerbang. Ia mengambil beberapa langkah ke belakang sambil memandangi pintu besi itu perlahan terbuka secara otomatis. Manik kelabu menyambut penampakan taman luas yang penuh dengan rumput dan bebungaan. Ada air mancur bertingkat di tengahnya, lalu sebuah mansion pada ujung jalan. Lelaki itu berdiam di tempat, berusaha untuk bersikap biasa saja. Ia yakin orang-orang kaya itu tidak akan menerima manusia udik bekerja di sana.

"Nagi Seishiro?" Namanya dipanggil seorang pria berjas hitam—sepertinya pelayan kediaman. Lelaki itu mengangguk singkat, mengiyakan panggilan barusan.

"Silakan ikuti saya," imbuh pria tadi seraya berjalan ke sisi lain taman.

Walaupun sudah berusaha tidak gampang heran, rasanya tetap saja sulit. Nagi bisa menghabiskan berjam-jam untuk memandangi suatu sudut rumah dan mengira-ngira berapa harga ornamen di sana. Pasti mahal. Lebih dari saldo maksimal rekening banknya.

Pria itu mengantar Nagi ke area lain. Tubuhnya dicek sedemikian rupa agar aman dari potensi bahaya—termasuk ponselnya.

"Dilarang mengambil foto," sebut petugas lain.

Anak baru hanya bisa mengangguk patuh (dengan berat hati).

"Kapan aku bisa mengambil ponselku lagi?"

Seorang petugas menyahut, "Bisa saat Anda libur. Tuan muda membutuhkan penjagaan maksimum dan ponsel kami anggap sebagai hambatan dalam menjalankan tugas."

会いたい (I want to meet you) | nagireoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang