~•~
Hujan mengguyur pagi. Awan di atas begulung-gulung mencoret diri mereka dengan warna abu yang pekat. Aku mengetuk-ngetuk kaca dengan ibu jariku, sembari melihat gambar-gambar yang terlukis di jendela yang sedang aku duduki saat ini. Di sudut-sudut kaca yang masih bening; aku memandang kebon budheku yang ditumbuhi tanaman lebat. Cipratan air hujan membuat penglihatanku kabur, tapi rona hijaunya masih bisa kulihat (kuresapi).
Di samping kebon ada pohon rambutan yang memiliki daun lebat. Dari ukuranya bisa dipastikan usia pohon itu lebih panjang dari umurku. Di bawahnya ada batu besar yang berjejer. Aku sering duduk-duduk di situ. Lalu sisi yang lainnya tampak beberapa tumbuhan liar dan bunga-bunga kecil. Ada bunga melati, bunga sepatu, dan bunga pacar. Semuanya terlihat menyegarkan.
Tinggal menunggu waktu saja, ketika hujan itu berhenti. Mereka; teman-temanku akan datang. Batinku tersenyum.
Kalian mungkin bertanya, apa yang sedang kulakukan saat ini. Duduk dipinggir jendela seolah-olah seperti orang yang sedang bersendu karena patah hati atau meratapi nasib? Mungkin orang yang tidak tahu akan berpikir begitu, tapi aku sekarang sedang menunggu teman-temanku. Aku tidak ingin sampai ketinggalan bermain dengan mereka, menunggu hujan reda. Namun sekarang hujan sedang lebat. Sedikit menyebalkan, tapi tidak apa-apa. Meski sedikit lama menunggu mereka, aku masih menyukai hujan. Hujan begitu menenangkan. Kadang tetesan suaranya seperti lagu pengantar tidur yang sering membuatku terlelap. Tapi sekarang aku tidak boleh mengantuk. Aku tidak ingin tertinggal momen bertemu temanku ini karena ketiduran lagi. Tidak.
Ngomong-ngomong kita belum berkenalan.
Hai? Namaku Lathi. Kalian bisa memanggilku begitu. Si bisu juga boleh. Karena kenyataanya aku memang tidak bisa berbicara. Ironis bukan? Orang tuaku memberi nama Lathi agar kelak nanti aku menjadi orang yang dengan ucapanku bisa menginspirasi orang lain, yang dengan mulutku bisa terucap kata-kata penuh makna dan nantinya akan diikuti jejaknya. Tapi apa? Aku hanya bisa diam, menatap orang-orang yang berbicara tanpa bisa menjawab. Lemah ketika mendapat tindasan dan tidak mampu membalas. Maka dari itu aku benci. Aku menutup diri dari dunia luar dan tidak ingin berinteraksi dengan siapapun. Aku takut.
Untuk apa juga? Toh aku sudah punya teman-teman setia yang menerimaku apa adanya. Mereka.
Kadang memikirkan orang lain membuatku sedikit kesal. Aku kini mulai memandang langit yang kini tambah pekat ronanya. Mungkinkah akan ada angin beliung? Aku mendesah sebal. Menatap hijau-hijauan itu sekali lagi. Jika dipikir-pikir, hampir sebulan ini kebon budhe tidak tesiram air sedikitpun. Apalagi bulan kemarin masih musim kemarau. Karena sibuk bekerja, budhe jarang mengaliri air ke tanaman-tanaman disitu. Beberapa ada yang layu, sayang sekali jika sampai mati.
Kalau kalian tahu sudah menjadi kebiasaan budheku ini menanam berbagai palawija seperti kacang, ubi, jagung. Tanaman obat untuk jamu berupa kencur, kunyit, jahe, ada juga tumbuhan laos yang tinggi-tinggi daunnya, ketela dan pisang serta tanaman buah dan sayuran lain yang tidak kutahu namanya.
Dari dulu, bahkan sebelum menikah sampai bercerai dengan suaminya budhe selalu merawat kebon itu dengan baik. Sekarang aku jarang melihatnya mengutak-atik kebonnya. Sudah lelah mungkin, kulihat tubuhnya semakin ringkih. Kalo begini aku jadi merasa tidak tahu diri. Selama tinggal dirumahnya aku jarang membantu banyak pekerjaan. Beliau selalu melarangku, katanya nanti bikin berantakan, aku disuruh duduk diam. Paling-paling hal ringan yang boleh ku kerjaan adalah menyapu, juga kadang mengupas sayur-sayuran ketika ia akan memasak.
Selebihnya kalo tidak makan ya tidur. Selalu seperti itu.
Jika kalian tidak paham, aku di sini tinggal bersama budheku dirumahnya. Ayah dan ibuku sudah lama meninggal saat aku berumur 7 tahun. Sekarang umurku sudah 14. Selain budhe, tidak ada sanak sodara lain yang ada untuk menampungku, atau mungkin ada tapi tidak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
LATHI
Historia CortaIni kisah tentang Lathi, hujan, dan teman-teman rahasianya. ... Cr: edited by canva