Jika bukan karena dorongan dari Ibu Silvia, mungkin sore ini Mina masih berada di Jepara. Membaca buku tentang Dasar Ilmu Hukum Karesidenan pinjaman dari Hestamma di taman pribadi Pak Herjuna, alih-alih berada di acara ulang tahun pernikahan emas salah satu keluarga terpandang yang bahkan tidak dikenalnya. Tetapi keluarga tersebut menjalin hubungan baik dengan Ibu Silvia, dan sebagai anak tiri kesayangan beliau, Mina ingin membuat ibunya bangga. Setidaknya, ini cuma satu dari beberapa hal kecil yang bisa ia lakukan untuk Ibu Silvia.
Tetap tenang, tersenyum, dan tegakkan punggung. Mina mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru area terbuka yang dijadikan lokasi pesta ini, mengamati detail dekorasinya diam-diam untuk menghapus kebosanan. Sebelum menjadi putri mahkota Karesidenan Jepara, Mina sudah terbiasa memasang wajah tanpa ekspresi di depan publik, baik saat berada di atas panggung peraga, ketika menghadapi gerombolan wartawan, atau saat menjalankan tugas di keraton. Dari ekor matanya, terlihat Ibu Silvia tampak anggun mengenakan gaun keluaran musim terbaru dari Donna Vermillion dengan sebelah tangan menggenggam gelas seruling berisi Dom Perignon. Beliau tampak membaur dengan lingkungan sekitar, meski ekspresi wajahnya menunjukkan jika beliau sedang bosan. Atau mungkin hanya sedang menahan diri karena berada di ruangan bebas asap rokok, meski hasrat tersebut sempat teralihkan dengan segelas anggur mahal di tangan. Mina sendiri memang tak terlalu suka sensasi menenggak minuman beralkohol sejak usianya beranjak dewasa dan ia mulai coba-coba, sehingga dia harus berpuas diri dengan mocktail saja yang terasa seperti wedang uwuh bersoda.
Mina mengulum senyum ketika seorang wanita yang tampak sebaya—atau mungkin sedikit lebih tua—dari Bu Silvia mendatangi meja mereka dan duduk di samping ibu tiri Mina tersebut tanpa dipersilakan. Bu Silvia langsung meletakkan gelasnya di meja demi menyambut wanita tersebut. Mereka saling berpelukan dengan hangat—benar-benar jenis pelukan yang biasa terjadi antara dua orang sahabat, bukan sekadar formalitas belaka—lalu saling mencium pipi. Seketika Mina tahu bagaimana harus bersikap di hadapan wanita ini, karena ia cukup mengenal Bu Silvia sampai ke detail paling remeh, yaitu beliau tak memiliki banyak teman dekat. Jika ada, berarti pertemanan tersebut terjalin dengan tanpa tendensi.
"Halo Tante," sapa Mina ramah, setelah Bu Silvia dan beliau selesai beramah-tamah. Ia menjulurkan lengan terlebih dahulu. Segera setelah jabatan tangan Mina disambut hangat oleh teman ibunya, ia membungkukkan badan untuk menempelkan kening pada punggung tangan wanita tersebut. "Perkenalkan, nama saya Mina, anak Bu Silvia."
Selama ini Mina selalu memperkenalkan dirinya sebagai anak Kanjeng Prabu setiap kali menemani Ibu Silvia, karena hubungan mereka berdua cukup rumit untuk dijelaskan secara singkat. Tetapi kali ini ia ingin diingat sebagai anak perempuan ibu tirinya, meski mereka tidak ada hubungan darah sama sekali. Lagi pula, jika beliau benar-benar akrab dengan Ibu Silvia, beliau tentu tahu jika Ibu tidak punya anak perempuan.
Wanita di hadapannya tampak terkesan dengan keramahan Mina. Wajah beliau berbinar, seperti ekspresi yang Mina sering temui setiap kali ia berpapasan dengan penggemar di jalan. Parasnya yang masih terlihat rupawan di penghujung usia empat puluhan membuat Mina sadar jika diluar faktor genetik, banyaknya terapi perawatan kecantikan yang telah beliau alami bisa jadi jauh lebih mahal ketimbang gajinya saat masih aktif di dunia model.
"Gusti Pangeran, mimpi apa saya semalam sampai putri keraton salim sama saya?" pekiknya kegirangan. "Senang bisa bertemu Kanjeng Putri secara langsung," ucap beliau yang terdengar seolah berasal dari dalam hatinya. Mina pura-pura tersanjung saat beliau memanggilnya dengan gelar kekeratonan alih-alih nama.
Sejak diperkenalkan ke hadapan publik secara resmi sebagai putri mahkota Karesidenan Jepara—jika Mina boleh menyombongkan diri, wanita pertama yang mengisi kedudukan 'mahkota' dari seluruh Karesidenan di tanah Jawa sejak era Kerajaan Majapahit—kurang lebih dua tahun lalu, orang-orang seolah lupa akan nama lengkapnya dan mengganti sebutan Mina dengan Kanjeng Putri. Meski begitu, mendengar gelarnya meluncur dari bibir wanita terhormat ini, memberikan Mina sensasi kebanggaan tersendiri. Seolah, ia memiliki relasi kuasa lebih tinggi, meski tidak lebih kaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Sang Putri (KSP #2)
ChickLitMenjadi putri mahkota Karesidenan Jepara memberikan Mina dua tanggung jawab baru. Pertama, menemukan pendamping secepatnya, dan kedua, mempersiapkan diri untuk menjadi ratu pertama di Jepara sepanjang sejarah. Mina tidak yakin dia bisa mengerjakan...