04. The Boss Part 4 🔞⚠️TW⚠️

7.9K 45 0
                                    

⚠️TRIGGER WARNING⚠️
R-word, non-con, Manipulative, blackmail, Abused, No protection. Kekerasan!
*
Semua merupakan kejadian fiksi, tidak terkait individu maupun instansi mana pun, bukan untuk ditiru, non-konsensual merupakan perbuatan yang salah. Consent dan alat kontrasepsi sebelum berhubungan sex adalah hal yang sangat penting. Segera laporkan jika mengalami kekerasan.
*
Hanya karya fiksi, untuk bersenang-senang pribadi, dilarang membaca bagi pembaca dibawah 18 tahun. Akan dihapus sesegera mungkin.
*
Enjoy you naughty girls and gals! have fun
*

Dina lagi-lagi tersadar saat aroma kopi memenuhi indra penciumannya. Ia mengerang saat menggeliat dan bisa merasakan kewanitaannya terasa perih dan ngilu. Matanya dengan cepat terbuka saat mengingat apa yang terjadi. Tak ada waktu baginya untuk tak sadarkan diri.

Matanya dengan cepat menangkap sosok Andrew yang tengah duduk di sudut ruangan, menatapnya lekat, masih bertelanjang dada dan tersenyum saat melihatnya terduduk panik lalu meringis karena duduk terlalu cepat, membuat kewanitaannya terasa semakin perih.

Lari!

Naluri Dina berbicara pada dirinya sendiri, tetapi akal sehatnya tahu Ia tak mungkin bisa melarikan diri dengan mudah. Apalagi melawan pria sinting. Meski pintu itu tidak dikunci, sulit untuk mengalahkan Andrew yang lebih fit darinya, apalagi kini kaki Dina terasa lemah seperti jelly.

"Selamat pagi, sayang..." ucap Andrew lembut, membuat Dina mual dan ingin meneriaki Andrew. Dalam keadaan biasa Ia akan merasa senang dipanggil dengan lembut oleh boss yang moody, tapi panggilan itu membuatnya marah dan sedih. Pria itu beranjak, melangkah menuju Dina saat Dina tak menjawab sapaannya. Dina refleks berusaha menjauh.

Ia bisa merasakan jantungnya berdetak sangat cepat dan jemarinya gemetaran. Ia merasakan rasa takut yang tak bisa dijelaskan kata-kata, air mata bahkan telah menggenang di pelupuk mata.

"Don't come closer, please... I'm scared of you..." mohon Dina, berusaha menggeserkan tubuhnya menjauh dari Andrew yang semakin mendekat. Tetapi Ia terlalu lemah untuk itu. Ia belum makan makanan berat sejak kemarin siang. Kawan-kawan laknatnya langsung mencekokinya dengan alkohol. Ia ingjn menangis.

"Jangan takut, sayang," jawab Andrew, tertawa kecil, "Kamu justru ngerasa enak, kan barusan? Sampe becek gi-"

"Diem!" Dina menjerit, melempar bantal ke arah Andrew yang tentu saja tak berguna sama sekali, membuat Andrew kehilangan senyumnya. "Dasar brengsek! Anjing!" Dina menjerit histeris, berharap ada yang mendengarnya dan membantunya.

Andrew nampak tak senang, Ia mengeraskan rahang dan menatap Dina lekat, tajam. Dina terengah, nafasnya menjadi cepat, dan air matanya tak bisa dikendalikan. Ia merasa lemas dan perlahan sesak.

"Kenapaa? Kenapa aku Pak? Kenapa?" Dina tersedu, mencengkram dadanya kuat, merasakan rasa sakit di dadanya karena kecewa pada apa yang Andrew lakukan padanya.

Andrew tak menunjukan penyesalan sama sekali saat Ia mencengkram wajah Dina sedikit terlalu keras hingga Dina terdorong kebelakang, tubuh Andrew dengan cepat berada diatas tubuhnya, mengurung pinggangnya dengan kedua lututnya, tatapannya menjadi dingin sekarang.

"Jangan pura-pura bego, Dina. You know exactly why I did this!" Andrew menatap kedua mata Dina yang dipenuhi air mata.

Dina mencoba mendorong tubuh Andrew dengan mencengkram lengan atasnya, tetapi pria itu bukan tandingannya sama sekali. Ia merasa putus asa dan tak berdaya dan sangat takut. Andrew mungkin saja menyetubuhinya lagi. Pria itu bahkan belum mengenakan pakaian, hanya celana pendek ketat. Kulit lutut dan kakinya bersentuhan dengan kulit paha dan pinggang Dina.

"Tolong lepasin Pak... Aku gak akan bilang siapapun, aku juga gak bakal minta tanggung ja-"

PLAK!

Suara jeritan putus asa Dina karena rasa sakit saat Andrew menamparnya keras memenuhi ruang. Tatapan tajam Andrew membuatnya bergidik ngeri.

The LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang