11. Dua Minggu

919 159 10
                                    

[Extra part 5 sudah tayang dan bisa kalian baca di Karyakarsa. Terima kasih dukungan kalian semua hingga kisah Jemima ini semakin berkesan untuk aku tulis.]

Berapa lama mereka merasakan euforia menjadi orang tua baru yang kompak? Dua minggu? Iya, dua minggu. Tidak ada tanda-tanda bahwa sesuatu akan terjadi. Setidaknya mereka tidak menebak sesuatu yang buruk akan datang. Momen dimana mereka panik, dan akhirnya menjadi lemas akibat terlalu banyak menyangkal kenyataan terjadi di minggu ini. Minggu yang Jemima benci.

Pagi itu mereka baru bangun dari tidur. Jemima seperti biasanya mengecek pada bayi mereka, Kamala. Sambutan paginya kepada bayi itu masih sangat hangat, seperti pagi yang lain.

"Kamala," panggil Jemima.

Perempuan itu mengusap pipi Kamala pelan, tapi tidak ada reaksi yang bayi itu tunjukkan. Tidak ada pergerakan apa pun yang dilakukan bayi perempuan itu.

"Ayah Kamala!" seru Jemima.

Aryan yang sedang menggunakan kemeja bersiap ke kantor menjawab, "Iya, kenapa, Jemima?"

"Kamala nggak bergerak!"

Karena suara Jemima dipenuhi kepanikan, maka Aryan juga secara otomatis langsung mendekati ranjang bayinya.

"Kamala semalam masih baik-baik aja, jangan panik."

Pria itu masih berusaha menyugesti diri sendiri bahwa apa yang diucapkan Jemima tidaklah benar. Perempuan itu dianggap hanya sedang panik karena Kamala tertidur sangat lelap.

"Nggak ... nggak! Apa kamu nggak bisa lihat? Kamala nggak bergerak! Nggak bernapas!"

Aryan yang mulai menyadari ucapan Jemima memang nyata, langsung bergerak cepat meraih bayinya dan memanggil sang mama.

"Ma! Mama! Mama!"

Katrina muncul dari arah dapur dan menimpali panggilan putranya. "Apa, sih, kamu Aryan? Kenapa teriak-teriak gitu?"

"Coba mama pegang Kamala!"

Katrina menatap Aryan dengan bingung. "Apa, sih?"

Meski begitu, Katrina tetap melakukan apa yang putranya minta. Wajah wanita itu langsung pias dan panik.

"Ini anakmu kenapa!? Kenapa nggak napas??! Apa yang kalian lakukan sama bayi sekecil ini!?"

Jemima sudah menangis, sedangkan Aryan langsung meminta kedua perempuan itu ikut dengannya untuk ke rumah sakit. Tidak ada yang ada dalam pikiran Aryan selain memastikan bayinya baik-baik saja. Dia tak ingin terjadi hal buruk apa pun pada Kamala.

Nggak! Nggak! Kamala masih hidup. Nggak mungkin anakku pergi gitu aja.

***

"Kami mohon maaf, Pak. Kemungkinan besar bayi Anda mengalami crib death atau cot death."

Aryan mengerutkan kening kepada dokter yang menangani putrinya itu.

"Apa? Apa crib death? Apa, Dokter???"

"Itu adalah istilah kematian mendadak pada bayi yang biasanya terjadi saat bayi tertidur. Namun, tidak menutup kemungkinan juga terjadi ketika bayi sedang tidak tidur. Istilah lainnya SIDS atau Sudden Infant Death Syndrome. Ini adalah kematian mendadak pada bayi yang tidak diketahui penyebabnya, Pak."

Aryan yang mendengarkan semua penjelasan itu tidak percaya. Dia sibuk menggelengkan kepala dan menyangkal informasi yang diberikan dokter tersebut.

"Anak saya masih baik-baik saja semalam, Dokter! Dia nggak mungkin ... nggak mungkin meninggal begitu aja! Bayi kami, Kamala kami ... dia baik-baik saja! Jangan membohongi kami, Dokter!!!"

Her Wings / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang