"Ck! Telat lagi." Menghela nafas pelan, aku berjalan dengan santai menyusuri trotoar yang mengarah ke gerbang sekolah. Untuk apa juga berlari? Toh aku sudah telat dua puluh menit dari jam masuk sekolah.
Dari jarak sepuluh meter dari tempat aku berdiri sekarang, dapat aku lihat di gerbang depan sudah ada beberapa siswa yang juga terlambat sepertiku, sedang menunggu upacara selesai. Gerbang akan kembali dibuka saat upacara telah selesai dilaksanakan, terkhusus hari Senin saja.
Memutar badan dan berjalan menuju lorong kecil di samping sekolah, jalan menuju tembok belakang. Ya apalagi, memanjat tembok adalah keahlianku selain membuat orang-orang emosi.
Bukan sekali - dua kali aku datang terlambat ke sekolah, kurasa sudah tak terhitung jumlahnya malah. Hingga pihak sekolah sendiri pun sudah sangat bosan melihat namaku tertera di buku hitam milik sekolah, setiap harinya pasti akan ada namaku tertera disana.
Bukan inginku untuk terus menerus berulah, tapi mau bagaimana lagi jika tanpa sengaja aku seringkali salah arah. "Hhh bolos jangan ya? Tapi alfa gue udah dua puluh semester ini. Ck!"
Bagaimana bisa murid gelap sepertiku masih saja diterima di sekolah? Aku juga tidak tau, mungkin salah satu faktornya karena kasihan dengan hidupku.
"Oi Na! Telat lagi lo? Heran gue gak kapok-kapok dihukum nih bocah." Dapat Nada lihat ada beberapa bocah laki-laki berseragam sama seperti miliknya, sedang nangkring di pohon mangga belakang sekolah. Pohon itulah yang mempermudah bocah-bocah nakal sepertinya untuk memanjat tembok sekolah yang setinggi harapan orangtua itu.
"Iya, kesiangan lagi nih gue. Mana tadi angkot udah gak ada yang nangkring di depan gang." Sebenarnya Nada tidak mengenal siapa mereka, terlebih laki-laki yang mengajaknya bicara lebih dulu. Salahkan saja kapasitas ingatannya yang minimalis ini, tapi banyak orang di sekolah mengenalnya.
"Naik sini! Bentar lagi upacara selesai, masuk abis upacara aja biar gak ketauan pak botak Na." Pak botak, guru matematika sekaligus guru terbaik di sekolah. Baik dalam memberi hukuman maksudnya.
Menerima uluran tangan dari laki-laki itu, Nada akhirnya duduk santai mengikuti mereka di atas pohon mangga. Sambil sesekali menyemili mangga yang tidak bertuan itu. Di belakang sekolah ini hanya ada pohon saja, kawasan hutan punya pemilik sekolah.
Tidak ada yang berani masuk kesana atau bahkan ke belakang sekolah ini, takut-takut ada hewan buasnya. Terkecuali murid nakal seperti mereka.
Dari warna name tag mereka dapat dilihat mereka semua berasal dari kelas dua belas, kakak kelas Nada. Pantas saja mereka berani ke area belakang ini. Kelas sepuluh bewarna biru, kelas sebelas bewarna merah, sedangkan kelas duabelas bewarna hitam. Seperti itulah pengaturannya, agar lebih mudah dikenali katanya.
Siapa yang tidak mengenal Zoe Nada? Gadis miskin, urakan juga biang onar dari Vinza High School. Sering membolos, terlambat, dan menjahili para guru terlebih mahasiswa yang sedang magang.
Vinza High School sendiri adalah milik dari Vino Aksara Sanjaya(40th), putra sekaligus satu-satunya anak yang dimiliki oleh Rico Sanjaya(57th) dan Ineke Aksara(57th). Sanjaya sendiri sudah terkenal sebagai keturunan konglomerat dari sejak lama, juga memiliki bisnis dimana-mana.
Nada yang berdiri di kelas lain, hormat bendera, membersihkan halaman sekolah, hingga menyapu satu lantai penuh adalah pemandangan yang sudah sangat biasa.
Kadang orang-orang berfikir, bagaimana bisa gadis itu tidak dikeluarkan setelah rentetan perilaku yang seringkali dia lakukan. Jika dibilang faktor uang, sepertinya salah. Seluruh sekolah pun tahu Nada itu hanya anak miskin tanpa keluarga. Mungkin faktor kasihan, fikir mereka.
Sebab tiap kali Nada berulah, pihak sekolah tidak pernah mendatangkan orangtuanya. Sebagian orang pun berusaha memaklumi, mungkin karena beratnya kehidupan yang gadis itu jalani lah yang membuat dia menjadi tidak terkendali seperti sekarang.
