Happy Reading :)
***
Para tetangga sekitar rumah Feni cukup ramai yang mengetahui bahwa arisan tanggal 7 dan 20 yang diketuai oleh Hes itu sedang tidak beres dan ditemukan bahwasanya ada kecurangan. Semua anggota kini was-was dan tidak mempercayai Hes, kecuali para joki arisan atau kaki tangannya. Mereka yang menjadi joki arisan kebingungan memikirkan bagaimana mendapatkan uang tambahan lagi selain dari hasil arisan tersebut. Namun, mereka juga ketakutan pada Feni karena hanya Feni yang berani mengungkapkan semuanya. Meskipun itu sudah menjadi rahasia umum bagi sebagian anggota arisan.
Sebenarnya, Feni tidak masalah jika arisan milik salah satu anggota yang bersangkutan dijual pada orang lain. Karena mungkin anggota sebelumnya sudah tidak mampu membayar setiap bulannya. Akan tetapi, yang menjadi permasalahannya adalah Feni tidak terima jika kertas arisan tersebut dicurangi dan dimenangkan oleh orang yang sama berturut-turut. Dan itu hanya orang-orang yang berada di lingkaran joki arisan. Feni masih tidak habis pikir pada orang-orang yang rela meminta bantuan pada joki arisan. Padahal, itu tidak dapat menguntungkan dan merugikan.
Kembali lagi ke perspektifnya sendiri, Feni juga tidak dapat menyalahkan karena ada sebagian orang yang hanya meminta tolong tanpa memberikan bayaran, tetapi malah disalahgunakan. Contohnya seperti kasus Han yang membantu mengambil kertas arisan saudaranya karena rumah saudaranya jauh. Namun, ketika itu dimenangkan, Han tidak memberitahunya karena hasil menang tersebut dilempar ke orang yang sudi memberikan bayaran terhadapnya. Dari sanalah keuntungan para joki arisan didapatkan. Sungguh miris.
"Bodoh si Han memang, kalau arisannya nggak dihitung sudah pasti circle joki arisannya pasti masih aman tuh, haha. Ya, tapi alhamdulillah karena itu dapat ketahuan kecurangan mereka," ujar Buni, adik Feni.
"Haha iya kan. Kesel banget saya ini, Buni. Kertas arisan dilebihkan 7 kertas. Parah banget. Kalau dikalikan lima juta sudah bisa berangkat umroh itu orang. Enak saja," sahut Feni.
"Disindir lewat status sama saya. Katanya mau tanggungjawab. Oke kata saya. Kita lihat tanggal 20 ini," lanjutnya memberi tahu.
"Kok, bisa ya kepikiran buat tambahin kertas arisan. Apa jangan-jangan buat bayar hutangnya? Eh?" tanya Buni penasaran.
"Mungkin, kan dia sama suaminya nggak kerja apa-apa sudah. Cuma mengandalkan arisan. Anaknya meski sudah jadi abdi negara nggak kirimin uang kali sampe curangin arisan begitu." Feni sudah tak tertahankan untuk julid karena sudah emosi terhadap kelakuan Hes.
"Ada-ada saja ya isinya dunia, haha. Nanti lah kalau ada PKK saya coba bicara sama dia, Mbak," ucap Buni mencoba menenangkan Feni agar tidak terdengar emosi lagi.
"Iya, kasih tahu dia biar bisa becus jadi ketua arisan. Cuih, nggak mau ikut lagi arisannya dia."
"Nggak mungkin ada yang ikut lagi sih kayaknya, Mbak. Soalnya orang-orang sudah tahu akal busuknya."
"Baguslah. biar jera tuh orang. Saya yang kerja dari pagi sampai petang biar bisa bayar arisan buat tabungan masa depan malah dicurangi kayak gitu. Saya ini bukan orang kaya yang mau sedekah. Apalagi minta sedekahnya halus banget lagi, nggak ngomong dulu. Sudah kayak pencuri saja." Feni masih merasa kesal.
"Rumahnya saja lebih bagus dari rumah saya. Lihat, lantai aja masih campuran corak dan genteng juga banyak yang rusak. Bisa-bisa didoakan yang salah nanti sama banyak orang si Hes itu." Feni masih terus mengomel.
"Sudah, sudah. Minum dulu kopinya," kata Buni tidak tahu harus menyahut apa lagi.
Ya, pagi ini sekitar pukul 05:30 WIB mereka berdua sedang duduk berdua di teras rumah Buni sambil berbincang-bincang dan menikmati secangkir kopi disertai biskuit juga roti.
Beberapa saat kemudian, jam sudah menunjukkan pukul 06:00 WIB yang mana saatnya Feni bersiap-siap kembali ke rumahnya untuk bekerja. Selesai sudah, ia pun berangkat. Namun, sebelum itu Feni berpesan pada anaknya.
"Kamu jangan ngomong apa-apa. Nggak usah ikut buka suara atau sindir si ketua arisan itu. Nanti kedengeran, kamu yang diapa-apain. Ibuk nggak mau kamu terlibat masalah orangtua. Ingat, ya." Feni berpesan untuk berjaga-jaga karena rumah si Hes tepat di belakang rumahnya. Ia tidak mau anaknya terseret dalam permasalahan yang lebih lanjut nantinya.
"Hm," sahut Dina dengan mengerucutkan bibirnya. Jujur, ia juga kesal dan tidak terima karena ibunya tidak selalu menang arisan gara-gara kecurangan yang dilakukan Hes dan para jokinya. Tapi apa poleh buat ia pun hanya menuruti perkataan ibunya.
"Ya sudah, Ibuk berangkat dulu," pamit Feni. Dina pun mencium telapak tangan Feni dan mengatakan hati-hati di jalan. Setelah itu, Feni berangkat.
"Lihat aja tanggal 20, bakal aku rekam suara si ketua ngeselin dan jokinya!" janji Dina dalam hatinya.
Bersambung.
Jangan lupa like dan komen serta ulasannya, ya. Tunggu bab selanjutnya yang akan lebih membakar emosi, haha.
More info bisa kalian cek my instagram @three_pt2 and twitter @three2906.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Joki Arisan
General Fiction⚠️ Sebelum membaca cerita ini, pastikan ketenangan jiwa kalian aman karena dikhawatirkan akan membuat emosi kalian semua memuncak. Cerita ini murni ditujukan untuk para ibu-ibu agar lebih berhati-hati dalam mengikuti arisan. Kalau amanah ya alhamdul...