Iya, mereka menebak Nada hanyalah anak miskin sebatang kara. Itu terlihat jelas dari penampilan gadis itu, contohnya seperti barang-barang gadis itu yang satu pun tidak ada yang bermerk. Dia yang juga setiap pagi berangkat sekolah dengan angkot atau pun jalan kaki.
Atau saat sedang kerja kelompok di caffe, gadis itu pasti hanya akan memesan segelas air putih. Terlebih beberapa pekerjaan paruh waktu yang harus gadis itu jalani setiap harinya setelah pulang sekolah, warga sekolah sudah hapal dengan itu semua.
Di tambah tempat tinggal gadis itu yang ada di dalam gang yang sangat sempit, yang bahkan tidak bisa dilalui motor. Katanya dia mengontrak disana, rumah sederhana yang tidak terlalu besar di pemukiman sederhana.
---
Setelah nangkring sesaat diatas pohon mangga dengan beberapa kakak kelasnya, mereka pun mulai bergerak memasuki kawasan belakang sekolah. Upacara telah selesai, dan murid-murid pun mulai membubarkan diri untuk memasuki kelas mereka masing-masing. Sebagian juga memutuskan mampir sebentar kekantin untuk sekedar membeli minum dan cemilan.
Inilah saat yang tepat untuk para penyusup seperti mereka mulai bergerak dan membaur, jadi tidak ada yang akan menyadari keterlambatan mereka. Setelah basa-basi busuk dengan kakak keasnya itu, Nada mulai melangkahkan kakinya menuju kelantai dua tempat kelasnya berada.
"Telat lagi nih pasti sibocah. Telat kan lo Na? Gue gak liat lo ada di barisan kelas tadi soalnya."
"Hehe kesiangan gue, biasalah."
Ipa 2 adalah kelas Nada, dia juga bingung bagaimana bisa memasuki kelas yang berisi anak-anak pintar ini.
Banyak yang mengatakan bahwa anak ipa itu membosankan dan hanya fokus dengan pelajaran, tapi mereka semua salah. Di kelas Nada walaupun diisi dengan murid-murid berotak berlian, mereka juga adalah remaja yang baru tumbuh dan berusaha mengenal dunia.
Telepas mereka pintar, tapi baginya tidak ada yang normal di kelas ini (oh tentu saja kecuali Awan). Mungkin sangking pintarnya mereka jadi error.
Di kelas ini bukan hanya dirinya yang sering berulah, tapi yang lain juga. Mulai dari kelas yang selalu berisik, di saat jam kosong tiba-tiba ada konser dadakan, meja dan kursi yang disusun menjadi piramida, hingga kompak tidak mengerjakan tugas satu kelas lalu berakhir hormat bendera bersama.
Ah dan satu lagi! Mereka pun pernah bermain air hujan bersama di saat jam istirahat, berakhir mereka semua basah kuyup dan dihukum membersihkan halaman sekolah selama seminggu penuh. Kelas menjadi sangat basah dan penuh genangan air saat itu, bahkan sampai heboh satu sekolah.
Walaupun Nada berbeda, tapi teman-temannya tidak pernah memandangnya rendah. Mereka memperlakukan dirinya bahkan seperti keluarga. Jujur, Nada sangat mencintai teman-teman kelasnya.
--n.d--
Hii!
Hehe, aku sebenarnya gak tau apa ada yang baca ceritaku ini atau enggak.Tapi walaupun gak ada yang baca juga, aku akan tetap terus menulis.
Karena menulis adalah caraku mengurangi banyaknya duri di dalam kepala.Dan kalo ada yang baca, terimakasih banyak:)
Aku masih sangat pemula, mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan.
Aku harap kamu menikmati tulisanku ya, kalo ada saran dan kritik silahkan tinggalkan komentar🥰---
Kalo memang ceritaku ini ada pembacanya, aku cuma mau bilang.
Kemungkinan dalam bulan ini cerita-cerita yang aku buat belum bisa aku lanjutkan secara rutin, dikarenakan belakangan ini aku sedang fokus ke skripsiku.Cerita ini akan terus aku lanjutkan, walaupun mungkin tidak bisa memenuhi ekspektasi kalian.
Tapi aku sudah berusaha yang terbaik dari versiku.Menulis itu pelarian untukku, obat paling ampuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA
Teen FictionIni tentang Nada, yang mencintai sosok laki-laki dengan tatapan teduh dan senyum yang indah. Laki-laki yang berbagai meja dengannya sejak mereka duduk di bangku kelas sepuluh. Mencoba menyimpan rasa untuk dirinya sendiri, sebab dia tau bahwa kebersa...